"Pasar menjadi salah satu bagian penting dari pengaturan urusan umat bagi seorang pemimpin (Khalifah). Tercatat dalam sirah Sahabat, bahwa Amirul Mukminin Umar bin Khattab, mengingatkan umat untuk tidak memasuki pasar bagi mereka yang belum memahami hukum Islam berkaitan dengan muamalah."
Oleh. Maman El Hakiem
NarasiPost.Com-Pasar merupakan tempat aktivitas jual beli masyarakat. Menurut jenisnya, pasar dibagi menjadi pasar nyata dan pasar abstrak. Pasar nyata tidak lain pasar yang kelihatan aktivitas jual beli dan tawar menawar harga secara langsung pada suatu tempat, baik kategorinya pasar tradisional maupun pasar modern.
Sedangkan pasar abstrak adalah sebutan untuk aktivitas transaksi pada barang atau jasa secara tidak langsung seperti jual beli secara online melalui marketplace atau pasar modal (saham). Khusus untuk pasar modal disebut juga sektor ekonomi non-riil yang menjadi ciri khas sistem ekonomi kapitalisme yang menjadikan mata uang sebagai komoditas bukan sekadar nilai tukar. Jual beli saham dalam fikih Islam hukumnya haram karena akad batil pada perseroan terbatas (PT) sebagai payungnya. Sesuai kaidah fikih, jika pokok masalahnya batil, maka batil pula dalam perkara cabangnya.
Pasar tradisional atau yang akrab dengan sebutan pasar rakyat adalah pusaran ekonomi umat yang menggerakan roda kehidupan untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari. Inilah sektor yang harusnya sangat diperhatikan pemerintah, baik dalam pengelolaannya maupun pengadaan sarana prasarananya (infrastruktur). Apalagi sebagian besar rakyat di negeri ini tinggal di daerah pedesaan, kebutuhan akan pasar erat kaitannya dengan distribusi hasil mata pencaharian mayoritas rakyat sebagai petani atau pekebun. Pasar menjadi tujuan memasarkan produk hasil pertanian dan perkebunan.
Sebuah Potret Pasar Rakyat
Salah satu pasar rakyat yang berada di "kota angin" Majalengka, Jawa Barat adalah Pasar Parapatan, Panjalin. Pasar ini ramai dikunjungi pembeli setiap hari Senin dan Kamis. Produk yang ditawarkan umumnya berupa kain dan pakaian jadi, karenanya dikenal dengan pasar sandang. Menurut salah seorang pedagang, Muhajir (40), terbilang pasar dengan omset penjualan terbesar ketiga setelah pasar Tegal Gubug di Cirebon dan Pasar Tanah Abang, Jakarta.
Beragam jenis kain yang dijual dengan macam merek yang familier di kalangan penjahit, semisal wolfis, toyobo, ceruti, dan lain sebagainya. Permintaan akan kain untuk bahan pakaian sangat tinggi pada momen-momen tertentu seperti Ramadan dan menjelang Lebaran. "Permintaannya bisa puluhan kali lipat, bahkan sampai habis pesediaan di pemasok", Ujar Muhajir yang memiliki dua lapak kios kain di Pasar Parapatan, Panjalin.
Ada hal yang menarik jika melihat penataan pasar rakyat Parapatan yang mengalami "peremajaan" sehingga tidak terkesan kumuh lagi, meskipun masih banyak yang harus dibenahi karena pada hari-hari pasar sudah bisa dipastikan terjadi kemacetan yang mengganggu kelancaran lalu lintas dan pengguna jalan lainnya. Mungkin sudah menjadi pemandangan umum, pasar-pasar tradisional tumpah pada bahu jalan karena banyaknya pedagang kaki lima yang menggelar dagangannya di pinggir jalan.
Mereka menggelar dagangannya karena tidak memiliki lapak atau kios tetap. Bukan hanya para pedagang, parkiran motor dan pencari receh seperti pengamen dan pengemis turut mewarnai aktivitas di pasar rakyat pada umumnya saat berlangsungnya hari pasar (marema)
Pasar dalam Pandangan Islam.
Bagaimana syariat Islam mengatur kehidupan atau aktivitas ekonomi di pasar? Menarik untuk diungkapkan di sini, bahwa pasar menjadi salah satu bagian penting dari pengaturan urusan umat bagi seorang pemimpin (Khalifah). Tercatat dalam sirah Sahabat, bahwa Amirul Mukminin Umar bin Khattab, mengingatkan umat untuk tidak memasuki pasar bagi mereka yang belum memahami hukum Islam berkaitan dengan muamalah.
Beliau dengan tegas menyatakan,
لا يقعد في سوق المسلمين من لا يعرف الحلال والحرام, حتى لا يقع في الربا ويوقع المسلمين
Maknanya adalah sebuah larangan memasuki atau berjualan di pasar-pasar umat Islam bagi orang yang tidak mengetahui halal dan haram, yang akan membuatnya terjatuh pada riba dan menjerumuskan kaum muslimin pada riba. (Dari Kitab Ihya’ ‘Ulumuddin 2/59, dikutip dari Al- Mu’amalat Al-Maliyah Al-Mu’ashiroh hal. 8)
Sekalipun aktivitas jual-beli merupakan sesuatu yang mubah atau dibolehkan dalam Islam, bahkan interaksi di dalamnya tidak tergolong ikhtilat antarlawan jenis, namun masih banyak persoalan hukum yang dapat menggelincirkan manusia pada kejahatan atau maksiat yang patut dikenai sanksi atau hukuman. Adanya hak umum yang dilanggar, semisal kecurangan dalam timbangan, penimbunan barang, penipuan kualitas barang atau gangguan lainnya yang bisa menyebabkan terjadinya sengketa di masyarakat.
Hal-hal yang mengganggu hak umum, seperti penyalahgunaan trotoar jalan atau jalanan umum yang digunakan untuk kepentingan pribadi, buang sampah sembarangan dan lain sebagainya dapat ditindak secara tegas oleh petugas yang diterjunkan oleh Khalifah. Tanpa harus menunggu aduan atau penuntut, juga tidak membutuhkan sidang pengadilan, kecuali jika sudah menyangkut sengketa individu baik mengenai harta atau jiwa.
Jika ada yang berbuat curang dalam jual beli atau pelanggaran terhadap fasilitas umum akan ditindak oleh seorang hakim yang disebut Qadi Hisbah (almuhtasib). Sebagaimana tertuang dalam kitab Masyru' Dustur , karya Syekh Taqiyuddin An Nabhani pada pasal 84, bahwa tugas Qadi Hisbah adalah menindak segala permasalahan menyangkut hak atau kepentingan umum seperti halnya kecurangan jual beli di pasar.
Adanya ketegasan dalam rancangan undang-undang syariat Islam ini tentu diharapkan akan mampu menjaga keharmonisan dalam kehidupan di masyarakat dan keberkahan dalam transaksi ekonomi seperti di pasar dan tempat umum lainnya. Kegiatan jual beli merupakan pintu keberkahan rezeki, namun akan menjadi pintu kemaksiatan jika bercampur dengan riba. Pasar tentunya akan menjadi seburuk-buruknya tempat, jika tidak diatur dengan syariat Islam. Keberkahan hidup akan diraih jika muamalahnya berkah dengan diterapkannya syariat kaffah.
Wallahu'alam bish Shawwab.[]