UMKM Go Global, Perempuan Makin Sejahtera?

UMKM go global

Kapitalisme menjadikan perempuan hanya sebagai bahan eksploitasi bagi para oligarki untuk meraih keuntungan mereka sendiri.

Oleh. Siti Komariah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-"Wanita cantik itu hal yang biasa di mata dunia, namun wanita sukses dalam pekerjaan dan mandiri adalah hal luar biasa." Quote ini sejalan dengan prinsip program PFpreneur Pertamina Foundation 2023 yang diprakarsai oleh PT Pertamina Persero dalam rangka mendukung UMKM Indonesia go global. 

Pertamina Foundation merupakan sebuah program pemberdayaan perempuan di bidang kewirausahaan untuk mendorong pengembangan minat dan potensi usaha kecil dan menengah. Tujuannya yakni mendorong untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kewirausahaan pada perempuan yang berbasis pengelolaan usaha modern, agar nanti bisa bersaing di kancah global dan menjadikan perempuan mandiri dan mampu mewujudkan kesejahteraan pada dirinya dan keluarga. Program ini menyasar para perempuan-perempuan yang produktif yakni usia 18 tahun dan sudah memiliki usaha minimal telah berjalan 6 bulan. 

Pembinaan UMKM untuk go global ini merupakan salah satu program pembinaan Pertamina yang paling tinggi, setelah tiga tahapan sebelumnya, yakni go modern, go digital, dan go online. Tahapan ini dirancang melalui UMK Academy. Pada kelas ini, UMKM tahap go global akan dipersiapkan dengan berbagai kriteria, seperti mereka sudah siap melakukan ekspor dan mengisi pasar dunia dengan materi pembekalan seputar strategi penentuan harga, kelayakan untuk memulai ekspor, pengenalan world market dan optimalisasi produksi berkelanjutan. 

Para mitra binaan akan diajak berpartisipasi dalam pameran yang diselenggarakan PT Pertamina, baik di dalam dan luar negeri. Tujuannya yakni agar produk mereka dikenal dan mendapatkan tempat di pasar global. Selain itu, para mitra binaan pun mendapatkan pendampingan khusus oleh eksportir tentang kiat-kiat untuk melakukan ekspor ke mancanegara (kompas.com, 4/11/2023).

Benarkah Perempuan Sejahtera?

Sejak perekonomian Indonesia terguncang, UMKM memang menjadi salah satu alternatif terpenting sebagai motor penggerak dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. UMKM nantinya diharapkan mampu mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) di Indonesia. Sebab, nantinya bisa menciptakan lapangan pekerjaan dan inovasi bisnis, serta mampu menjadi benteng adaptasi dan mitigasi dampak negatif ekonomi ke depan. 

Maka, tidak heran UMKM terus digenjot, dan untuk menyukseskan pertumbuhan ekonomi tersebut, semua elemen harus membantu untuk berpartisipasi, termasuk PT Pertamina Persero juga berkontribusi mendorong UMKM hingga go global yang menyasar pelaku UMKM perempuan. Mengapa harus UMKM perempuan? Sebab, perempuan dianggap memiliki kesabaran dan keuletan dalam menjalani bisnisnya, sehingga perempuan akan terus diberdayakan. 

Jika dilihat secara sepintas, program ini merupakan program yang sangat apik untuk membangun perekonomian masyarakat. Akan tetapi, saat diselisik secara mendalam, nyatanya program ini tidak mampu menjadi solusi terhadap permasalahan yang ditimbulkan krisis ekonomi, seperti kemiskinan, stunting, dan lainnya. Yang ada  program ini semakin menguatkan program pemberdayaan perempuan.

Memang, perempuan yang memiliki cuan dianggap sebagai pahlawan dan dipandang mata oleh dunia, namun itu hanya beberapa persen dari keberhasilan perempuan yang menjalankan bisnis UMKM. Sebagian dari mereka pun saat ini banyak yang harus bergelut dengan kesulitan bayar tagihan dan utang, tidak jarang sampai mengalami gulung tikar. 

Menurut Prakarsa Policy Brief dalam survei UMKM perempuan akibat dampak Covid-19 menyebutkan bahwa UMKM perempuan mengalami penurunan omset 90%, yakni 67% terkendala pemasaran produk, 51% kesulitan mengakses modal, dan 35% kesulitan mendapatkan bahan baku pada tahun 2022 lalu.

Dalam program ini pun tidak semua kalangan warga ikut terdaftar, hanya mereka yang mahir dalam dunia digitalisasi dan memiliki modal besar. Alhasil, lagi-lagi mereka kaum berada yang diuntungkan, sedangkan para perempuan lainnya hanya menjadi buruh dengan upah sekadarnya.

Walaupun nantinya perempuan berhasil dalam dunia kerja, namun ketahanan keluarga serta keharmonisan dalam rumah tangga akan terancam. Hak pengasuhan anak pun menjadi terabaikan. Alhasil, moral generasi menjadi tidak karuan. 

Selain itu, keselamatan perempuan pun juga patut dipertanyakan saat mereka terjun ke ranah publik, apalagi dalam sistem saat ini gaya hidup jauh dari tatanan syariat-Nya dan negara pun tidak mampu memberikan perlindungannya. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA), tercatat ada 17.347 kasus kekerasan pada perempuan di seluruh Indonesia dalam periode 1 Januari-27 September 2023 (katadata.co.id, 27/09/2023).  

Maka, alih-alih perempuan akan sejahtera, yang ada berbagai masalah baru muncul setelahnya. Sebab, kapitalisme menjadikan perempuan hanya sebagai bahan eksploitasi bagi para oligarki untuk meraih keuntungan mereka sendiri. 

Ide Feminis Terselip

Ide feminisme lahir pada zaman Yunani atau Romawi Kuno. Ide ini lahir akibat dari reaksi sekelompok orang yang menolak maskulinitas sebagai bentuk superior pada sistem patriarki. Sistem ini merupakan sistem otoritas yang menindas kaum perempuan melalui institusi sosial, politik, dan ekonomi pada zaman dulu. Seiring berkembangnya zaman, ide ini juga dijadikan sebagai bahan untuk menyetarakan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam segala aspek kehidupan. Kini ide tersebut juga diadopsi oleh negeri-negeri muslim, termasuk Indonesia. 

Dalam ide tersebut, kaum feminisme berupaya untuk memberdayakan perempuan melalui apa pun, termasuk dalam program UMKM perempuan. Perempuan digiring untuk makin jauh dari peran utamanya yaitu sebagai ummu warobbatul bait. Sedangkan mengejar karier dan pekerjaan dijadikan sebagai hal paling utama untuk diwujudkan. 

Ide-ide tersebut dikemas dengan apik untuk membius para kaum perempuan. Salah satunya atas dalih HAM dan kebebasan mereka menyerang muslimah yang taat syariat. Syariat dianggap hal untuk mengekang perempuan di bawah laki-laki. Ide feminisme mencekoki perempuan muslimah bahwa perempuan yang berdaya dalam ekonomi merupakan perempuan yang mandiri dan memiliki kebebasan terhadap dirinya. Alhasil, ide ini memunculkan keengganan untuk menikah dan keengganan untuk memiliki anak. Sebab, semua itu dianggap beban bagi mereka yang ingin terus berkarier. 

Di lansir dari CNBCIndonesia.com, 21/06/2023, tren jomlo terus meningkat dalam satu dekade. Dari 65,82 juta jiwa penduduk Indonesia yang berkategori pemuda sebanyak 64,56% masih berstatus lajang, porsi ini naik tajam sebesar 10,39%. Dalam tren jomlo ini, perempuan berperan besar dalam persentase kenaikan yakni melonjak sebesar 10,15%. 

Ini membuktikan bahwa program kesetaraan gender yang sejatinya merupakan racun cukup berhasil membius para muslimah muda saat ini, termasuk adanya program PFpreneur Pertamina Foundation.

Islam Menyejahterakan Kaum Perempuan

Lahirnya ide feminisme didukung dengan adanya penerapan sistem kapitalisme demokrasi. Sistem ini telah menciptakan berbagai masalah, mulai dari kemiskinan hingga masalah turunannya, stunting, KDRT, dan lainnya yang membuat rakyat sulit mendapatkan kesejahteraan, termasuk para perempuan. Sistem ini pula menjadikan Islam sebagai kambing hitam terhadap diskriminasi yang didapat oleh perempuan. Seperti, maraknya kasus KDRT karena kedudukan perempuan dianggap di bawah kaum laki-laki, sehingga laki-laki bebas melakukan kehendaknya kepada perempuan. 

Padahal, sejatinya perempuan hanya akan mulia dan sejahtera di bawah naungan penerapan Islam kaffah. Syariat Islam mewajibkan negara  untuk memenuhi kebutuhan per individu rakyatnya, tanpa terkecuali perempuan. Ini dilakukan agar perempuan optimal melakukan tugas utamanya sebagai ummu warobbatul bait (ibu sekaligus pengatur rumah tangganya). Tugas utama perempuan sangat penting untuk mencetak generasi yang berkualitas, sebab generasi adalah pilar peradaban suatu bangsa dan mereka adalah calon agent of change

Dalam pandangan Islam, mencari nafkah adalah tugas para suami. Hal itu sebagaimana dalam firman Allah, 

"...وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ

Artinya: "...Dan atas kewajiban ayah menanggung nafkah mereka dan pakaian mereka dengan cara yang patut..." (QS. Al-Baqarah : 233)

Dalam hal ini negara pun memiliki kewajiban untuk menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya kepada para suami agar bisa mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya, sehingga perempuan tidak perlu untuk bekerja. Islam pun memiliki mekanisme nafkah terbaik, yakni jika suami telah meninggal, nafkah istri dan anaknya jatuh pada para walinya. Jika para wali tidak mampu memenuhi nafkahnya, negara akan menjamin pemenuhan nafkahnya dari pos baitulmal. 

Di sisi lain, Islam pun tidak mengekang perempuan sebagaimana pandangan para feminisme. Islam memberikan perempuan ruang seluas-luasnya untuk berkiprah di dalam segala bidang kehidupan, baik menjadi dokter, guru, qodhi hisbah, dan lainnya selama tidak melanggar syariat. Negara pun menjamin kesehatan, pendidikan, bahkan keamanan perempuan ketika mereka ingin terjun ke ranah publik. Tidak dibiarkan seperti pada sistem kapitalisme saat ini, perempuan justru dijadikan tumbal para oligarki untuk mencari keuntungan semata. 

Khatimah

Perempuan tidak akan sejahtera di bawah sistem kapitalisme, apa pun bentuk programnya. Sebab, pemberdayaan perempuan hanya berorientasi pada materi yang menjauhkan fitrah dari perempuan itu sendiri. Ini terbukti, sudah 2 abad program pemberdayaan perempuan berjalan, namun hingga saat ini nasib perempuan masih tidak karuan, bahkan masalah demi masalah perempuan terus timbul. 

Ini berbanding terbalik pada saat Islam diterapkan. Perempuan hanya akan sejahtera di bawah naungan sistem Islam kaffah. Hal itu pun terbukti selama kurang lebih 13 abad pada masa kejayaan Islam silam. Perempuan benar-benar mendapatkan kemuliaan serta kesejahteraan. Bahkan, mereka mendapatkan perlindungan yang luar biasa dari negara, sebagaimana tergambar pada kisah Khalifah Mu'tashim Billah yang menyelamatkan perempuan muslimah dari pelecehan kaum Yahudi. 

Wallahu a'lam bisshawab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
Siti Komariah Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Mengikatkan Diri dalam Dakwah
Next
Palestina Digenosida, Kita Bisa Apa ?
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

4 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Sartinah
Sartinah
10 months ago

Berbagai program perempuan nyatanya gak menyelesaikan problem yang mendera perempuan, baik di Indonesia maupun dunia. Kapitalisme memang bikin kondisi perempuan kian jauh dari fitrahnya.

Ragil
Ragil
10 months ago

Program seperti ini mungkin ada yang berhasil, tapi ya satu dua orang saja. Sedangkan yang tereksploitasi, hampir semua. Anak-anak tidak mendapatkan kasih sayang orang tua. Rumah tangga mudah goyah. Semua terjadi karena perempuan dipaksa untuk berdaya secara ekonomi.

Wd Mila
Wd Mila
10 months ago

Perempuan tidak akan sejahtera di bawah sistem kapitalisme, apa pun bentuk programnya. Sebaliknya, perempuan semakin disibukkan dengan urusan-urusan di luar dari fitrahnya.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram