Kepastian nasib Rohingya akan terwujud dalam sistem Islam. Negara akan menjadi pelindung setiap muslim di mana pun mereka berada, apalagi yang mendapatkan kezaliman.
Oleh. Astuti Rahayu
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Siapa pun pasti tak ingin mengalami penindasan yang berulang. Apalagi ini terjadi bukan pada satu atau dua orang. Akan tetapi, terjadi pada satu etnis yang jumlahnya mencapai ratusan orang. Sungguh, sebuah tragedi yang mengerikan.
Tentunya, dengan penindasan yang bertubi-tubi, mengungsi adalah pilihan satu-satunya bagi mereka untuk menyelamatkan diri. Terombang-ambing di lautan dengan kapal yang rapuh dan perbekalan seadanya selama belasan hari mereka lalui. Akan tetapi, nasib mereka masih tak kunjung pasti. Itulah yang terjadi pada etnis Rohingya dari dulu hingga kini.
Sebenarnya penindasan terhadap etnis Rohingya di negera asalnya sudah terjadi sejak lama. Banyak juga dari mereka yang telah mengungsi ke tempat-tempat baru, termasuk Indonesia.
Baru-baru ini dilansir dari tirto.id (19/1/2023), pada hari Kamis (16/11/2023) perahu yang berisikan 247 pengungsi dari Rohingya mencoba berlabuh di Bireun, Aceh. Akan tetapi, mereka mendapat penolakan dari warga setempat untuk menetap. Kendati demikian, warga tetap menunjukkan rasa kemanusiaannya dengan memperbaiki perahu dan memberikan makanan kepada pengungsi.
Menurut catatan Amnesty, dua perahu yang datang sebelumnya telah diterima. Pertama, perahu yang berisikan 194 pengungsi Rohingya berlabuh di Pidie, Aceh pada hari selasa (14/11/2023). Kemudian, keesokan harinya disusul perahu berikutnya yang berisi 147 pengungsi.
Bukan tanpa alasan warga menolak, tetapi disebabkan akumulasi dari pengalaman interaksi yang tidak menyenangkan antara warga dan pengungsi selama bertahun-tahun. Hal ini akhirnya mengikis kepercayaan warga terhadap pengungsi Rohingya. Kasus-kasus yang muncul adalah pelecehan, perselisihan dengan warga, dan melarikan diri dari tempat pengungsian. (bbc.com, 19/11/2023)
Lalu, bagaimana dengan dunia? Sampai sekarang masih belum ada tindakan serius untuk menuntaskan masalah Rohingya. Hanya rasa belas kasih dan rasa kemanusiaan negara lain sajalah yang bisa menjadi harapan bagi Rohingya untuk bertahan hidup. Namun, mengandalkan negara lain bukanlah solusi karena nyatanya tidak semua negara meratifikasi konvensi tentang pengungsi, termasuk Indonesia. Inilah yang menjadi dalih negara-negara untuk berlepas tangan.
Ketidakjelasan status kewarganegaraan etnis Rohingya, ditambah lagi risiko terlibatnya mereka dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO), menambah pelik persoalan yang menimpa etnis Rohingya. Hal ini membuat nasib mereka makin tak tentu arah.
Lantas, di manakah mencari kejelasan nasib Rohingya? Jika kita berharap pada sistem saat ini, nyatanya hanya memberikan solusi sementara. Buktinya bertahun-tahun konflik yang dialami etnis Rohingya dengan negara asalnya masih terus terjadi sampai saat ini. Bagaimana tidak, adanya sekat antarnegara menjadikan lemahnya penanganan terhadap kaum minoritas yang tertindas, seperti yang terjadi pada Rohingya. Karena pembelaan serta dukungan hanya berlandaskan pada belas kasih tiap negara yang belum tentu tiap negara akan tersentuh hatinya.
Ditambah lagi, tiap negara pun punya masalahnya sendiri. Tentu negara akan lebih mengutamakan untuk menuntaskan masalah dalam negeri dibandingkan menuntaskan masalah warga lain. Apalagi kalau bicara dana yang akan dikeluarkan negara untuk membantu kaum yang tertindas. Bukankah dana yang seharusnya untuk membantu warga lain lebih baik digunakan untuk kesejahteraan warga sendiri?
Begitulah cara pikir kapitalisme yang telah banyak diadopsi banyak negara saat ini, yaitu hanya mementingkan asas manfaat dan untung rugi dalam kehidupan. Oleh karenanya, tak heran jika ketidakpastian nasib etnis Rohingya terjadi pada masa sekarang ini karena lemahnya perlindungan dan penjagaan terhadap kaum minoritas yang tertindas.
Lain halnya dengan cara kerja sistem Islam yang diterapkan oleh sebuah negara. Negara-negara yang menerapkan sistem Islam akan bersatu dalam satu kepemimpinan Islam, tanpa ada sekat-sekat negara bangsa seperti sekarang ini. Walhasil, kekuatan pun akan bersatu padu dalam melawan kezaliman.
Selain itu, pemimpin dalam sistem Islam adalah sebagai perisai atau penjaga. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi saw. yang berbunyi,
“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, orang-orang akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Bukhari)
Penerapannya dapat kita temukan salah satunya pada masa Khalifah al-Mu’tashim Billah, khalifah kedelapan Bani Abbasiyah. Pada masa itu ada seorang wanita dari sebuah kota pesisir Amuriyyah (dikuasai Romawi) yang ditawan di sana. Ia berseru, “Wahai Muhammad, wahai Mu’tashim!” Setelah informasi itu terdengar oleh khalifah, ia pun segera menunggang kudanya dan membawa bala tentara untuk menyelamatkan wanita tersebut. Ia kemudian menaklukkan kota tempat wanita itu ditawan. Setelah berhasil menyelamatkan wanita tersebut, Al-Mu’tashim mengatakan, “Kupenuhi seruanmu, wahai wanita!”
Demikian juga dengan pemimpin-pemimpin Islam lainnya pada era Khilafah, mereka melakukan hal yang sama. Mereka semua melaksanakan tugasnya yaitu sebagai junnah (perisai). Oleh karena itu, kepastian nasib Rohingya akan terwujud dalam sistem Islam. Negara akan menjadi pelindung setiap muslim di mana pun mereka berada, apalagi yang mendapatkan kezaliman.
Wallahu a'lam bishawab.[]
Sedih melihat nasib Rohingya, terlepas akhlak yang tak begitu baik seperti yang diberitakan. Berharap pada kapitalisme memang tak akan mampu menuntaskan persoalan ini. Hanya sistem Islam yang mampu menuntaskan permasalahan ini. Semoga segera terwujud ya Allah.
Tampak jelas betapa buruknya keadaan umat tanpa khilafah. Kaum minoritas jadi tertindas. Khilafah menjadi kebutuhan yang urgen untuk menyelesaikan semua permasalahan umat., termasuk masalah Rohingya yang tidak kunjung tuntas.
Perih sekali hati ini setiap kali melihat video-video mereka yang terdampar.. suka heran sama netizen dan sikap penguasa negeri-negeri muslim yang terkesan tidak peduli akan nasib mereka.
Apa yang menimpa muslim Rohingya adalah perkara yang pasti dalam sistem kapitalisme ini. Sementara perangai buruk yang ada pada sebagian mereka adalah buah dari sistem kapitalisme yang juga memperlakukan mereka jauh lebih buruk lagi.
Terlepas dari perilaku buruk sebagian mereka, etnis Rohingya adalah kaum yang terzalimi di sistem kapitalisme. Mirisnya, negara-negara kapitalis tak mampu memberi solusi terhadap nasib pengungsi. Sungguh, umat butuh junnah.
Nasib pengungsi Rohingya ini memang mengenaskan. Di luar keislaman mereka yang dipertanyakan seperti tidak bisa mengucap syahadat, tidak hafal al fatihah, apalagi untuk salat 5 waktu, dan adabnya yang memprihatinkan seperti mencuri harta warga setempat, meminta hak tanah/tempat tinggal di Malaysia sehingga tidak ada yg mau menerima mereka, mereka tetaplah manusia yang harus dilindungi.
Lemahnya keimanan mereka bisa jadi krn seumur hidup berpindah-pindah sehingga tidak tersentuh dakwah. Benar, hanya khilafah yang mampu menyelesaikan persoalan mereka
Nasib umat kian terlunta tanpa junnah yang membela..hanya khilafahlah yang akan melindungi umat dari segala penanindasanbdan penjajahan..
Betul sekali mba. Berharap kepada sistem yang sekarang untuk bisa menyelamatkan rakyat Rohingya bukanlah solusi yang tepat karena tidak sampai kepada akar masalahnya. Harapan yang benar hanya ada pada sistem Islam yang memiliki pemimpin yang bertanggung jawab kepada apa yang terjadi dengan rakyatnya.
Barakallah mba@Astuti