Sistem politik luar negeri “bebas aktif” menjadikan Indonesia terbelenggu dengan pedoman arah kebijakan kapitalisme global. Sehingga, tidak akan pernah muncul kepemimpinannya di mata dunia.
Oleh. Witta Saptarini, S.E.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Dalam konteks pernikahan, kita mengenal istilah pernikahan perak (silver wedding). Di mana, pernikahan tersebut telah berjalan selama seperempat abad. Sementara, bila telah menginjak setengah abad, dikenal dengan sebutan pernikahan emas (golden wedding). Predikat couple goals dan role model, biasanya melekat atas keberhasilannya menempuh kedua masa tersebut. Sementara, 100 tahun alias 1 abad dalam konteks perjalanan sebuah pemerintahan negara, memiliki korelasi dengan visi yang sejatinya menjadi momentum transformatif, dari negara berkembang, maju, hingga adidaya.
Sinyal Kegagalan
Sebagaimana visi “Indonesia emas” yang diusung RPJPN sejak tahun 1996, kemudian dilanjut hingga 2025-2045, yakni mengangkat derajat bangsa Indonesia menjadi negara maju, sejahtera, modern, dan bersaing dengan negara adidaya di dunia. Ya, tepatnya tinggal seperempat abad lagi Indonesia berusia 100 tahun. Berbagai pihak pun optimis dengan ambisi Presiden Joko Widodo, bahwa Indonesia akan masuk dalam kategori negara maju di tahun 2045, seraya berupaya keras merealisasikan segala prasyarat untuk mencapainya.
Namun, target ambisius penguasa tampaknya tak akan tepat mengenai sasaran, disebabkan adanya disharmoni antara cita-cita dan fakta. Bukan tanpa alasan, proyeksi gagal membawa Indonesia menjadi negara maju, merupakan perkara logis dan terestimasi. Artinya, dengan landasan perspektif ekonomi yang rasional, ada data dan fakta yang mendukung. Beragam pandangan melalui press release di berbagai kanal media, ramai menyuarakan sinyal-sinyal kegagalan. Salah satunya, white paper sebuah kajian akademis persembahan LPEM FEB Universitas Indonesia, yang memberikan warna berbeda dengan optimisme banyak pihak. Pun, terhadap pandangan-pandangan realistis dan objektif yang hilang dari pandangan publik saat ini. (metrotvnews.com, 31/10/2023)
Chaikal Nuryakin, S.E., M.S.E., M.A., Ph.D., yang notabene pemimpin LPEM FEB UI, memaparkan white paper ini merupakan wujud kontribusi dan kecintaan UI kepada Indonesia. Di mana, kajian akademis ini menyajikan komparasi proses negara berkembang menjadi maju dan prediksi yang kurang menyenangkan, disebabkan terdeteksinya indikator yang membuat Indonesia terancam gagal naik kelas menjadi Indonesia emas di 2045. Pertama, economic growthstagnan alias stuck di level 5%. Kedua, tax ratio terhadap PDB dalam satu dekade terakhir hanya 9,9%. Ketiga, industry contribution terhadap PDB turun level persisten 18%. Keempat, extreme poverty (kemiskinan ekstrem) bertahan dan persisten di level 1,7%. Kelima, credit growth per tahun mentok di level 15%. Last but not least, gross nation income hanya tumbuh 5%. Di mana, batas negara berpendapatan tinggi ditetapkan sebesar US$13.846. Artinya, Indonesia masih jauh tertinggal. Prediksi analis ini pun menjadi alarm yang cukup menggoyahkan target ambisius penguasa.
Jalan Lain Menuju Negara Maju
Kritik tajam melalui white paper ini dimaksudkan untuk memberikan masukan kepada pemerintahan ke depan, agar realistis dan objektif dengan data. Sebab, memiliki visi dan misi. Berikut beberapa rekomendasi yang ditawarkan white paper LPEM FEB UI, sebagai jalan lain menjadi negara maju. Di antaranya, mendorong ekonomi digital dan kreatif, mempercepat transisi energi, memanfaatkan geoekonomi, serta menyempurnakan hilirisasi. Kajian akademis ini pun menegaskan, jika apa-apa yang direkomendasikan tidak membawa kapal besar Indonesia menjadi negara maju di tahun 2045. Setidaknya, dengan reformulasi kebijakan, memosisikan Indonesia di kelas menengah yang kuat, inovatif, dan produktif. Sekaligus menjadi modal besar mencapai negara maju di masa depan. Maka, dibutuhkan kehadiran pemimpin yang evidence based. Artinya, merencanakan agenda-agenda pembangunannya berdasarkan data dan fakta, untuk meminimalisasi efek misprojection. Efektifkah strategi ini mereposisi Indonesia menjadi negara maju di masa depan?
Navigasi Sistem Kapitalisme
Perlu dicermati, kajian analis terkait indikator penyebab kegagalan ini, belum menyentuh akar permasalahan. Pasalnya, kekayaan sumber daya alam negeri ini melimpah ruah, serta berpenduduk terbesar ke-4 di dunia. Namun, utang luar negerinya overdosis, benar-benar di luar nalar. Maka, jika terlalu berambisi pun berbahaya bagi pembangunan. Namun, langkah strategis yang diperlukan saat ini ialah koreksi hingga ke akarnya. Menjadikan Indonesia sebagai negara maju bukanlah perkara mudah, diperlukan kekuatan sistem politik, ekonomi, juga kepemimpinan yang tinggi alias mumpuni. Selama Indonesia ada dalam navigasi sistem kapitalisme, visi naik peringkat menjadi negara maju hanya sebatas mimpi. Ya, bak pungguk merindukan bulan, 100 tahun Indonesia emas hanya di atas kertas. Pasalnya, berbagai sektor di negeri ini pun telah terperosok. Salah satunya sektor pertambangan, yang notabene direkomendasikan menjadi bagian vital dari formula jalan lain menuju negara maju, melalui penyempurnaan hilirisasi. Industri strategis yang satu ini, memiliki posisi penting dalam pembangunan dan pertumbuhan suatu negara. Namun, dipandang sebagai industri komersial, siapa pun bisa memilikinya “grab it fast” alias siapa cepat dia dapat. Sebab, sistem kapitalisme tak mengenal adanya mekanisme terkait hak kepemilikan. Faktanya, konsesi sektor pertambangan negeri ini didominasi korporasi asing, sementara pribumi menjadi terasing. Alhasil, hanya memakmurkan oligarki dan kaum kapitalis.
Tak heran, sistem politik luar negeri “bebas aktif” yang diadopsi sistem kapitalisme, menjadikan Indonesia (negara berkembang) terjebak dalam instrumen khasnya untuk menjadi negara maju, yakni keran liberalisasi, investasi asing, utang berbunga, serta terbelenggu dengan pedoman arah kebijakan kapitalisme global. Sehingga, tidak akan pernah muncul kepemimpinannya di mata dunia. Alhasil, dalam sistem internasional, mengukuhkan posisi Indonesia, tetap di lingkaran negara-negara price taker (semua negara di dunia ketiga) alias penerima kebijakan internasional, dari negara price center sebagai pembuat kebijakan atau adidaya, sebut saja sebagian negara di Eropa Barat, Amerika Serikat, Jepang, Cina, Korea Selatan, dan India. Artinya, kebijakan beserta politik luar negerinya tidak mandiri. Sehingga, tak mudah bagi Indonesia meraih momentum transformatif menjadi negara maju, apalagi adidaya.
Menuju Adidaya dengan Islam
Dalam perspektif sekularisme, sejarah setiap munculnya sebuah negara adidaya selalu memiliki pola yang serupa, yakni membangun fondasi kekuatan yang kokoh, baik secara politik dan ekonomi. Namun, diwarnai berbagai kehancuran, mulai dari kehancuran ekosistem, generasi, serta hubungan antarmanusia. Sementara, dalam perspektif Islam. Sebelum melangkah secara frontal berhadapan dengan negara-negara besar. Hal yang wajib diprioritaskan adalah mendedikasikan kepemimpinan beserta seperangkat sistemnya, untuk meri’ayah rakyat sebaik-baiknya, agar menjadi negara yang baik, stabil dan kokoh secara politik pun ekonomi. Sehingga, menjadi role model bagi dunia internasional. Sebagaimana yang terjadi pada masa Rasulullah saw., dalam era perintis menuju negara adidaya yang meliputi empat tahapan, yakni era pembangunan ruhiyah, pembentukan ukhuah, stabilitas dalam negeri, serta membangun kedaulatan teknologi dan sains.
Pertama, era menanamkan ruhiyah, yaitu membentuk kesadaran yang menjadi sumber energi no limit untuk membangun tahap selanjutnya, yakni istikamah berpegang teguh pada syariat Islam semata. Kedua, merekatkan ukhuah secara optimal untuk menciptakan suasana sosial yang kondusif, dengan beragam etnis, kepercayaan, dan strata sosial. Pun, menjamin kebebasan nonmuslim untuk beribadah, serta tak ada paksaan untuk log in ke dalam Islam. Sekaligus menjamin kesetaraan di mata hukum dan pelayanan negara. Ketiga, menjaga stabilitas dalam negeri. Hal ini diwujudkan atas landasan hukum yang adil dan kekuasaan yang bijak, yakni melindungi seluruh wilayah beserta rakyatnya, mulai dari jiwa, akal, harta, nasab, dan agama.
Keempat, tahapan yang menjadi refleksi kekuatan tahapan pertama dan disempurnakan di masa setelahnya, yakni membangun kedaulatan teknologi dan sains mutakhir yang diterapkan sesuai syariat. Tentu saja, didukung oleh besarnya persentase sumber daya manusia cerdas, seperti kaum cendekiawan, ilmuwan, penemu, peneliti, dan insinyur, yang menguasai keduanya dalam aktivitas riset dan inovasinya. Pun, membangun sistem industri yang mengaplikasikan inovasi tersebut. Sehingga, sektor industri beserta ekonomi negara akan melesat. Maka, tak diragukan keunggulannya akan melepaskan ketergantungan pada SDM negara lain, yang berpotensi membajak kekuatan. Maka, hanya sistem Islam yang diaplikasikan dalam institusi Khilafah, akan berdaya dan mendedikasikan segenap potensinya untuk memecahkan semua problematika, membangun sebuah kekuatan adidaya, serta mewujudkan peradaban Islam emas. Sebab, Khilafah akan hadir kembali untuk melanjutkan kehidupan Islam. Sebagai negara kuat dan mandiri, serta tampil percaya diri sebagai pemimpin dunia. Ya, sebuah negara adidaya yang terlahir dari akidah Islam. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, “ Setelah itu, akan hadir kembali Khilafah sesuai manhaj kenabian. “
Wallahu a’lam bishawwab.[]
Apa-apa yang direkomendasikan oleh suara dan akal manusia, apalagi dengan tidak mengindahkan aturan Allah Swt, tidak akan membawa kapal besar Indonesia menjadi negara maju di tahun 2045.
Islam itu tinggi dan tak ada yang lebih tinggi darinya. Maka jelas, negara emas dengan generasi emas hanya akan terwujud dengan penerapan Islam yang menyeluruh.
Menjadikan Indonesia negara
Adi daya selama sistem kapitalisme yang diterapkan itu sesuatu yang mustahil. Islam sudah mencontohkan bagaiman khilafah menjadi negara Adi daya, kuat, dan mensejahterakan.
Menerapkan sistem yang baik dan terbaik yang berasa dari Allah yang akan mengembalikan kejayaan Islam dalam bingkai daulah yang akan mewujudkan negara super power
Negara yang tidak punya dasar berpijak alias ideologi, agak-agaknya mustahil menjadi negara maju. Dan jika mau menjadi negara maju, maka sekalian saja pilih ideologi Islam daripada kapitalisme yang rusak dari benihnya
Indonesia hanya akan menjadi negara maju secara nyata jika menjadikan Islam sebagai sandaran dan solusi. Iming-iming Barat untuk Indonesia hanyalah tipu muslihat.
Mewujudkan Indonesia emas di sistem sekuler, ibarat mimpi di siang bolong.
Menuju Indonesia emas dengan sistem Islam