Meski pemerintah beranggapan bahwa pembangunan smelter tersebut akan membuka banyak lapangan pekerjaan, tetapi tetap saja tak sebanding dengan daya rusak yang ditimbulkan terhadap masyarakat dan lingkungan.
Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Bianglala Aksara)
NarasiPost.Com-Pengembangan industri smelter titanium menjadi babak baru dalam sektor perindustrian Indonesia. Untuk pertama kalinya negeri ini akan memiliki industri pengolahan dan pemurnian (smelter) titanium sendiri meski dilakukan dengan mekanisme investasi. Pembangunan industri smelter nantinya akan memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan titanium di dalam negeri maupun dalam skala global.
Diwartakan oleh detik.com (08/12/2023), pengembangan industri smelter tersebut sangat didukung oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Dukungan tersebut lantaran pengembangan industri smelter sejalan dengan kebijakan hilirisasi yang sedang digaungkan pemerintah. Indonesia pun disebut memiliki cadangan mineral yang melimpah hingga bisa mengembangkan industri tersebut. Dalam keterangannya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut, pemerintah secara aktif memacu hilirisasi industri untuk meningkatkan nilai tambah bahan baku mineral di dalam negeri.
Dengan pembangunan smelter titanium yang diperoleh dari investasi tersebut, lantas apa untung dan ruginya bagi Indonesia? Mengapa pula pemerintah tidak mengelola pembangunan smelter tersebut sendiri, padahal negeri ini memiliki cadangan mineral yang melimpah?
Realisasi Investasi
Pembangunan smelter titanium sendiri dilakukan di Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung dengan nilai investasi sebesar Rp1,3 triliun. Saat ini progres pembangunannya pun sudah mencapai 75 persen. Smelter tersebut akan mengolah mineral ilmenit menjadi titanium dengan kemampuan produksi sebanyak 100 metrik ton setiap harinya. Terlaksananya pembangunan smelter tersebut merupakan investasi dari PT Bersahaja Berkat Sahabat Jaya yang bekerja sama dengan perusahaan asal Kota Chengdu Shuangliu, Cina.
PT Bersahaja Berkat Sahabat Jaya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan dan pemurnian pasir zirkon dan mineral ikutan yang terdiri dari ilmenit, monasit, dan rutile. Perusahaan tersebut didirikan pada 21 Juni 2018. Direktur Utama PT Bersahaja Berkat Sahabat Jaya, Arbi Leo berharap, dengan dibangunnya smelter ini akan menjadi langkah maju dalam meningkatkan sektor industri dan adanya kemandirian negara dalam memproduksi titanium.
Sebagai informasi, ilmenit merupakan salah satu sumber unsur titanium (Ti) yang sangat berguna untuk membuat berbagai paduan performa tinggi. Ilmenit sendiri terbentuk sebagai mineral utama yang ada dalam batuan beku mafik. Mineral ini terkonsentrasi dalam suatu lapisan dan ditemukan sebagai limbah pertambangan timah atau pertambangan pasir zirkonium. (detik.com, 08/12/2023)
Menakar Untung-Rugi
Indonesia disebut memilki beberapa keuntungan dengan dibangunnya smelter titanium tersebut. Beberapa keuntungannya adalah, Indonesia dapat meningkatkan nilai tambah dari bijih mineral, dapat mengurangi ketergantungan pada impor, memberikan nilai tambah dalam rantai pasok industri, dan menciptakan lapangan kerja di sektor industri hilirisasi (utamanya di sektor industri yang memanfaatkan titanium, seperti industri pesawat terbang, alat-alat kesehatan, peralatan militer, dan industri pesawat luar angkasa).
Meski dinilai mendatangkan beberapa keuntungan, tetapi jangan lupa bahwa pembangunan smelter titanium di Bangka tersebut terealisasi dari investasi. Meski investasinya dikatakan 100% merupakan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), tetapi sekali lagi bahwa investasi tersebut tetaplah melibatkan pihak swasta asing yang dalam setiap aktivitasnya selalu mengedepankan keuntungan, bukan kesejahteraan rakyat.
Jamak diketahui bahwa pembangunan industri tambang oleh perusahaan swasta telah mengakibatkan berbagai dampak buruk, baik terhadap masyarakat sekitar tambang maupun terhadap kelestarian lingkungan. Pun demikian dengan pembangunan industri smelter yang juga memiliki banyak dampak negatif karena abainya perusahaan terhadap lingkungan sekitar. Misalnya, perusahaan-perusahaan tambang sering kali tidak melakukan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) saat melakukan pembangunan.
Salah satu bukti nyata adalah apa yang terjadi di Sulawesi Tenggara. Laporan Aliansi Sulawesi menyebutkan bahwa saat ini hilirisasi mineral nikel di Indonesia 80 persennya didominasi oleh perusahaan Cina. Menurut Aliansi tersebut, perusahaan-perusahaan Cina perlu dievaluasi kembali karena abai terhadap masalah lingkungan dan sosial. Sebut saja apa yang terjadi di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara.
Masyarakat yang tinggal di lingkaran smelter dan tambang nikel terpaksa harus mengonsumsi air berwarna merah kecokelatan akibat lumpur tambang nikel. Perusahan-perusahaan di Sulawesi tersebut, menurut Aliansi, tidak memiliki standar dan pengolahan limbah yang baik. Akibatnya, laut, danau, dan sungai yang ada di Sulawesi tercemar limbah.
Melihat realitas tersebut, maka tak salah jika publik akan menganggap bahwa pembangunan industri smelter titanium di Gresik pun bisa mengakibatkan dampak serupa. Meski pemerintah beranggapan bahwa pembangunan smelter tersebut akan membuka banyak lapangan pekerjaan, tetapi tetap saja tak sebanding dengan daya rusak yang ditimbulkan terhadap masyarakat dan lingkungan. Misalnya ribuan petani dan nelayan yang kehilangan mata pencaharian.
Dampak Investasi
Mengguritanya perusahaan-perusahaan tambang milik Cina di negeri ini sejatinya terjadi karena liberalisasi sektor sumber daya alam. Liberalisasi tersebut telah memberi karpet merah kepada korporasi untuk mengelola dan menguasai SDA atas nama investasi. Dengan dalih untuk mencapai pertumbuhan ekonomi pula, investasi pun dibuka lebar-lebar. Bahkan, untuk mengundang investor masuk dan menanamkan modalnya di negeri ini, pemerintah memberi berbagai iming-iming dan kemudahan.
Investasi yang terus digenjot justru telah menjerumuskan negeri ini pada utang berbunga yang sulit terbayar. Akibatnya, APBN harus dialokasikan untuk membayar bunga utang dalam jangka waktu yang sangat lama. Padahal, pemasukan APBN sekitar 80 persennya berasal dari pajak yang dipungut dari rakyat. Akhirnya rakyatlah yang kembali dirugikan. Selain itu, investasi telah membuat negeri ini hilang kedaulatan. Dalam banyak kasus, negara-negara investor sering kali mendikte negara tujuan investasi, misalnya dengan memberi berbagai syarat yang harus dituruti.
Inilah petaka yang harus dialami negeri ini karena menyerahkan bidang-bidang strategis, seperti SDA, pada swasta. Padahal, potensi SDA negeri ini begitu besar, sebagaimana potensi SDM-nya. Dengan potensi sebesar itu, mengapa pemerintah tidak membangun sendiri industri smelter dengan tetap memperhitungkan berbagai aspek, baik ekonomi, lingkungan, maupun sosial. Nyatalah sudah, di bawah asuhan sistem kapitalisme neoliberal, sulit rasanya bagi negeri ini membangun sendiri industri smelter tanpa embel-embel investasi.
Ketahanan Energi Hakiki
Islam adalah agama sekaligus ideologi yang komprehensif. Syariatnya mengatur semua urusan baik politik, ekonomi, pendidikan, termasuk energi. Dalam memenuhi kebutuhan energi misalnya, negara (Khilafah) tidak akan bergantung pada konsep-konsep yang diberikan oleh para kapitalis. Negara akan menggunakan cara Islam untuk mengatasi persoalan energi dari hulu hingga ke hilir.
Misalnya saja, Khilafah akan memanfaatkan sepenuhnya sumber daya energi yang ada. Selanjutnya sumber daya energi tersebut dikelola dengan sistem ekonomi Islam. Dalam kacamata Islam, energi merupakan harta milik umum yang pengelolaannya harus dilakukan oleh negara. Kemudian hasil dari pengelolaan tersebut dikembalikan seluruhnya pada pemiliknya yakni rakyat.
Satu prinsip yang sangat lekat dalam Islam, bahwa pengelolaan energi yang dilakukan oleh negara adalah semata-mata untuk memberikan pelayanan pada rakyat, bukan dalam rangka mengejar untung. Demikian juga dengan infrastruktur yang menunjang pengelolaan energi. Khilafah akan membangunnya secara mandiri dengan sumber pendanaannya yang berasal dari baitulmal.
Demi menyukseskan semua itu, hal pertama yang harus dilakukan adalah memastikan berjalannya politik negara sesuai dengan pandangan Islam. Yakni, negara hadir sebagai pelayan, pengurus, dan pelindung rakyatnya dalam semua urusan. Khalifah sebagai pemimpin satu-satunya bagi kaum muslim memang memiliki tanggung jawab yang amat besar dalam mengurusi urusan rakyat. Karena itu, negara tidak akan mengurus rakyatnya seperti pedagang yang selalu berhitung untung-rugi. Rasulullah saw. bersabda dalam hadis riwayat Bukhari:
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِه
Artinya: "Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya."
Khatimah
Investasi saat ini bukanlah jalan untuk membangun ketahanan energi. Investasi hanyalah kedok untuk mengeruk SDA negeri ini secara legal, termasuk sektor energinya. Satu-satunya cara membangun ketahanan energi adalah dengan mengadopsi sistem sahih yakni Islam dan menerapkan seluruh syariatnya dalam semua lini kehidupan. Dengan begitu, negara akan mandiri dan tidak perlu membebek pada agenda dan saran negara-negara kapitalis global.
Wallahu a'lam bishawab. []
Investasi kata halus dari eksploitasi
Betul mbak, bahasa lainnya penjajahan
Sepakat dengan statement ini
"Investasi saat ini bukanlah jalan untuk membangun ketahanan energi."
Namanya investasi, bentuknya eksploitasi oleh oligarki dan korporatokrasi.
Betul mba Afi. Investasi itu menjajah secara legal, hehe ...
Alhamdulillah.. bisa dishare di fb
Alhamdulillah ya mb Mila
Alhamdulillah dah mulai pulih ya bisa dishare
Betul mbak, berkat usaha keras Mom ini
Pokoknya tetap semangat pantang menyerah
Betul. Ada seribu cara untuk tetap menyebarkan kebaikan ya bu.
Alhamdulillah sudah bisa dishare di fb
Siap share ke fb
Syukran mbak Isty