Jamu dalam Pengobatan Islam

Jamu dalam pengobatan Islam

Pengobatan dengan jamu dapat dikembangkan agar lebih mudah diterima oleh masyarakat. Selain mengurangi ketergantungan terhadap asing, juga meringankan biaya pengobatan.


Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan Penulis Riak Literasi)

NarasiPost.Com-E jamu, jamune
Badan sehat, awak kuat yen diombe


Ada yang suka minum jamu? Minum jamu akan membuat badan sehat dan kuat seperti cuplikan lagu keroncong milik Waldjinah ini. Ada beras kencur, sinom, kunyit asam, dan sebagainya. Semua dibuat dari tumbuh-tumbuhan dan rempah-rempah yang ada di Indonesia.

Nah, jika Anda suka minum jamu, berarti Anda telah melestarikan salah satu warisan budaya takbenda dari Indonesia. Sebab, UNESCO telah menetapkan tradisi minum jamu sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda (WBTb) pada 6 Desember 2023 lalu. 

Sebenarnya, bagaimana sejarah munculnya jamu? Apa pula upaya yang dilakukan untuk melestarikannya? Lantas, bagaimana kedudukan jamu dalam pengobatan Islam? 

Sejarah Munculnya Jamu

Jamu merupakan gabungan dari dua kata Jawa Kuno, djampi dan oesodo. Djampi artinya penyembuhan, sedangkan oesodo artinya kesehatan. Maknanya, jamu digunakan untuk menjaga kesehatan dan menyembuhkan penyakit.

Tradisi meracik jamu telah dilakukan sejak masa Kerajaan Mataram, pada abad ke-8 sampai 10. Yakni sekitar 1300 tahun yang lalu. Hal ini dilandaskan pada penemuan resep jamu yang pertama di istana. Laman kemendikbud.go.idmenyebutkan, setidaknya ada delapan jenis jamu yang harus diminum oleh putra-putri keraton. Yaitu, cabai puyang, kunyit asam, beras kencur, kunci sirih, paitan, sinom, uyup-uyup, kudu laos, dan gepyokan.

Namun, budaya minum jamu dipercaya telah ada sejak zaman dahulu. Hal itu dibuktikan dengan ditemukannya referensi ekstrak herbal di relief Candi Borobudur serta manuskrip kuno seperti Serat Centhini dan Ramayana. Demikian pula dengan ditemukannya lumpang dan alu yang digunakan untuk menumbuk bahan-bahan jamu.

Antropolog Patrick Vanhoebrouck mengatakan, bahwa jamu merupakan obat suku asli. Oleh karena itu, setiap wilayah di Nusantara memiliki minuman jamu sendiri sesuai dengan herbal yang tersedia di sana. Misalnya, di Jawa ada beras kencur dan kunyit asam. Sementara itu, di Bali ada loloh cemcem. Sedangkan di Maluku ada kopi rempah, yaitu campuran kopi dengan kayu manis, cengkih, dan pala. (mediaindonesia.com, 07/03/2023)

Pelestarian Jamu di Era Modern

Tradisi minum jamu terus dilestarikan karena besarnya manfaat yang diperoleh darinya. Di era modern seperti sekarang, jamu diproduksi secara massal. Jamu kemudian dikemas dalam bentuk tablet, kapsul, maupun bubuk instan yang tinggal diseduh. 

Sayangnya, generasi muda saat ini tidak suka mengonsumsi jamu. Dalam benak mereka, jamu itu pahit dan tidak enak. Dalam bayangan mereka, jamu adalah minuman para simbah alias orang tua. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan hilangnya budaya minum jamu di Indonesia.

Berbagai upaya pun dilakukan untuk mencegah hal ini terjadi. Misalnya, ditetapkannya Hari Jamu pada tanggal 27 Mei. Tujuannya adalah mengembalikan eksistensi jamu yang mulai menurun.

Upaya lain yang dilakukan untuk melestarikan budaya sehat jamu adalah mengusulkan kepada UNESCO untuk menetapkan budaya sehat jamu sebagai WBTb. Budaya sehat jamu meliputi kemampuan masyarakat untuk menciptakan jamu. Selain itu juga mencakup nilai-nilai budaya yang berkaitan dengan obat-obatan alami tradisional yang terbuat dari rempah-rempah serta tumbuh-tumbuhan. (kemlu.go.id)

Pengajuan budaya sehat jamu sebagai WBTb dilakukan karena saat pandemi jamu menjadi salah satu alternatif untuk menjaga kesehatan. Saat itu, masyarakat menggunakan rempah-rempah seperti jahe, kunyit, dan kencur yang dipadukan dengan sereh untuk meningkatkan ketahanan tubuh mereka. 

Dominasi Kapitalis

Namun, penerapan sistem kapitalis telah banyak mengubah pola hidup masyarakat. Penerapan sistem ekonomi telah kapitalisme membuat jamu dianaktirikan di negeri sendiri. Pelayanan kesehatan yang berkiblat pada Barat, mengharuskan pengobatan yang dilakukan oleh para dokter menggunakan obat-obatan kimiawi yang diimpor dari Barat. 

Para kapitalis pun menguasai industri farmasi di Indonesia. Bidang kesehatan yang sebenarnya merupakan hak dasar rakyat ini telah dikapitalisasi. Para pengusaha farmasi bermodal besar itu berhasil mendapatkan banyak cuan dari industri ini. Salah satunya adalah Boenjamin Setiawan, pendiri Kalbe Farma. Menurut Forbes, doktor farmakologi ini masuk dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia dengan jumlah kekayaan sebesar Rp65 triliun. 

Beberapa perusahaan internasional juga masuk dalam bisnis obat ini, seperti Novartis International. Perusahaan farmasi yang berbasis di Swiss ini merupakan penggabungan dari Ciba-Geigy dan Sandoz Laboratories. Novartis merupakan perusahaan farmasi yang memiliki pendapatan terbesar di dunia. 

Indonesia pun berusaha untuk memenuhi kebutuhan obat di Indonesia dengan memproduksinya sendiri. Namun, hal ini terbentur dengan bahan baku obat yang 90% masih impor serta adanya hak paten. Akibatnya, harga obat di Indonesia pun lebih mahal dibandingkan dari harga obat di Singapura dan Malaysia. (poltekkespim.ac.id, 24/10/2023)

Harga obat yang mahal menambah berat beban masyarakat. Biaya hidup yang terus mengalami kenaikan membuat mereka makin jauh dari kata sejahtera. Hal ini membuktikan bahwa kapitalisme tidak pernah mampu mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi manusia. Sebaliknya, sistem ini terbukti telah menciptakan penderitaan yang tak pernah berakhir.

Kedudukan Jamu dalam Pengobatan Islam

Berobat merupakan salah satu hal yang disunahkan dalam Islam. Hal ini telah disabdakan oleh Rasulullah saw. melalui hadis riwayat Abu Dawud.

إِنَّ اللّٰهَ تَعالى أنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلَا تَدَاوَوْا بِالْحَرَامِ

Artinya, “Sesungguhnya Allah Taala telah menurunkan penyakit beserta obatnya, dan menjadikan bagi setiap penyakit nada obatnya. Maka, berobatlah kalian. Dan janganlah kalian berobat dengan yang haram.”

Dalam berobat, tidak ada keharusan untuk menggunakan metode pengobatan Timur atau Barat. Selama pengobatan yang dilakukan tidak bertentangan dengan hukum syarak, hal itu boleh dilakukan. Oleh karena itu, kita dapat berobat dengan cara berbekam, akupunktur, minum obat, atau minum jamu. Jadi, tidak hanya menggunakan obat-obatan kimia seperti yang saat ini diterapkan di negeri ini.

Rasulullah saw. dahulu berobat dengan berbekam. Di samping itu, beliau juga mengonsumsi madu dan habatusauda untuk menjaga kesehatan. Namun, pengobatan dalam Islam tidak hanya bekam, madu, atau habatusauda. Fakta membuktikan bahwa ilmu pengobatan semakin berkembang pada masa kekhilafahan. Pada saat itu, muncullah ilmuwan-ilmuwan muslim yang ahli dalam pengobatan, seperti Ibnu Sina. Bahkan, buku Qanun fii Ath-Thibb pernah dijadikan sebagai satu-satunya rujukan dalam bidang kedokteran di Eropa.

Oleh karena itu, pengobatan dengan menggunakan jamu juga dapat dikembangkan agar lebih mudah diterima oleh masyarakat luas. Di samping dapat mengurangi ketergantungan terhadap asing, juga meringankan biaya pengobatan. Biaya pengobatan yang ringan akan memudahkan mewujudkan masyarakat yang sehat. Dengan demikian, negara pun menjadi kuat. Sayangnya, hal ini hanya akan terwujud jika penguasa memahami tanggung jawabnya sebagai pelayan umat. Dengan kesadarannya itu, ia akan menyediakan layanan kesehatan yang terbaik bagi rakyat. 

Wallahu a’lam bishawaab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Mariyah Zawawi Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Challenge NP: Charger Penulis Hebat
Next
Jadilah Muslimah Antibaper
1 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

12 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Mahganipatra
9 months ago

Akhir² ini sy pun kerap bikin jamu, masyaa Allah sangat menginspirasi tulisannya mbak....

Atien
Atien
9 months ago

Dari dulu saya juga suka jamu, meskipun pahit tapi berkhasiat. Beda dengan anak sekarang yang sukanya minuman manis yang bisa membahayakan kesehatan.
Barakallah mba @Mariyah. Naskah yang keren
Semoga setelah membaca naskah ini , makin banyak yang suka jamu.

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Atien
9 months ago

Aamiin.

Sartinah
Sartinah
9 months ago

Saya sekarang sudah suka sama jamu. Dulu anti jamu. Kalau di kampung masih banyaklah orang yang bikin jamu sendiri untuk mengatasi berbagai problem kesehatan yang ringan-ringan. Barakallah bu Qib.

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Sartinah
9 months ago

Aamiin.

Iha Bunda Khansa
Iha Bunda Khansa
9 months ago

Alhamdulillah, saya sudah share ke FB aman

Barakallahu Mbak

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Iha Bunda Khansa
9 months ago

Alhamdulillah.
Aaminn

Triana
Triana
9 months ago

Ga ngulang mbak ngombe paitan, hehehehe, mending beras kencur sama sinom

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Triana
9 months ago

Kalau beras kencur dan sinom memang enak rasanya. Anak-anak biasanya juga mau.

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
9 months ago

Saya akan mencoba share ini di FB.
Barakallah, judul yang keren.

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Isty Da'iyah
9 months ago

Monggo, mbak.
Semoga sudah normal lagi.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram