Meski Jamdatun telah berhasil menyelamatkan sebagian uang negara, tetap saja lebih banyak anggaran negara yang terlanjur bocor dan tidak mampu diungkap.
Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Rempaka Literasiku/Bianglala Aksara)
NarasiPost.Com-Kebocoran uang negara menjadi salah satu fakta miris yang terjadi di negeri ini. Tak hanya sekali, bocornya uang negara ke "kantong" lain terjadi berulang kali dan di berbagai instansi pemerintahan. Ini bisa dikatakan seperti "tradisi" yang terus berulang di setiap rezim yang berkuasa. Anehnya, meski berbagai lembaga pengawasan dibentuk, tetapi tak mampu menjadi solusi tuntas terhadap permasalahan kebocoran anggaran.
Diwartakan oleh liputan6.com (31/12/2023), sepanjang tahun 2023 saja, Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), telah berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp74,7 triliun. Selain itu, Kejaksaan Agung juga berhasil memulihkan keuangan negara sebesar Rp10,4 triliun. Penyelamatan dan pemulihan uang negara tersebut terkait penanganan perkara perdata dan Tata Usaha Negara (TUN), sebagaimana dikemukakan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumendana.
Lantas, apa itu Jamdatun dan bagaimana cara penyelesaian perkaranya? Apa yang menjadi penyebab terjadinya kebocoran uang negara? Bagaimana pula sistem Islam mencegah kebocoran tersebut?
Mengenal Jamdatun
Mengutip laman kejaksaan.go.id, disebutkan bahwa Jaksa Agung Muda Perdata Tata Usaha Negara (Jamdatun) adalah pembantu Jaksa Agung yang bertugas melaksanakan sebagian tugas dan wewenang serta fungsi kejaksaan, khususnya dalam bidang yustisi perkara perdata dan Tata Usaha Negara (TUN).
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa Jamdatun telah berhasil menyelamatkan uang negara berjumlah triliunan rupiah sepanjang tahun 2023 melalui proses hukum. Dalam proses penanganan perkaranya, Kejaksaan Agung menempuh dua jalur, yaitu melalui penyelesaian litigasi dan nonlitigasi. Melalui jalur litigasi, perkara yang berhasil diselesaikan Kejaksaan Agung sebanyak 1.287.
Sedangkan perkara perdata yang berhasil diselesaikan melalui jalur nonlitigasi berjumlah 6.883 atau 40,15 persen dari seluruh perkara. Selain menyelesaikan berbagai perkara, sepanjang tahun 2023 saja, Kejaksaan Agung juga telah menerbitkan 14 produk hukum dalam bidang perdata dan TUN. (liputan6.com, 31/12/2023)
Lalu apa itu jalur litigasi dan nonlitigasi yang ditempuh oleh Jamdatun? Diketahui, jalur litigasi merupakan penyelesaian perkara atau permasalahan hukum antara para pihak tertentu, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun TUN. Di mana, penyelesaiannya dilakukan melalui jalur hukum (pengadilan). Secara singkat, litigasi merujuk kepada hukum formal yang terjadi di pengadilan. Prosesnya dilakukan dengan mengikuti semua tahapan di pengadilan, mulai pengajuan klaim, persidangan, presentasi bukti, pembelaan, peninjauan ulang, dan berakhir dengan keputusan pengadilan.
Sedangkan jalur nonlitigasi merupakan penyelesaian perkara atau masalah hukum yang dilakukan di luar pengadilan atau biasa dikenal dengan penyelesaian sengketa alternatif. Prosedur yang bisa dilakukan dalam jalur nonlitigasi berupa negosiasi, konsultasi, konsiliasi, mediasi, ataupun penilaian ahli. Salah satu alternatif yang disediakan dan diakui oleh negara untuk menyelesaikan perkara adalah mediasi. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Anggaran "Bocor", Negara Tekor!
Kebocoran keuangan negara memang menjadi fakta miris sekaligus memprihatinkan. Apalagi kebocoran tersebut tidak hanya terjadi sekali atau dua kali, tetapi sudah terjadi secara berkala. Kebocoran anggaran sendiri dapat diartikan raibnya sejumlah uang yang seharusnya digunakan untuk membiayai proyek atau kebutuhan tertentu, tetapi justru masuk ke kantong pihak lain yang tidak bertanggung jawab.
Kebocoran keuangan negara sendiri bisa terjadi dalam berbagai bentuk, misalnya dana yang dibelanjakan tidak sebesar dengan apa yang sudah dianggarkan, lalu selisihnya dikorupsi. Bisa juga seluruh dana dibelanjakan sesuai peruntukannya, tetapi tidak mencapai target. Ini bisa dikatakan sebagai inefisiensi atau pemborosan. Kebocoran anggaran juga bisa terjadi di berbagai tingkatan baik pusat, daerah, hingga pemerintah desa.
Sesungguhnya tak ada asap jika tak ada api. Pun demikian dengan APBN yang tidak akan bocor tanpa sebab. Salah satu sebab bocornya uang negara adalah lemahnya pengawasan sehingga anggaran yang dikeluarkan tidak sesuai dengan hasil yang diinginkan. Selain itu, perilaku korup para pejabat negara juga menjadi penyebab kebocoran keuangan negara.
Kebocoran anggaran memang nyata adanya. Hal ini pun diakui oleh Presiden Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), pada 2023 lalu. Jokowi memberi contoh terhadap dana APBD untuk penanganan stunting di salah satu daerah. Presiden mengatakan, anggaran yang disediakan untuk program tersebut adalah Rp10 miliar, tetapi realisasi untuk membeli makanan bergizi bagi anak-anak penderita stuntingbahkan tak sampai Rp2 miliar.
Seharusnya dari Rp10 miliar anggaran tersebut, 80 persennya digunakan untuk belanja telur, ikan, sayur, dan makanan bergizi bagi anak penderita stunting. Bukan justru dibelanjakan di luar peruntukannya. Contoh lainnya adalah dana pembangunan balai penyuluhan pertanian dengan anggaran Rp1 miliar. Setelah dilakukan pengecekan, 80 persen dari anggaran tersebut justru digunakan untuk honor dan perjalanan dinas.(rm.id, 15/06/2023)
Problem Sistemis
Fakta-fakta di atas hanyalah beberapa contoh kebocoran anggaran yang telah merugikan negara. Masih banyak fakta serupa yang terjadi di negeri ini, bahkan yang tidak terungkap pun bisa jadi lebih banyak lagi. Memang benar, sulit membuktikan berapa nilai sebenarnya dari seluruh kebocoran anggaran di negeri ini. Tidak pernah ada bukti valid yang disodorkan, baik oleh pemerintah maupun pihak-pihak yang mengeklaim adanya kebocoran anggaran negara.
Namun yang pasti, praktik-praktik semacam ini banyak terjadi di negara yang sarat dengan korupsi dan kental budaya birokrasi. Realitas ini pula yang terjadi di negeri ini. Korupsi sudah seperti kanker yang menggerogoti seluruh sendi di negeri ini. Pun demikian dengan birokrasi yang amburadul, tidak transparan, dan tidak efisien, menjadi alarm berkembangnya praktik-praktik penyelewengan anggaran. Pada intinya, kebocoran anggaran merupakan masalah sistemis yang telah lama ada di negeri ini, bahkan diyakini sudah terdeteksi sejak 10 tahun Indonesia merdeka.
Inilah buah dari penerapan sistem demokrasi kapitalisme dengan akidah sekulernya. Sistem yang menjauhkan agama dari urusan kehidupan tersebut, memang jamak melahirkan praktik-praktik kecurangan karena ketiadaan sifat amanah dari para pejabat negara. Praktik-praktik tersebut tidak mungkin hilang selama sistem ini masih diagungkan dan dijadikan pegangan. Karena itu, meski Jamdatun telah berhasil menyelamatkan sebagian uang negara, tetap saja lebih banyak anggaran negara yang terlanjur bocor dan tidak mampu diungkap.
Mencegah Kebocoran Anggaran dalam Islam
Islam merupakan satu-satunya sistem kehidupan yang unik dan kompleks. Salah satu tata aturan yang diatur secara sempurna dalam Islam adalah sistem keuangan. Pengaturan sistem keuangan dalam Islam sangat khas dan berbeda dengan sistem kapitalisme. Sistem ini akan menjaga keuangan negara tetap dalam kondisi aman dan jauh dari kebocoran.
Dalam mengatur anggaran negara, sistem Islam memiliki beberapa perincian, yaitu: pertama, syariat Islam menetapkan bahwa pihak yang berhak mengatur keuangan negara adalah khalifah. Karena itu, kriteria seorang khalifah harus benar-benar sesuai standar syariat, yakni muslim, berakal, balig, mampu, merdeka, dan adil. Dengan kriteria tersebut maka akan lahir seorang pemimpin yang memiliki keimanan kokoh. Keimanan tersebut akan membuat seorang pemimpin menjaga amanah dalam tugasnya dan selalu berhati-hati saat mengatur arus masuk dan keluar dari anggaran negara. Tersebab syarat seorang khalifah yang unik tersebut, membuat tidak semua orang mampu menjadi pemimpin.
Salah satu contoh pemimpin yang amanah adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Suatu ketika anaknya datang ke ruang kerja sang khalifah untuk membicarakan masalah keluarga. Sang khalifah lantas mematikan lampu di ruang kerjanya karena lampu yang digunakan tersebut dibeli dari uang negara. Artinya, saat membicarakan masalah keluarga, maka Khalifah Umar bin Abdul Azis tidak mau menggunakan fasilitas negara.
Kedua, sistem Islam memiliki pemasukan APBN yang tetap dan jumlahnya pun beragam. APBN Khilafah akan mendapat pemasukan dari beberapa pos, yakni zakat, kas negara, dan kepemilikan umum. Pos zakat akan diisi oleh para muzaki atau orang-orang yang wajib membayar zakat. Kas negara berisi pemasukan dari jizyah, ganimah, fai, kharaj, harta tak bertuan, dan harta yang dikembalikan oleh orang-orang yang berbuat curang. Sementara itu, pada kas kepemilikan umum akan diisi oleh hasil pengelolaan SDA.
Ketiga, negara akan memberlakukan pengeluaran yang ketat. Semua pembiayaan yang dilakukan oleh negara hanya diperuntukkan bagi kebutuhan penting dan tidak melanggar syariat. Dengan pengeluaran yang ketat, maka sifat boros dapat dihindari. Pada saat yang sama, hal ini akan mencegah kebocoran kas negara.
Keempat, memberlakukan pengawasan yang teliti. Setiap pembelanjaan yang dilakukan oleh negara akan diawasi oleh beberapa pihak, yakni rakyat, Majelis Umat, Majelis Wilayah, dan partai politik. Dengan pengawasan yang begitu teliti dari berbagai pihak, maka peluang berbuat curang dan menyelewengkan keuangan negara dapat diminimalisasi. Jika terlanjur terjadi kecurangan, negara akan memberikan sanksi tegas agar tidak terulang kembali. Bagi para pejabat atau penguasa yang melakukan kecurangan dan penyelewengan uang negara, hendaklah merenungi hadis Muttafaq ‘alaih berikut:
عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَا مِنْ عَبْدِ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً, يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ, وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ, إِلَّا حَرَّمَ اَللَّهُ عَلَيْهِ اَلْجَنَّةَ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya: Dari Ma'qil bin Yasar r.a. berkata, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Tidaklah seorang hamba pun yang diberi amanah oleh Allah untuk memimpin bawahannya yang pada hari kematiannya ia masih berbuat curang atau menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga atasnya."
Khatimah
Demikianlah hal-hal yang akan diterapkan dalam pengelolaan APBN Khilafah agar terhindar dari penggunaan yang tidak tepat. Langkah-langkah tersebut merupakan bentuk penjagaan Islam terhadap keuangan negara agar tidak mudah disalahgunakan. Namun, harus diingat bahwa penjagaan Islam terhadap anggaran negara hanya akan sempurna jika hal-hal tersebut diterapkan dalam bingkai Khilafah. Pasalnya, hanya Khilafah satu-satunya penjaga terbaik bagi harta dan kaum muslim sendiri.
Wallahu a'lam bishawab.[]
What? Uang negara bocor, apa karena kantongnya yang bocor. Eh ternyata karena di lubangi para koruptor lagi.. Hmm
Hihi ... gampang melubangi kas negara di sistem sekarang
Demokrasi menyuburkan korupsi, Islam harus diterapkan mengingat ia adalah satu-satunya sistem yang mempu mencegah dan menutup rapat celah korupsi. Karena sistemnya selalu merasa dalam pengawasan Allah dan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Sang Pencipta kehidupan fana. Dan akhirat tujuan utama manjsia hidup di dunia. Bukan seperti kapitalisme sekuler yang saat ini sedang diterapkan banyak kehancuran keuangan negara. Barakallah mbk penulis.
Betul mbak, solusi Islam adalah harga mati ys
Proses pengadilan dalam sistem demokrasi sangat panjang dan berbelit-belit. Ini memungkinkan terjadinya kongkalingkong antara yang berkasus dengan para hakim. Sudah sering terjadi penangkapan hakim karena menerima suap. Berbeda dengan Islam. Yang menuduh harus menunjukkan bukti sedang yang tertuduh tidak perlu membalas dengan bukti lagi kecuali menolak atau menerima tuduhan dan bersumpah. Semua dikembalikan kepada Allah. Jika berdusta, Allah yang menghukumnya dan itu jauh lebih berat.
Betul mbak, praktik-praktik kotor tersebut memang nyata adanya
Barakallah mba Sartinah.
Sulit memang mau memberishkan perpolitikan dalam sistem kapitalisme
Betul mbak Riah, karena kapitalisme adalah biang keroknya
Perilaku korup muncul karena sistem yang diterapkan memberi peluang untuk melakukan hal itu.
Betul bu, memang sistemnya yang memfasilitasi
Memang benar. Sistem demokrasi melahirkan pemimpin korup, tidak amanah, dan minim keimanan. Nauzubillah
Betul mbak, realitasnya sudah sangat terang benderang ya.