"Sekularisme bukan hanya menjauhkan peran ibu dari tugas mencetak umat mulia, namun juga menciptakan kebodohan bagi seluruh umat manusia.”
Oleh. Yana Sofia
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Apa yang kamu lakukan jika ada ibu-ibu menghalangi dakwahmu, dan dengan nada memohon ia mengatakan agar anaknya tidak boleh berhijab dahulu? Itulah yang terjadi di awal hijrah saya dahulu. Saat liburan kuliah, biasanya saya membuka les gratis untuk adik-adik di kampung yang diiringi dengan mengaji Al-Qur'an dan terjemahannya.
Nah, di sanalah mereka menemukan ayat hijab di surah Al-Ahzab ayat 59, yang berbunyi, "Wahai nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Ayat ini lantas menjadi awal bagi mereka yang masih berusia 13 tahun berhijab. Sayangnya, hal ini tidak direspons baik oleh keluarga mereka masing-masing.
Masih Kecil
Pada saat itu, ibu dari adik-adik ini merasa jilbab adalah pakaian orang dewasa dan tidak boleh dipaksa untuk anak-anaknya. Terlalu "ketuaan" jika anak usia 13 tahun sudah berhijab. Karenanya, si ibu berpendapat, nanti saja berhijabnya jika sudah dewasa. "Jika usia mereka sudah matang, maka biarkan mereka memilih berhijab suka-suka mereka," itu yang dikatakan si ibu.
Sungguh, saya kehilangan kata-kata untuk membalas ucapan si ibu. Walau bagaimanapun, seorang ibu memiliki hak atas anak-anaknya sendiri, ketimbang orang luar yang hanya guru les mereka. Dalam kondisi itu, saya hanya bisa merespons kekhawatiran si ibu dengan menjelaskan, alangkah bahagianya ibu memiliki anak yang mau berhijab di usia sebelum balig, sementara yang sudah dewasa banyak mengumbar auratnya dan susah untuk diajak taat. Sembari menjelaskan keutamaan hijab bagi muslimah yang merupakan perintah Allah.
Namun, lagi-lagi si ibu menolak. Ia beralasan anaknya belum cukup usia untuk berhijab. Saya berhusnuzan mungkin si ibu ingin anaknya benar-benar paham dahulu hakikat hijab, agar kelak memakainya tidak main buka sesuka hati. Walau hati kecil juga menyayangkan, alasan 'masih kecil' ini tidak sesuai syariat. Karena jujur, saya yang hijrah di bangku kuliah saja menyesal, kenapa tidak dari kecil belajar Islam dan menutup aurat?
Kapan Lagi?
Sungguh, hari ini kita bisa melihat secara langsung banyak bocah terlibat masalah dekadensi moral. Akibat sekularisme, remaja hari ini makin jauh dari didikan Islam dan karakternya sebagai generasi terbaik. Tidak hanya dewasa, usia bocah pun kini terjebak dalam masalah degradasi moral yang parah.
Seperti yang terjadi di Kecamatan Mojokerto, Jawa Timur, baru-baru ini. Dikutip Idntime.com (21/01/2023), anak TK usia 6 tahun diperkosa oleh 3 bocah usia 8 tahun sebanyak lima kali sejak 2022. Kejahatan bocah lainnya juga terjadi di Nunukan, Kalimantan Utara, dikutip Kompas.com, bocah 8 tahun mencuri sebanyak 23 kali dengan nominal di bawah Rp10 juta. Lalu berita lainnya datang dari Makassar, dikutip Detik.com (11/01/2023), dua remaja dibekuk polisi karena membunuh bocah 11 tahun, di mana salah satu pelakunya masih berusia 14 tahun.
Ini adalah segelintir fakta kejahatan yang dilakukan anak usia bocah, yang seharusnya dalam pola asuh dan asih keluarga. Di usia ini seharusnya mereka sedang asyik bermain dengan teman sebaya, sembari diarahkan untuk meningkatkan pengembangan karakter dan kualitas akademiknya, baik di rumah maupun di sekolah. Sayangnya, di usia sangat belia mereka harus terjerumus dalam perilaku tercela yang jauh dari karakter generasi terbaik. Jika masih kecil saja sudah terlibat perzinaan, pencurian, dan pembunuhan, bagaimana besarnya? Karena itu, pendidikan agama wajib diterapkan sejak usia dini, agar kelak dewasa lebih mudah diarahkan.
Amat Disayangkan
Karena itu, amat disayangkan jika masih ada keluarga yang menghalangi anak-anak mereka belajar dan mempraktikkan perintah hijab, salat, hingga menjaga pergaulan bebas, dengan cara membatasi pergaulannya pada yang bukan mahram. Terlebih, membentuk kepribadian Islam bukan perkara mudah di alam sekularisme. Jika anak berkeinginan untuk taat walaupun awalnya hanya coba-coba berhijab, apa salahnya jika keluarga mendukung? Bukankah hal ini akan memudahkan kerja orang tua juga?
Saya pernah kaget sekali, saat salah seorang adik hijrah mengeluhkan ia tidak bisa berhijab dan salat malam, karena ibunya beranggapan berpakaian syar'i menandakan pakaian ustazah, belum pantas seorang anak memakainya. Sementara, salat malamnya dihalangi orang tua, karena khawatir anaknya sesat. Sebab si ibu hanya tahu salat wajib itu lima waktu sehari semalam.
Fenomena ini makin membuka mata kita. Sekularisme bukan hanya menjauhkan peran ibu dari tugas mencetak umat mulia, namun juga menciptakan kebodohan bagi seluruh umat manusia. Akibat kebodohanlah umat Islam hari ini meninggalkan agamanya sebagai aturan hidup yang paling sahih, lalu menyolusi seluruh masalah hidupnya memakai ide lain selain Islam.
Maka wajar, ibu yang seharusnya menjadi madrasah ula bagi anak, malah tidak tahu harus mendidik anaknya dengan apa? Di tengah makin gencarnya arus liberalisme dalam kehidupan, si anak tak mampu memfilter mana budaya yang boleh diambil, mana pula yang harus ditinggalkan. Walhasil, tak sedikit generasi terjerumus pada dekadensi moral, sementara orang tua tak memahami bagaimana cara membentengi generasi dari ide rusak tersebut.
Khatimah
Kita mengimbau seluruh elemen masyarakat mau berbenah. Yang saleh dan salehah itu bukan hanya anak mengaji, ustaz, atau ustazah saja. Dari level pemimpin, masyarakat, orang tua, dan anak-anak, seharusnya dibina untuk menjadi insan bertakwa. Pemimpin bertakwa akan amanah menjalankan kepemimpinannya. Orang tua yang paham agama akan sukses mengajarkan anak-anak dengan ilmu agama. Lalu generasi yang saleh dan salehah siap meneruskan estafet kepemimpinan di masa depan.
Karena itu, tidak ada kata terlambat untuk belajar Islam, tidak pula ada kata terlalu cepat. Sebaliknya, Allah perintahkan kita belajar Islam, karena itu adalah satu-satunya jalan keselamatan. Sebagaimana sabda Rasulullah, "Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)[]