Seketika aku tersadarkan.
Ada sebuah ironi kenyataan.
Sekeping emas yang diperebutkan.
Tambang emas yang telah dilepaskan.
Oleh : Deena Noor
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com )
NarasiPost.Com-Sorak sorai kemenangan membahana
Di sebuah gelanggang di Negeri Sakura
Kala sang pahlawan menundukkan lawannya
Bangga dan haru memenuhi dada
Beritanya menghiasi layar kaca
Seluruh rakyat menyambut penuh suka cita
Sontak euforia menyelimuti bumi nusantara
Melupakan sejenak wabah yang melanda
Sang pahlawan tak hanya mendapat medali
Banjir bonus telah menanti
Uang, tanah, rumah dijanjikan akan diberi
Berbagai fasilitas siap dinikmati
Seketika aku tersadarkan
Ada sebuah ironi kenyataan
Sekeping emas yang diperebutkan
Tambang emas yang telah dilepaskan
Sungguh inilah tipu muslihat
Yang disajikan sistem Barat
Permainan yang menjerat
Dalam mantra kapitalisme sesat
Bekerja sama dalam rekayasa
Menyanjung setinggi angkasa
Hingga diri sama sekali tak merasa
Milik rakyat dirampoknya
Adakah terlupa
Kita pernah punya
Papua dengan gunung kencana
Namun, sayang tak bisa menikmatinya
Ini tanah kita
Tapi tak lagi berkuasa atasnya
Ia telah ditukar dengan derita
Tertulis pada secarik kerja sama
Kekayaan alam yang salah kelola
Membuat kapitalis asing kian kaya
Sedangkan rakyat kecil hidupnya terus menderita
Bekerja seadanya dengan penghasilan tak seberapa
Batinku menangis mengingat
Banyak rakyat hidup melarat
Di tengah pandemi kian berat
Tak terurus akibat pejabat khianat
Kesejahteraan hanya untuk yang berkuasa
Kesengsaraan milik si papa
Kesenjangan makin menganga
Kemakmuran hakiki hanyalah fatamorgana
Kian hari kebijakan makin tak peduli
Pada nasib wong cilik seperti kami
Yang membanting tulang setiap hari
Penghasilan tak mencukupi, harga terus meninggi
Ucapan selamat atas kemenangan
Dari tuan pemegang kekuasaan
Membuatku tersenyum penuh kegetiran
Mencoba menelan pahitnya ketidakadilan
Bukan iri
Karena rezeki ketetapan Illahi
Tapi, sistem rusak ini
Terus mempermainkan nasib tiada henti
Sekeping emas dari Negeri Sakura
Untuk melipur lara
Atas kita yang tak berdaya
Menjura pada kuasa candala
Sampai kapankah ini akan berlangsung
Simfoni derita mengalun murung
Mengiringi cahaya muram merundung
Kami butuh Dia yang menjadi pelindung
Madiun, 5 Agustus 2021[]