Tidak heran jika pemberian beasiswa PIP yang dilakukan saat ini telah memunculkan berbagai tanggapan negatif, meski banyak yang merasa diuntungkan termasuk oleh penerima.
Oleh. Munawwarah Rahman, S.Pd
(Kontributor NarasiPost.Com & Praktisi Pendidikan)
NarasiPost.Com-Menjelang pilkada, berbagai problematika mulai muncul ke permukaan. Salah satunya adanya indikasi terkait politisasi beasiswa PIP yang dilakukan oleh Ratih Megasari Singkarru, sebagai anggota DPR RI Komisi X. Diduga hal itu dilakukan untuk mendukung salah satu pasangan calon yang akan maju dalam pemilihan di Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
Indikasi tersebut tampak ketika pembagian kartu bantuan beasiswa Program Indonesia Pintar (PIP) di Kecamatan Mapilli dan Luyo pada Kamis, 26-09-2024. Bantuan telah diberikan kepada ratusan siswa di berbagai sekolah. Adapun titik pertama, SDN 003 Lampa, SDN 002 Mapilli, SDN 051 Lampa, SDN 028 Ugi Baru, SDN 054 Parreddeang, SDN 065 Kurma, SMP Negeri 1 Mapilli, SMKS Cipta Insani Nusantara, SMA Swasta DHI Mapilli. Titik kedua, SDN 060 Manumanukang Puccadi Kecamatan Luyo, SMPN 2 Campalagian, dan SMKN Campalagian Kecamatan Luyo.
Beragam Tanggapan
Temuan ini telah memunculkan beragam tanggapan dari berbagai kalangan. Seperti Fuad yang mengatakan bahwa, pendataan beasiswa PIP seharusnya tidak dilakukan Ratih Singkarru selaku anggota Komisi X DPR RI asal Sulawesi Barat. Sekolah atau Dinas Pendidikan Polewali Mandarlah yang wajib melakukan pendataan tersebut dan bukan relawan politik sebab jika hal itu tetap dilakukan, sama saja sebagai komoditas politik yang jelas melanggar hukum.
Ia juga menambahkan, jika pendataan dilakukan di tengah-tengah agenda menuju pilkada (Polewali Mandar), justru nuansa politiknya lebih tampak sehingga pemberian beasiswa akan bersifat politis karena masyarakat dijanjikan beasiswa PIP ketika memilih calon bupati yang diusung oleh Ratih Singkarru.
Sementara itu, Andi Ibrahim Masdar, Ketua PGRI Kabupaten Polewali Mandar, turut berkomentar terkait dugaan politisasi dan penyelewengan beasiswa (PIP) yang diduga dilakukan oleh Ratih Singkarru. Demi menghindari dugaan yang berbau politis, dia berharap Panwaslu, DPR, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Polman, menunda sementara pemberian beasiswa demi perlindungan protektif kepada para dan kepala sekolah agar tidak terlibat dalam masalah ini.
Lebih lanjut, ia juga mengatakan politisasi dan penyelewengan beasiswa (PIP) hanya akan merugikan para siswa yang berhak menerima. Karena boleh jadi mereka yang berhak menerima justru tidak dapat dan akhirnya membuat mereka putus sekolah, ia bahkan tidak rela jika hal itu dijadikan komoditas politik untuk memilih Dirga Singkarru sebagai salah satu calon Bupati Polewali Mandar 2024.
Beasiswa Rawan Politisasi
Tak bisa dimungkiri negara yang menerapkan sistem sekuler kapitalisme akan melakukan berbagai cara demi meraih keuntungan termasuk ketika menjelang pilkada. Berbagai cara akan dilakukan demi menyentuh hati masyarakat hingga akhirnya mendapatkan suara untuk memenangkannya. Maka tidak heran jika pemberian beasiswa PIP yang dilakukan saat ini telah memunculkan berbagai tanggapan negatif, meski banyak yang merasa diuntungkan termasuk oleh penerima.
Beasiswa (PIP) adalah program pemerintah yang bertujuan untuk membantu biaya pendidikan anak-anak dari keluarga penerima manfaat (KPM) untuk membantu para siswa mendapat fasilitas pendidikan yang layak, sekaligus menarik kembali siswa yang putus sekolah, maka pemerintah menyalurkan PIP Kemdikbud 2024. PIP ini bertujuan sebagai bantuan sosial untuk orang yang kurang mampu. Mirisnya, beberapa artikel telah menyebutkan beasiswa PIP yang diberikan menjelang pilkada justru didapatkan juga oleh mereka yang terkategori mampu.
Seperti yang disampaikan oleh Agus Salam, Koordinator Koalisi Masyarakat Lawan Politisasi KIP-PIP bahwa penyimpangan pemberian beasiswa PIP rentan dengan perilaku korupsi. Pasalnya, kata dia, yang menerima beasiswa PIP bukan lagi yang kurang mampu.
Khilafah Anti Politisasi
"Ini potensial merugikan uang negara karena sudah tidak tepat sasaran apabila diduga ada ASN dan anak pejabat yang menerima itu,” ujar Agus dalam keterangan tertulis.
Dalam sistem Islam yang disebut Khilafah, sesuatu yang menjadi hak rakyat seperti dana pendidikan tak akan dipolitisasi oleh siapa pun, termasuk dalam hal pergelaran pilkada serentak. Hal ini dikarenakan mereka yang akan maju dalam pemilihan tidak perlu mengeluarkan biaya besar untuk meraih suara, terutama dengan cara-cara curang bahkan haram.
Para calon dalam sistem Islam sangat memahami bahwa tampuk kepemimpinan kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. sehingga para calon akan berhati-hati menuju proses pemilihan. Bahkan hingga mereka kelak terpilih menjadi bagian dari orang-orang penting dalam sebuah negara, mereka akan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya atas dorongan keimanan kepada Allah Swt., bukan karena materi dan jabatan semata sebagaimana yang marak dalam sistem sekuler kapitalisme.
Sebagaimana hadis Rasulullah saw., "Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari).
Pendidikan dalam Sistem Islam
Yeni Asropi, Ph.D, pengamat sosial ekonomi dalam MuslimahNews.net mengatakan bahwa pendidikan dalam sistem Islam gratis dan sangat berkualitas. Bahkan menjadi ladang pahala bagi seluruh pihak yang terlibat sekaligus menyebarkan ilmu pengetahuan ke seluruh dunia sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Baca: Sengkarut Dana dalam Sistem Semaput
“Pembiayaan menjadi pembeda antara sistem Islam dengan kapitalisme. Di mana, pendidikan dalam Islam adalah tanggung jawab negara sehingga seluruh pembiayaannya, termasuk gaji para pendidik/dosen, infrastruktur, serta sarana dan prasarana pendidikan akan ditanggung oleh negara,” ujarnya.
Ketentuan ini sesuai sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari,
“Imam itu adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Atas dasar itu, negara harus menjamin setiap warga negara dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya,” tuturnya.
Sejarah Islam telah membuktikan bahwa para khalifah telah menyediakan pendidikan gratis bagi rakyatnya dan itu terlihat sejak abad ke-4 H lalu. Para khalifah telah berupaya membangun berbagai perguruan tinggi dan melengkapinya dengan berbagai sarana dan prasarana yang dibutuhkan, salah satunya adalah perpustakaan.
Selain itu, setiap perguruan tinggi akan dilengkapi dengan “iwan” atau auditorium, asrama mahasiswa, perumahan dosen dan ulama, taman rekreasi, kamar mandi, dapur, dan ruang makan. Islam memandang bahwa pendidikan adalah hak dasar rakyat yang harus terjamin dan terpenuhi sebab ia menjadi jalan untuk meraih ilmu. Tentunya ilmu diperlukan untuk menjalankan kehidupan. Ilmu pula yang menjadi pembeda kualitas suatu bangsa.
Dengan jaminan pendidikan yang telah diberikan oleh negara terhadap rakyat, maka mustahil menemukan orang-orang yang memanfaatkan dana pendidikan demi kepentingan individu atau masyarakat sebab negara sendiri yang akan memastikan penyaluran dana tersebut hingga seluruh warga Daulah Khilafah bisa menikmatinya. Politisasi dana pendidikan pun tak akan terjadi sebagaimana yang terjadi saat ini. Wallahu A’lam. []
Barakallah Mbak Munawwarah