Larangan Reklamasi Ambyar Dalam Genggaman Demokrasi

Reklamasi Jakarta/ narasipost.com

Faktanya trias politika tidak mampu membendung otoritarianisme di alam demokrasi ini. Akan tetapi, justru memuluskan sikap otoriter demi tercapainya kepentingan pihak tertentu, yaitu koorporasi

Oleh: Nurjamilah, S.Pd.I

NarasiPost.Com-Proyek reklamasi di teluk Jakarta masih menjadi perbincangan kontroversial di tengah masyarakat. Pasalnya, dua kepentingan berseteru di dalamnya. Kepentingan pengusaha dalam memajukan bisnis properti dan wisata disandingkan dengan kebutuhan rakyat atas mata pencaharian yang layak dan ekosistem laut yang terjaga tanpa pencemaran lingkungan. Lantas ke manakah pemerintah akan berpihak?

Seperti dilansir dari cnnindonesia.com, bahwa MA menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal perizinan reklamasi pulau G. Konsekuensinya, Anies pun harus memperpanjang izin kepada PT Muara Wisesa Samudra. (10/12/2020)

Serupa dengan pemberitaan dari bisnis.com, putusan hakim telah mengabulkan permohonan gugatan PT Muara Wisesa Samudra sebagai pelaku pengembang pulau G. Gugatan itu terdaftar pada 16 Maret 2020 melalui kuasa hukumnya. Gugatan tersebut didaftarkan Sarjana Putra Purnadi dengan Nomor Perkara 4/P/FP/2020/PTUN.JKT. (10/12/2020)

Definisi dan Sejarah Reklamasi Teluk Jakarta

Reklamasi adalah proses pembuatan daratan baru dari dasar laut atau dasar sungai. Tanah yang direklamasi disebut tanah reklamasi (landfil). Menurut UU, definisi reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan atau pengeringan lahan/drainase. (wikipedia.com)

Reklamasi di teluk Jakarta bukanlah suatu hal yang baru. Proyek ini sudah ada sejak masa orde baru. Hal ini tertuang dalam Keputusan Presiden no.52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta dan Perda no.8 tahun 1995.

Tanggung jawab reklamasi dibebankan pada Gubernur DKI Jakarta. Semua tetap berjalan meski banyak pertentangan karena menimbulkan kerusakan lingkungan dan mematikan mata pencaharian warga sekitar, khususnya para nelayan.

Ketika Ahok menjabat menjadi Wakil Gubernur Jakarta, dia menerbitkan izin reklamasi untuk pulau G (Pluit City) sehingga menambah panjang daftar pulau yang direklamasi.

Izin pembangunan proyek reklamasi akhirnya dihentikan saat era kepemimpinan Anies Baswedan, selaku Gubernur DKI Jakarta. Ada 13 proyek yang dicabut izinnya dari 17 pulau yang direklamasi karena para pengembang melalaikan kewajiban mereka.

Sementara itu, empat pulau reklamasi yang lanjut perizinannya yakni pulau C, D, G dan N. Alasannya karena pembangunan sudah dilaksanakan. Ini tercantum dalam Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2020 yang ditandatangani langsung oleh Presiden Joko Widodo pada 13 April 2020.

Tetapi Anies mengajukan permohonan PK untuk perizinan reklamasi pulau G berdasarkan kajian para ahli lingkungan dan keluhan dari masyarakat sekitar. Didapati bahwa pulau G sangat mengganggu perlintasan kapal nelayan di sekitar Muara Angke dan pembangkit listrik terancam terhenti operasinya. Padahal, pembangkit itu menopang suplai energi ke sebagian besar daerah Jabodetabek.

Bahkan kondisi pulau G saat ini terbengkalai dan rusak lingkungannya karena pembangunan belum rampung. Sehingga disarankan untuk dihentikan saja pembangunannya dan dipulihkan kembali menjadi kawasan lindung seperti hutan mangrove Jakarta atau suaka margasatwa.

Demokrasi Tidak Memihak Rakyat

Kandas sudah usaha Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam membela kepentingan rakyat dan menyelamatkan lingkungan dari kerusakan akibat tangan-tangan rakus pengusaha.

Hasil kajian para ahli dan aspirasi rakyat tidak lagi menjadi bahan pertimbangan serius bagi Mahkamah Agung dalam menyikapi proyek reklamasi yang kontroversial. Kepentingan koorporasi lebih mendominasi. Miris.

Indonesia sebagai negara demokrasi telah lama menerapkan Trias Politika yaitu pembagian kekuasaan menjadi tiga bagian yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif. Hal tersebut diklaim mampu menghindari otoritarianisme, yang merupakan ideologi politik otoriter. Bentuk pemerintahan yang ditandai dengan penekanan hanya pada kekuatan pribadi dari negara, terlepas dari tingkat kebebasan individu.

Faktanya trias politika tidak mampu membendung otoritarianisme di alam demokrasi ini. Akan tetapi, justru memuluskan sikap otoriter demi tercapainya kepentingan pihak tertentu, yaitu koorporasi.

Mengapa hal itu bisa terjadi? Disadari atau tidak, negeri ini sudah terbius dengan ide demokrasi-kapitalis. Dua sisi mata uang yang mustahil dipisahkan. Pemilu dalam demokrasi membutuhkan dana fantastis, di antaranya biaya kampanye yang legal maupun ilegal, bansos dan lobi partai, money politic dll.

Dalam kondisi ini, politisi membutuhkan kucuran dana segar dari pelaku bisnis. Walhasil, penguasa dan pengusaha menjadi pilar utama dalam demokrasi. Terjadi simbiosis mutualisme diantara mereka. Pengusaha mendanai politisi agar menjadi penguasa. Penguasa menjamin bisnis pengusaha bahkan tega melakukan korupsi dan legalisasi kebijakan yang memuluskan kepentingan bisnis pengusaha.

Jadilah penguasa di bawah ketiak pengusaha. Sejatinya demokrasi melahirkan negara koorporasi. Cirinya, penguasa lebih mengutamakan kepentingan perusahaan (bisnis) ketimbang rakyat. Walhasil larangan reklamasi ambyar dalam genggaman demokrasi.

Reklamasi Dalam Pandangan Islam

Reklamasi boleh saja dilakukan demi meningkatkan kesejahteraan rakyat. Caranya dengan menghidupkan kembali lahan agar lebih berdaya guna. Namun, tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.

Dasarnya adalah prinsip ihyaaul mawaat (menghidupkan lahan mati) pada lahan yang tidak dimiliki siapa pun atau ditelantarkan oleh pemiliknya. Tentu saja dengan batasan Syariat Islam, yakni tidak melanggar hak orang lain dan tidak menimbulkan bahaya dari pemanfaatannya.

Hanya saja, fakta yang terjadi pada proyek reklamasi di Teluk Jakarta berbeda. Proyek itu bukannya menghidupkan, malah mematikan kehidupan. Nelayan menjadi sempit jangkauan tangkapan hasil laut, bahkan lingkungan menjadi rusak dibuatnya. Yang meraup untung hanyalah koorporasi sebagai pengembang reklamasi.

Lebih dari itu, kawasan perairan atau teluk adalah harta milik umum yang haram pengelolaannya diserahkan pada swasta baik individu atau koorporasi. Negara wajib mengelolanya sendiri, yang hasilnya sepenuhnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat.

Dari sana jelas bahwa penguasa yang notabene pemimpin suatu negara harus berdikari, tidak boleh ada intervensi atau kompromi pada semua hal yang bersebrangan dengan kepentingan rakyat. Apalagi disetir oleh pengusaha.

Tidak akan ada praktik balas budi pada pemerintahan Islam atau Khilafah. Karena proses pemilihan dan pengangkatan pemimpinnya mudah dan murah. Sehingga tidak perlu dimodali oleh siapa pun, termasuk pengusaha.

Walhasil, kebijakan yang dikeluarkan oleh Khalifah pun seutuhnya memihak rakyat, membawa pada kesejahteraan dan keberkahan hidup,serta mengenyahkan ketergantungan pada pihak manapun.

Sudah saatnya kita campakkan demokrasi dalam kehidupan kita. Songsong kebangkitan dengan tegaknya Khilafah yang akan menyelesaikan seluruh problematika dengan tuntas, termasuk urusan reklamasi. Raih kebahagiaan dunia dan akhirat dengan penerapan Islam Kaffah. Wallahu 'alam.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Tsuwaibah Al-Aslamiyah Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Follower Or Leader?
Next
Tragedi Kemanusiaan Menciderai Keadilan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram