Pangkal dari masalah yang menimpa lingkungan kehidupan keluarga adalah aturan hidup yang demikian sekuler
Oleh: Miladiah Al-Qibthiyah
(Pegiat Literasi dan Media)
NarasiPost.Com-Miris. Itulah ungkapan yang tepat tatkala mendengar adanya berita tentang seorang anak tega dan hilang nurani sebab memenjarakan ibu kandungnya lantaran cekcok soal baju. Sang anak tersebut melaporkan ibu kandungnya ke polisi dan kini sang ibu mendekam dalam sel tahanan Polsek Demak kota. (Detik.com/09-01-2020)
Kasus serupa juga pernah terjadi di Nusa Tengara Barat (NTB) pada Juni 2020 lalu. Seorang anak melaporkan ibu kandungnya ke polisi karena masalah motor. Insiden ini berawal dari perseteruan harta warisan tanah peninggalan sang ayah yang dijual seharga Rp 200 juta dan 15 juta untuk membeli motor.
Sungguh berada di luar nalar manusia. Keluarga yang seharusnya menciptakan lingkungan kehidupan yang harmonis, justru retak akibat keserakahan dan kedurhakaan seorang anak kepada orang tua, terkhusus ibu kandung sendiri.
Kasus-kasus di atas sangat memprihatinkan, bahwasanya ada masalah yang tengah menggerogoti diri anak remaja. Era millenial saat ini memaksa mereka bersikap hedonis. Mereka menuntut para orang tua agar memenuhi seluruh keinginannya. Lebih jauh lagi, mereka tidak segan-segan menuntut orang tua kandung mereka ke jalur hukum manakala keinginannya tidak terpenuhi.
Persoalan remaja kian kompleks. Hal ini tentu berawal dari salah pengasuhan sejak mereka mengenal lingkungan kehidupan pertama mereka. Para orang tua, khususnya ibu juga terseret arus kehidupan sosialita. Tak jarang anak yang memiliki ibu model sosialita akan selalu berpikir praktis, yakni membahagiakan anaknya dengan materi saja tanpa adanya ikatan jiwa (emosional) yang merekatkan hubungan kasih sayang di antara mereka.
Pun tak sedikit dari ibu berpasrah dengan keadaan akibat perceraian, hingga anak tidak merasakan kehidupan yang harmonis. Naasnya, anak akibat korban perceraian akan mencari pelampiasan hidup di luar benteng pertahanan pertama mereka sejak lahir, yakni keluarga.
Sekularisme Biang Kerok Persoalan Keluarga
Menjadi PR besar bagi orang tua ketika memiliki seorang anak jauh dari sosok yang berkepribadian Islam. Kemajuan teknologi telah menyita fitrah dan naluri seorang ibu sebagai ummun warabbtul bait. Seperangkat gadget hingga uang tunai menjadi alat pengganti kasih sayang para orang tua. Mereka berpikir dengan memberikan fasilitas berupa materi akan membuat para anak remaja merasa diberi kasih sayang. Padahal, faktanya tidak demikian. Justru dengan pembiasaan hidup hedonis, perlahan tapi pasti akan membentuk pola pikir anak remaja yang menilai hubungan antara mereka dengan orang tuanya diukur dengan materi hingga standarnya hanyalah untung rugi.
Lebih parahnya lagi, keadaan keluarga yang mengadopsi nilai-nilai liberal akan memberikan kebebasan seluas-luasnya pada anak remaja. Hal tersebut tentu akan berdampak pada pola sikap anak yang tidak mengindahkan aturan dari orang tua, bahkan penghormatan terhadap orang tua nyaris hilang. Anak remaja menjadi durhaka sebab bertindak semena-mena terhadap orang tua. Bahaya liberalisme akan menghasilkan anak yang tidak hanya bebas melawan perintah dan perkataan orang tua, bahkan bebas menuntut orang tua ke ranah hukum hingga memenjarakan orang tua akibat perilaku yang terkontaminasi dengan nilai-nilai liberal.
Pangkal dari masalah yang menimpa lingkungan kehidupan keluarga adalah aturan hidup yang demikian sekuler. Bahkan di sekolah pun anak hanya ditransfer pelajaran sekolah semata, tidak menjadi tempat mendidik pribadi anak agar salih dan bertakwa. Akibatnya, sistem sekuler yang jauh dari aturan Tuhan (agama Islam) akan merusak dan menghancurkan kehidupan generasi.
Tatanan kehidupan keluarga yang jauh dari aturan Islam tidak akan mampu membentuk karakter anak. Sekulerisme senantiasa menggiring anak remaja berpikir dan berperilaku bebas hingga kebablasan dalam bertindak, akibat rapuhnya pertahanan keluarga yang tidak tunduk dan menerapkan aturan agama hingga amat jauh dari nilai-nilai Islam.
Fungsi Keluarga Rapuh Kembali Utuh dengan Syariat Islam
Berbagai masalah yang menimpa anak remaja bukan sepenuhnya menjadi tanggung jawab orang tua, apalagi diserahkan pada pihak kepolisian. Akan tetapi, butuh solusi integral dan sistemis, yakni dengan mengubah asas kehidupan yang demikian sekuler-liberal, di mana agama dipinggirkan dalam mengatur urusan kehidupan, baik dalam skup kecil, seperti ranah individu dan keluarga, maupun skup besar, masyarakat hingga negara.
Syariat Islam telah menempatkan keluarga memiliki fungsi politis dan peran strategis. Keluarga berfungsi sebagai penyalur pendidikan pertama dan utama bagi anak-anaknya. Orang tua dalam hal ini ayah dan ibu sebagai sumber pertama dalam pengajaran ilmu sekaligus menanamkan adab sebagai seorang hamba Allah. Orang tua berfungsi sebagai tempat membangun dan mengukuhkan hubungan yang harmonis untuk meraih ketenangan dan ketenteraman hidup di antara anggota keluarga.
Adapun fungsi keluarga dalam menjalankan peran strategis dan politisnya adalah memiliki visi mencetak generasi yang tidak hanya unggul di bidang sains dan teknologi, melainkan unggul dalam kesalihan dan ketakwaan, serta siap menjadi calon pemimpin masa depan. Merekalah kelak yang akan menjadi agen yang membangun peradaban agung hingga mampu meraih gelar khairu ummah.
Oleh karena itu, syariat Islam tidak membatasi adanya kehidupan ideal di ranah keluarga saja, melainkan Islam punya seperangkat aturan yang akan memastikan hukum-hukum Islam tegak dengan sempurna dan paripurna di berbagai aspek kehidupan, baik individu, keluarga, maupun masyarakat hingga negara. Wallaahu a'lam bi ash-shawab.[]