Wabah Covid-19 di Indonesia memang telah dinyatakan berhenti pada Maret 2023. Saat itu, status epidemi dicabut dan Indonesia berada pada status endemi. Status endemi ini berarti Covid-19 belum benar-benar hilang, sehingga suatu ketika dapat muncul kembali.
Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan Penulis Riak Literasi)
NarasiPost.Com-Kasus Covid-19 kembali merebak. Menurut pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, jumlah kasus Covid-19 ini akan melonjak pasca liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru). Ia memperkirakan kenaikan kasus akan mencapai 1.000–2.000 orang per hari. Kenaikan jumlah kasus ini lebih besar dari Lebaran tahun lalu, tetapi tidak sebanyak pada saat pandemi. (bbc.com, 23/12/2023)
Masih Mengintai
Menteri Kesehatan Budi Gunadi mengatakan, bahwa saat ini kenaikan kasus Covid-19 di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan standar level 1 World Health Organization (WHO). Kenaikan kasus di Indonesia mencapai 2.800 per minggu. Sedangkan level 1 WHO adalah 56.000 kasus per minggu. Hingga tanggal 22 Desember ini, kasus aktif mencapai 2.761. Budi juga memperkirakan puncak kenaikan Covid-19 varian JN.1 akan terjadi pada bulan Januari tahun depan. Kasusnya akan menurun pada bulan Februari 2024.
Menurut WHO, varian JN.1 merupakan variant of interest, yakni varian yang harus diperhatikan. Varian inilah yang akan dominan dibandingkan dengan varian lainnya. Fakta yang ada menunjukkan bahwa risiko kesehatan masyarakat terhadap varian ini rendah.
Hal ini menunjukkan bahwa Covid-19 belum benar-benar hilang. Menurut Tri Yunis Miko, pada Lebaran tahun 2023 lalu, jumlah kasus Covid-19 tidak terlalu besar. Hal itu karena imunitas masyarakat saat itu masih kuat. Sedangkan saat ini, imunitas masyarakat sudah melemah. Akibatnya, jumlah kasus Covid-19 diperkirakan akan naik, lebih tinggi dari jumlah kasus saat Lebaran.
Masalah Utama Penularan Covid-19
Wabah Covid-19 di Indonesia memang telah dinyatakan berhenti pada Maret 2023. Saat itu, status epidemi dicabut dan Indonesia berada pada status endemi. Status endemi ini berarti Covid-19 belum benar-benar hilang, sehingga suatu ketika dapat muncul kembali.
Epidemiolog dari Universitas Udayana, Pande Putu Januraga mengatakan, bahwa cara penularan Covid-19 masih sama. Oleh karena itu, ia meminta masyarakat untuk berhati-hati dan waspada. Memang, tingkat penularan maupun kemampuan menyebabkan gejala berat pada virus Covid-19 saat ini jauh menurun. Meskipun demikian, semua varian yang tergolong variant of interest harus tetap mendapat perhatian, yaitu varian EG.2, EG.5, dan JN.1. Di antara ketiga varian tersebut, JN.1 memiliki kemampuan menular paling cepat.
Menurut Tri Yunis Miko, gejala yang ditimbulkan oleh tiga varian ini lebih ringan dibandingkan wabah dua tahun yang lalu. Hal itu karena mayoritas penduduk telah mendapatkan imunisasi dari infeksi Covid-19. Meskipun demikian, berat ringannya gejala juga dipengaruhi oleh kondisi tubuh orang yang tertular. Penderita yang memiliki komorbid, seperti hipertensi atau penyakit jantung tentu akan mengalami gejala yang lebih berat. Oleh karena itu, kedua epidemiolog tersebut menyarankan agar masyarakat melakukan protokol kesehatan yang ketat, seperti menjaga jarak, memakai masker, serta mencuci tangan dengan cara yang benar. Di samping itu juga melakukan vaksinasi.
Pada liburan Nataru tahun ini, pemerintah memperkirakan ada 100 juta orang yang bepergian. Untuk mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19, pemerintah telah melakukan beberapa persiapan. Di antaranya adalah menyiapkan dua ribu pos pelayanan kesehatan di tol, stasiun kereta api, pelabuhan, serta bandara. Di samping itu juga menyediakan peralatan yang dibutuhkan untuk menangani pasien Covid-19 dan menyediakan dua juta dosis vaksin.
Meskipun penularan Covid-19 mulai meningkat, pemerintah belum mengubah status endemi menjadi epidemi. Karena masih berstatus endemi, pemerintah hanya menyerahkan kepada masyarakat untuk melakukan penjagaan kesehatan diri dan keluarga agar tidak tertular penyakit. Menurut Tri Yunis Miko, kebijakan pemerintah ini terkesan mengabaikan ancaman lonjakan kasus Covid-19 ini.
Kebijakan pemerintah ini wajar dilakukan oleh penguasa yang melandaskan pada sistem ekonomi kapitalisme. Dalam sistem ini, kesehatan rakyat bukan termasuk kebutuhan pokok. Bahkan, dalam sistem ini, penyediaan layanan kesehatan dijadikan kesempatan untuk mencari cuan sebanyak-banyaknya. Misalnya dengan membebankan biaya vaksinasi kepada masyarakat.
Cara Islam Menangani Wabah
Dalam Islam, layanan kesehatan termasuk salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi bagi setiap orang. Oleh karena itu, memberikan layanan kesehatan merupakan kewajiban penguasa. Dengan demikian, penguasa akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt. jika mengabaikan hal ini.
Dalam menangani wabah, Islam juga memiliki solusinya. Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan para khalifah. Dalam masa kekhilafahan Islam, setidaknya terjadi tiga kali wabah. Yang pertama terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, yaitu wabah amwas di wilayah Syam (Suriah) pada tahun 639 Masehi. Wabah kedua terjadi di Granada, Andalusia pada abad ke-14, yaitu wabah black death. Sedangkan wabah ketiga terjadi pada masa Khilafah Utsmani. Wabah cacar itu terjadi pada tahun 1846 dan 1850.
Ada tiga hal yang dilakukan saat terjadi wabah. Pertama, tidak memasuki wilayah bagi mereka yang berada di luar wilayah wabah. Sebaliknya, bagi yang berada di dalam wilayah wabah, tidak boleh meninggalkan wilayah tersebut. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah saw. yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim.
إذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ
Artinya: “Jika kalian mendengar terjadi wabah di suatu negeri, janganlah kalian memasukinya. Dan jika terjadi wabah di suatu negeri sedangkan kalian berada di dalamnya, janganlah kalian keluar dari negeri itu.”
Abu Ubaidah bin Al-Jarrah dan Muadz bin Jabal pun berpegang kepada hadis di atas. Mereka berdua tidak mau meninggalkan Syam yang sedang diserang wabah. Keduanya pun menghadap Allah Swt. karena wabah ini.
Kedua, melakukan observasi pada penyakit. Allah Swt. telah menciptakan benda dengan spesifikasi sendiri-sendiri atau yang disebut dengan kadar. Misalnya, kaca meleleh pada suhu antara 1200⁰C–1400⁰C, sedangkan besi baru meleleh di suhu 1535⁰C. Demikian pula dengan bakteri atau virus yang menyebarkan penyakit, masing-masing memiliki karakter yang berbeda-beda. Hal ini telah disebutkan oleh Allah Swt. dalam surah Al-Furqan [25]: 2.
وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيْرًا
Artinya: “Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu. Maka Dia telah menetapkan ukurannya dengan serapi-rapinya.”
Oleh karena itu, manusia pun dapat mempelajari sifat dan karakter setiap penyakit. Misalnya, penyebab, gejala, cara penularan, pencegahan, dan pengobatannya. Inilah yang dilakukan oleh Lisanuddin ibn Al-Khatib. Dalam bukunya yang berjudul Muqni’aat As-Saail ‘an Al-Maraadl Al-Haail (Tanggapan Meyakinkan atas Pertanyaan tentang Penyakit yang Menakutkan), Ibn Al-Khatib dapat menjelaskan bagaimana mengetahui suatu penyakit itu menular atau tidak serta cara penularannya.
Seorang murid Ibn Al-Khatib yang bernama Muhammad ibn Al-Lakhm Ash-Shaquri kemudian mengajarkan cara praktis untuk menghindari wabah yang sedang terjadi di Andalusia. Misalnya, menggunakan alat makan yang terpisah dan membersihkan alat makan dengan cuka sebelum dan sesudah digunakan. Hal ini terbukti efektif dalam menghentikan penularan.
Ketiga, melakukan antisipasi penyakit berdasarkan data. Data hasil penelitian terhadap suatu penyakit dapat digunakan untuk melakukan antisipasi munculnya wabah. Oleh karena itu, pada masa Khilafah Islam, para ilmuwan mendapatkan dana yang besar untuk melakukan penelitian dari baitulmal.
Keempat, melakukan pencegahan dengan vaksinasi. Upaya ini telah dilakukan pada masa Khilafah Utsmani setelah terjadi wabah cacar. Vaksinasi ini diwajibkan atas setiap warga negara, baik muslim maupun nonmuslim secara gratis. Khalifah juga menetapkan bahwa mereka yang tidak mau melakukan vaksinasi dianggap melanggar hukum dan mengabaikan hak anak.
Demikianlah penanganan wabah dalam sistem Islam. Penanganan seperti ini terbukti mampu menghentikan kasus penyebaran penyakit dan meminimalisasi jumlah kasus. Hal ini dapat terwujud karena adanya rasa tanggung jawab penguasa sebagai pengemban amanah rakyat. Bukan penguasa yang hanya memikirkan kepentingan diri serta golongannya.
Wallaahu a’lam bi ash-shawaab.[]
Penanganan wabah dalam kapitalisme memang orientasinya hanya materi, bukan untuk keselamatan dan keamanan umat manusia. alhasil, pandami maupun endemi sangat sulit teratasi dalam sistem ini.
Begitulah, sistem kapitalisme hanya akan mementingkan materi
Di sistem kapitalisme saat ini, aspek kesehatan rakyat jelas-jelas diabaikan. Negara lepas tangan dari tanggung jawabnya. Masihkah kita tetap bertahan di dalamnya
Sudah saatnya kita meninggalkannya
Kesalahan dalam mengatasi masalah secara sistemik.. bukti bahwa sistem kapitalisme salah dan gagal..
Penguasa, cobalah tengok ke Islam.. di sana ada solusinya yg hakiki
Betul sekali
Ya Allah, jika sampai datang lagi pandemi, sungguh pelayanan dan alarm kesehatan kelas dunia perlu dipertanyakan.
Bukti bahwa sistem kesehatan dalam kapitalisme tidak mampu memberi layanan yang baik
Pandemi yang kemarin saja masih belum lupa bagaimana ngerinya mau berpergian, lah ini mau berulang lagi. Ini jelas kesalahan penanganan oleh negara di bawah sistem kapitalisme.
Betul, Mbak. Mau keluar rasanya takut. Semoga tidak terjadi pandemi lagi
Kapitalisme memang tidak pernah bis menyelesaikan masalah secara tuntas,, pasti menimbulkan masalah yang lain lagi
Berarti menyelesaikan masalah dengan masalah baru ya, Mbak
Astaghfirullah pandemi terus mengintai namun pemerintah tetap abai. Padahal kesehatan masyarakat adalah tanggung jawab terpenting yang mesti ditangani dengan cepat. Solusi tuntas tetap hanya ada dalam penerapan sistem pemerintahan dalam Islam secara menyeluruh. Saatnya back to sistem Islam
Betul, Bu.
Masyarakat seakan lelah dengan pandemi kemarin makanya mereka bertindak apatis padahal bahaya mengintai, namun di satu sisi harus melanjutkan kehidupan..di era kapitalisme begini memang serba sulit..semakin merindukan sistem Islam semoga segera bisa diterapkan.. aamiin
Aamiin yaa robbal 'aalamiin
Infonya pandemi ke depan akan lebih mengerikan. Tapi masyarakat masih banyak yang belum tahu covid merebak kembali dan masih beraktivitas seperti sebelum tidak ada pandemi.
Mungkin masyarakat belum mendapatkan informasi tentang hal ini. Mungkin juga mereka menganggap enteng masalah ini.