Sesungguhnya banyaknya kasus KDRT hingga berujung hilangnya nyawa tidak lepas dari buruknya sistem sekularisme yang mengatur kehidupan ini.
Oleh. Ummu Ainyssa
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-"Puas bunda, tx for all", sebuah pesan yang diduga ditulis dengan darah ditemukan di lantai sebuah rumah kontrakan di Jagakarsa. Siapa sangka di balik pesan tersebut ada kekejaman sang ayah terhadap istri dan keempat anaknya.
Kasus yang sungguh telah menguras emosi bagi yang mendengar kekejamannya. Panca Darmansyah (PD), 41 tahun, tega menghabisi nyawa keempat anaknya yang masih kecil-kecil, yakni V (6), S (4), A (3), dan A (1) di rumah kontrakannya, di Gang Roman, RT 004/ RW 003 Jagakarsa, Jakarta Selatan. Sebelumnya diberitakan juga PD sempat melakukan tindak kekerasan (KDRT) terhadap istrinya D (31 tahun) hingga dirawat di rumah sakit akibat luka yang dideritanya.
Kejadian sadis ini terbongkar saat Rabu (6/12/2023), tetangga mencium bau menyengat yang dikira bangkai tikus dari sekitar kontrakan pelaku. Penciuman itu pun mengarah ke dalam kontrakan pelaku dengan adanya banyak lalat hijau menempel di jendela rumahnya. Setelah dilakukan pendobrakan, warga dikejutkan saat melihat empat mayat anak-anak yang sudah berjejer di atas kasur. Sementara PD sendiri dalam keadaan tidak berdaya diduga hendak bunuh diri dengan menyayat tangannya dengan pisau.
Menurut pengakuan tetangga, sebelumnya pada Sabtu 2/12/2023, terdengar percekcokan PD dengan istrinya, PD melakukan KDRT terhadap istrinya, hingga sang istri mengalami luka-luka lebam dan muntah darah. PD sempat ikut mengantar istrinya tersebut ke rumah sakit untuk dirawat. Hingga kemudian PD kembali pulang untuk mengurus keempat anaknya. Saat inilah PD menghabisi anak-anaknya, di saat istri sedang di rumah sakit. Menurut ahli forensik, saat jenazah ditemukan diduga jenazah sudah meninggal sekitar empat hari.
Kepada polisi, PD mengaku menghabisi nyawa keempat anaknya dengan cara membekap mulutnya selama 15 menit hingga tewas. Hal itu ia lakukan dalam keadaan sadar, mulai dari anak yang paling kecil (1 tahun), hingga bergantian kepada kakak-kakaknya.
Kasus yang Terus Berulang
Kasus KDRT kian marak terjadi. Bahkan hal ini bukan hanya terjadi di kota-kota besar saja, melainkan juga di pelosok desa. Kasus yang dilakukan PD menambah deret panjang kasus KDRT yang terjadi di negeri ini. Rumah yang seharusnya menjadi tempat ternyaman bagi anak, justru menjadi tempat KDRT yang tidak jarang meregang nyawa. Seorang ayah yang seharusnya menjadi pelindung bagi keluarganya malah justru menjadi predator buat anak-anaknya. Membuat angka tingkat KDRT makin tinggi.
Menurut Ratna Susianawati, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) saat ditemui Media Indonesia, pada 9/12/2023, berdasarkan data dari Simfoni PPA dan Sapa 129, selama Januari-November 2023, 73 persen kasus yang paling banyak dialami adalah jenis kelemahan fisik KDRT. Total keseluruhan kasus kekerasan di negeri ini mencapai 25.952 kasus, dengan korban terbanyak mencapai 22.809 orang adalah perempuan, dan 5.394 laki-laki. (medcom.id, 9/12/2023)
Lantas, yang menjadi pertanyaan kita bagaimana bisa para ayah atau suami begitu tega menganiaya istri dan anaknya? Bagaimanakah solusi Islam mengatasi permasalahan semacam ini?
Faktor Penyebab KDRT
Dengan menelisik kasus yang ada, faktor penyebab KDRT terjadi karena faktor internal maupun eksternal. Faktor internal bisa berupa kesalahpahaman, kurangnya komunikasi dalam keluarga, ketidakcocokan sering kali menjadi penyebab percekcokan hingga berujung tindak kekerasan. Sementara faktor eksternal yang paling utama dan sering adalah masalah ekonomi keluarga, budaya, sosial, adanya pihak ketiga yang hadir dalam keluarga, dan lain-lain yang kesemuanya saling berkaitan. Sehingga kasus ini merupakan masalah sistemis yang harus diselesaikan juga secara sistemis.
Sesungguhnya banyaknya kasus KDRT hingga berujung hilangnya nyawa tidak lepas dari buruknya sistem sekularisme yang mengatur kehidupan ini. Sistem yang meniadakan peran agama dalam urusan kehidupan nyata-nyata telah menjauhkan kehidupan berumah tangga dari nilai-nilai Islam. Suami istri tidak lagi memahami atau mengindahkan hak dan kewajiban masing-masing. Mereka tidak lagi menjadi sahabat yang saling memahami, menasihati, men-support, atau bahkan malah sering minim komunikasi. Hal inilah yang sering menjadi awal keretakan di dalam rumah tangga.
Terkadang suami menempatkan diri sebagai pemimpin yang salah, ia merasa sebagai pemimpin keluarga yang berhak menindas istri maupun anak-anaknya yang notabene lebih lemah. Rasa capek dan stres akibat beratnya pekerjaan di luar sering kali dilampiaskan kepada keluarganya. Wajah dan tingkah lucu buah hatinya pun tak mampu meredam amarahnya.
Tidak berbeda dengan seorang istri yang bekerja di luar rumah, atau bahkan menjadi pengganti tulang punggung keluarga akibat penghasilan suami tidak mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga. Tidak sedikit istri yang berpenghasilan lebih besar dari suami, merasa lebih berperan dari suami. Hingga akhirnya sebagian dari mereka memandang rendah suaminya. Mereka lupa bahwa mereka punya kewajiban untuk selalu taat dan hormat kepada suami. Pasangan yang sudah dikuasai emosi masing-masing tidak lagi ada rasa iba ketika melampiaskan emosi mereka termasuk kepada anak-anaknya.
Solusi Islam Menghapuskan KDRT
Berbeda halnya di dalam sistem Islam. Islam merupakan aturan yang menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan. Begitupun dalam berumah tangga, pasangan suami istri senantiasa selalu terikat dengan hukum syarak. Kehidupan suami istri bukanlah hubungan bagaikan atasan dengan bawahan, bos dengan karyawan, yang bisa memerintah sesukanya. Akan tetapi bagaikan kehidupan sahabat, teman, yang saling memahami satu sama lain. Saling melengkapi dan menerima kekurangan masing-masing, serta mampu memberikan kedamaian dan ketenteraman satu sama lain. (Nizhamul Ijtima'i fil Islam)
Meski para realitasnya, kehidupan berumah tangga tidak pernah berjalan mulus tanpa masalah. Ia bagaikan bahtera yang terkadang bisa saja dihantam ombak ujian. Maka dalam berumah tangga harus dilandasi dengan ketakwaan kepada Allah Swt. Syariat Islam telah menetapkan hak dan kewajiban antara suami dan istri. Allah Swt. memerintahkan para suami agar mempergauli istri-istrinya dengan baik, bersikap lemah lembut dalam bertutur kata, tidak bersikap keras, serta tidak menampakkan kecenderungan terhadap wanita lain. Sementara seorang istri ada kewajiban untuk selalu taat kepada perintah suami selama perintah itu tidak dalam kemaksiatan kepada Allah.
Al-Hakim dan Ibnu Hibban dari jalur Aisyah r.a., meriwayatkan bahwasanya Rasulullah saw. pernah bersabda, “Orang yang paling baik di antara umatnya adalah yang paling baik terhadap keluarga (istrinya). Dan bahwa Rasulullah adalah orang yang paling baik terhadap keluarganya (istri).”
Begitupun Allah Swt. menetapkan bagi suami sebagai pemimpin rumah tangga (qiyadah al-bayt). Suami adalah qawwam (pemimpin) atas keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Sebagai seorang pemimpin ia berhak menasihati istri tatkala istri berbuat salah. Allah Swt. juga memberikan hak kepada suami untuk mendidik istrinya tatkala istri membangkang (nusyuz) terhadap suami.
Di dalam surah An-Nisa ayat 34 Allah Swt. berfirman, “Laki-laki (suami) adalah pelindung bagi perempuan (istri), sebab Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lainnya (perempuan), dan karena mereka telah memberikan nafkah dari sebagian hartanya. Maka, perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat kepada Allah, dan menjaga diri saat suami mereka tidak ada, karena Allah telah menjaga mereka. Perempuan-perempuan yang dikhawatirkan akan berbuat nusyuz, hendaklah laki-laki (suami) memberi nasihat kepada mereka, meninggalkan mereka di tempat tidur mereka (pisah ranjang), dan jika perlu memukul mereka. Tetapi jika mereka (istri itu) menaatinya, maka janganlah mereka (laki-laki) mencari-cari alasan untuk menyusahkannya.”
Maka sudah seharusnya suami adalah seorang yang bertakwa, agar ia bisa mendidik keluarga dengan tuntunan yang Allah ajarkan. Sebab tanggung jawab berat ada di pundaknya. Tatkala seorang suami melaksanakan fungsi tersebut dengan benar, tentu akan mengantarkan ketaatan dan penghormatan dari istri dan anak-anaknya. Dengan ketakwaan dari keduanya, maka masalah apa pun yang terjadi dalam bahtera rumah tangganya akan mampu diselesaikan dengan cara yang Allah ridai. Berbeda saat fungsi qawwamah tersebut hilang. Saat masalah datang, hanya emosi yang dikedepankan, hingga akhirnya kekerasan terhadap keluarga dilakukan.
Sementara mengenai faktor ekonomi yang sering kali menjadi pemicu utama kasus KDRT, maka sesungguhnya hal ini menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhi kebutuhan pokok warganya. Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi para suami atau laki-laki yang mampu berusaha. Tatkala suami telah tiada maka kewajiban menafkahi dibebankan kepada keluarga atau saudara laki-lakinya. Jika tidak ada satu pun keluarga atau saudara laki-laki, maka kewajiban ini diambil alih oleh negara.
Dengan begini, seorang istri tidak perlu lagi keluar rumah untuk bekerja menafkahi dirinya. Ia akan lebih fokus kepada tugas utamanya yaitu sebagai ummun wa rabbatul bayt, sebagainya pengatur rumah tangga serta mendidik anak-anaknya menjadi generasi yang bertakwa. Dengan terpenuhinya solusi bagi semua faktor yang menjadi penyebab kekerasan tersebut, maka sudah pasti kekerasan dalam rumah tangga tidak akan terjadi. Sebab pasangan yang bertakwa tidak akan mudah tersulut emosi saat menghadapi masalah yang melanda. Ketakwaan yang tinggi inilah yang akan merciptakan keluarga yang sakinah mawadah wa rahmah.
Wallahu a’lam bi ashshawab. []
Innalilah.. bagaimana bisa seorang ayah tega menghabisi nyawa keempat anaknya dengan cara membekap mulutnya selama 15 menit hingga tewas??? Sungguh,pemandangan tragis ini hanya terjadi di dalam sistem sekuler yang tidak manusiawi
Setiap nonton berita tentang KDRT sampai terjadi pembunuhan, saya kok jadi ngeri. Sistem sekuler memang telah merusak peradaban. Ayah kehilangan jiwa pemimpinnya, kadang ibu pun hilang fitrah keibuannya.
Kasus KDRT akan sulit diatasi dalam sistem sekuler- kapitalisme. Karena menihilkan peran agama. Solusi tuntasnya adalah penerapan Islam kaffah oleh pemimpin ( khalifah) dalam institusi khilafah. Khilafah akan menjamin kesejahteraan per individu rakyat, dengan ekonomi Islam. Lapangan pekerjaan akan dibuka seluas-luasnya kepada para laki-laki. Para wanita fokus pada peran sebagai umun wa rabbatul bait. Biaya pendidikan, kesehatan gratis, sembako murah dsb. Maka tidak ada lagi percekcokan karena masalah ekonomi. Keluarga tentram, anak dan istri lerlindungi.
Ngeri. Di mana3 KDRT menyisakan kepedihan. Dan sayangnya hingga kini belum terselesaikan
Kekejaman demi keamanan dipertontonkan sistem kapitalisme sekulersme. Tapi herannya koqasih betah saja, gak mikir gimana menghilangkannya. Sekarang ini malah sibuk kampanye he....he
Astaghfirullah. Lagi-lagi KDRT berujung maut. Emosi tak terkendali selalu dan selalu merugikan diri maupun keluarga. Anak-anak yang seharusnya dijaga dan dilindungi justru diperlakukan tanpa rasa kasih sayang. Semuanya akibat pemahaman rusak yang sudah begitu marak. Semoga sistem Islam segera tegak agar kasus yang sama tak terulang.
Astaghfirullah seorang ayah yang bejat nekad berbuat zalim kepada anak-anaknya dengan menghabisi nyawanya. Tak tahu dosakah? Fakta adanya paham sekularisme yang memiisahkan agama dari kehidupan membuat orang hilang arah. Very urgent back to sistem Islam kaffah solusi tuntas segala masalah
Astaghfirullah, merinding membaca fakta yg ada. Semoga sistem Islam segera datang menggantikan sistem kufur yg ada sekarang. Agar kasus serupa tidak terulang lagi, aamiin.