Hati Zaara semakin bergemuruh. Keringat dingin bercucuran. Zaara sangat tidak rela menikah dengan Dendy, namun dia juga enggan melukai hati wanita yang telah melahirkannya itu.
Part #1
Oleh: Afiyah Rasyad
NarasiPost.com - "Sudah siap, Nduk?"
Zaara masih memelintir ujung kerudung pashminanya. Hatinya terasa sakit mendengar ultimatum mamaknya. Malam ini dia harus menerima lamaran dari orang yang sangat dibencinya sejak kecil.
"Jika kau tak ingin menikah dengan Dendy, biar Bunda yang sampaikan!"
Tangan lembut Bunda Ochi terasa hangat di pundak Zaara. Sejenak Zaara memejamkan mata. Rasa tenang tak bertahan lama, di luar sudah terdengar suara Bang Faisal dan mamak.
Hati Zaara semakin bergemuruh. Keringat dingin bercucuran. Zaara sangat tidak rela menikah dengan Dendy, namun dia juga enggan melukai hati wanita yang telah melahirkannya itu. Bunda Ochi dan Zaara beranjak untuk menyambut kedatangan mamak.
Kesederhanaan mamak masih sama, hal itu yang membuatnya anggun. Baju kurung dan kerudung minang menjadi ciri khas mamak. Pelukan mamak dirasakan Zaara tak sehangat yang dulu. Ada yang kurang dalam dekapan dan sentuhan itu.
Zaara merasakan desiran angin yang begitu angkuh menertawakan ketakutannya. Dia menjinjing tas mamak ke kamar tamu. Sementara Bang Faisal ikut Bang Faris ke kamarnya.
Hidangan makan siang begitu nikmat, namun Zaara dan mamak tampak tak berminat. Bunda Ochi selalu mencairkan suasana agar tidak mencekam. Faris pun merasakan suasana itu. Namun, dia lebih memilih jadi pendengar saja.
Siang yang kelabu, mendung menyapa. Zaara terpaku di sudut jendela dapur lepas kora-kora.
"Ada yang hendak kau bagi, Nduk?" Bunda Ochi menyentuh pundak Zaara lembut.
"Ah, Bunda. Berat sekali rasanya…"
"Bunda juga berat, Nduk. Bunda tak ingin berpisah denganmu."
Zaara berlabuh dalam pelukan Bunda Ochi. Dia adalah gadis lincah, cerdas, dan ceria. Namun, sejak dua hari lalu, keceriaan itu sirna. Kabar lamaran kepala desa membuat hatinya gundah gulana. Dia memperpanjang waktu shalat dan doa.
Bunda Ochi mencoba mencari jalan keluar. Dari mana dia akan mendapatkan uang 750 juta dalam waktu sehari? Aset yang dia miliki rela dia lepas, namun sejak sebulan lalu tak ada yang melirik. Bangunan bakal klinik Zaara dibandrol 750 juta, ada yang berminat namun minta dicicil. Tentu saja Faris melarangnya.
Bunda Ochi tak rela Zaara yang tinggal bersamanya sejak usia sembilan tahun itu akan menikah dengan Dendy. Keperihan Zaara dirasakannya, dia tahu Zaara tak mampu menolak permintaan Zalfa, mamak Zaara sekaligus adik iparnya itu.
"Zaara, ngeteh yuk!" Faris membawa seeskan teh celup kesukaan Zaara, di belakangnya ada mamak.
Kemesraan Zaara dan Bunda Ochi terhenti. Mereka menatap Faris dengan penafsiran berbeda. Zaara merasa jengkel, di saat seperti ini bisa-bisanya Faris ngajak ngeteh.
"Ayolah, sejak dua hari lalu aku tak diajak ngomong sama kalian. Bener lho, Bulek. Bunda dan Zaara, jadi suka puasa ngomong," Faris mencoba berkelekar.
Ada sesuatu mengiris hati mamak. Dia merasa bersalah. Tentu saja, mamak juga wanita. Jika dia ada di posisi Zaara, pasti dia berontak. Ah, dia sangat tidak rela Zaara dinikahi lelaki hidung belang. Kalau saja utang itu tidak melilitnya, tentu Zaara tak akan dijadikan opsi sebagai agunan.
"Ayo, kok pada diam. Kita ngeteh dan ngebakso, keburu dingin ntar. Sekalian ada yang ingin aku haturkan," Faris menyatakan dengan intonasi tegas dan serius.
"Nah ini Bang Faisal datang, mari Bang! Komplit dah."
Mereka menikmati bakso dan teh dengan nano-nano, tak terkecuali Faris. Bang Faisal tetap gerah meski tidak makan sambel. AC tidak mampu memberikan hawa dingin bagi lima insan yang saling diam dalam irama kuah bakso.
"Ehm… Faris ingin menyampaikan sesuatu."
Bunda Ochi terheran, jarang sekali anak semata wayangnya itu mengutarakan sesuatu jika tidak diminta. Faris yang kini menjadi trainer internasional, grapyak, periang, dan humoris jarang meminta sesuatu pada Bunda.
"Boleh tidak?" tanya Faris serius.
"Tentu boleh, Dek!" Bang Faisal mempersilakan.
"Makasih, Bang. Bulek dan Bang Faisal mengenai lamaran nanti malam tidak boleh terjadi."
"Ke ke kenapa?" suara mamak parau. Dia tidak mau masuk penjara sekeluarga.
"Tentu saja tidak boleh karena Zaara sudah menerima lamaran lelaki lain, begitukan Zaara?"
Boom… Zaara langsung melebarkan mata. Dia merasa Faris keterlaluan bercandanya. Perasaan kaget, bingung, dan jengkel menjadi satu membuat Zaara tertunduk lesu.
"Benar itu Zaara?" mamak mulai semakin gelisah.
Zaara bingung hendak menjawab apa. Faris biasanya bercanda penuh makna, namun kali ini dia tidak mampu menalar apa yang hendak dilakukan Faris atas lamaran nanti malam.
"Zaara diam, berarti benar, Mak," Bang Faisal menjawab dengan wajah lesu.
"Siapa yang telah melamar Zaara, selama ini aku mempercayakan kepada, Kakak!" ujar mamak berusaha tegar.
Bersambung….
(Cerbung)
Picture Source by Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]