Penjajahan terhadap Palestina berlarut-larut karena tak ada kekuatan besar umat Islam yang mengusir penjajah. Ini terjadi karena nasionalisme sudah berakar di negeri muslim.
Oleh. Nina Marlina, A.Md.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Aksi dan seruan pembebasan Palestina terus menggema di berbagai negara. Tak terkecuali di negeri ini, dukungan terhadap Palestina terus mengalir. Mulai dari doa bersama, aksi solidaritas, penggalangan dana hingga boikot produk Israel. Besarnya kepedulian masyarakat Indonesia ini diikuti pula oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Merespons kekejaman agresi militer Israel ini, MUI mengeluarkan fatwa baru terkait membeli produk dari produsen yang mendukung agresi Israel ke Palestina.
Sebagaimana dikutip dari CNBC Indonesia.com (11/11/2023), MUI mengeluarkan Fatwa Nomor 83 Tahun 2023 yang berisi tentang Hukum Dukungan terhadap Palestina. Dalam fatwa ini tertera bahwa mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina atas agresi Israel hukumnya wajib. Sebaliknya, mendukung Israel dan mendukung produk yang terafiliasi Israel hukumnya haram. Fatwa tersebut juga merekomendasikan agar pemerintah mengambil langkah-langkah tegas membantu perjuangan Palestina, seperti melalui jalur diplomasi di PBB untuk menghentikan perang dan sanksi pada Israel, pengiriman bantuan kemanusiaan, dan konsolidasi negara-negara OKI untuk menekan Israel menghentikan agresi. Hal tersebut ditegaskan oleh Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh. Ia pun mendorong masyarakat untuk mendukung perjuangan Palestina, termasuk dengan mendistribusikan zakat, infak, dan sedekah untuk kepentingan perjuangan rakyat Palestina.
Tak Cukup Boikot Produk
Respons umat Islam Indonesia terhadap fatwa MUI ini bisa saja berbeda-beda. Ada yang mendukung fatwa MUI sehingga turut serta memboikot produk-produk Israel. Namun, ada juga yang menganggap enteng fatwa tersebut dan tidak ikut melakukan boikot. Namun, reaksi umat Islam terhadap penderitaan Palestina yang dilakukan dengan berbagai cara adalah bentuk kepedulian mereka terhadap Palestina. Begitu besarnya kepedulian ini hingga umat melakukan hal-hal semampu yang mereka bisa, termasuk dengan memboikot.
Sayangnya, penguasa di negeri ini belum melakukan hal yang riil dalam membela Palestina. Seharusnya mereka menggunakan kekuasaannya, misalnya dengan mengerahkan pasukan atau tentara yang dimilikinya untuk menyerang Israel. Bukan sekadar mengutuk atau memberikan bantuan logistik yang sebenarnya mampu dilakukan oleh rakyat.
Penjajahan terhadap Palestina telah terjadi berlarut-larut karena tak ada kekuatan besar umat Islam yang mampu mengusir penjajah. Semua ini terjadi karena ide nasionalisme sudah berakar di negeri muslim. Para penguasa negeri ini terbelenggu oleh ide nasionalisme yang membuat umat Islam tersekat-sekat dalam batasan negara. Nasionalisme telah menghancurkan persatuan umat sehingga kemerdekaan Palestina belum bisa terwujud. Selain itu, cinta kekuasaan menghalangi penguasa negeri muslim untuk melawan ketidakadilan dunia. Apalagi mereka juga tersandera ‘utang’ Barat. Mereka takut kehilangan jabatan dan kekuasaannya tatkala membela Palestina. Ketergantungan penguasa kepada Barat dan negara-negara kapitalis sangat besar sehingga membelenggu sikap dan pendirian mereka.
Oleh karena itu, tak cukup sekadar boikot produk. Semestinya kita juga memboikot ide nasionalisme yang telah menjadi penyebab umat terpecah belah. Kita harus pula memboikot pemikiran dan ide-ide yang lahir dari sistem sekuler yang berasal dari Barat yaitu kapitalisme, liberalisme, moderasi, dan sebagainya. Ide-ide tersebutlah yang telah membuat umat Islam terjajah, terzalimi, dan menjadi kaum terbelakang. Kemiskinan, kebodohan, dan berbagai penderitaan dirasakan umat Islam.
Selain itu, boikot terhadap produk Israel ini sebenarnya bukan solusi hakiki persoalan Palestina, meski saat ini perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Israel sudah mulai terkena dampak boikot. Pasalnya mereka mengalami penurunan angka penjualan yang drastis sehingga laba mereka pun menurun.
Saatnya Kembali pada Islam
Perang pemikiran yang dilancarkan Barat telah membuat mereka berhasil dalam menguasai umat Islam. Strategi ini sangat jitu dalam mencengkeram kaum muslim sehingga Barat dengan mudah mengeksploitasi kekayaan negeri-negeri Islam. Akhirnya Barat sukses melanggengkan penjajahannya, umat pun tidak mampu bangkit dari keterpurukannya.
Oleh karenanya, umat Islam wajib menjadikan Islam sebagai ideologi yang memimpin cara berpikir mereka. Begitu pula dengan para penguasa muslim. Semestinya kita membuang semua pemikiran asing yang telah menjajah kaum muslim. Umat wajib bersatu dalam naungan Khilafah Islamiah yang akan menjaga umat dari serangan dan penjajahan orang kafir.
Sebagaimana yang terjadi saat Islam sedang berjaya, umat Islam memiliki pelindung karena dipimpin oleh seorang khalifah. Penjagaan khilafah sangat besar sehingga umat terjaga akidahnya, harta, darahnya, kehormatannya, dan juga tempat tinggalnya. Misalnya, pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra., beliau berhasil menjaga umat dari pembelotan akidah atau kemurtadan dan orang-orang yang enggan membayar zakat dan hendak menyerang kota Madinah. Begitu pula, Sultan Abdul Hamid II yang dengan tegas menjaga tanah Palestina dari rongrongan kaum Yahudi.
Benarlah sabda Rasulullah saw. yang mengatakan,
"Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai yang (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya." (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad).
Untuk itu, marilah kita berusaha dan berjuang untuk mewujudkan kembali kehidupan Islam dengan tegaknya Khilafah yang akan melindungi dan mempersatukan umat dalam ikatan akidah Islam. Wallahu a'lam bishawab.[]
Boikot nasionalisme
Boikot kapitalisme
Ganti dengan sistem Islam