Apa pun kebijakannya, jika masih bertumpu pada sistem yang bobrok yakni kapitalisme sekuler, masalah tidak akan pernah terselesaikan.
Oleh. Siti Komariah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Bagai lingkaran setan yang membelenggu manusia. AIDS masih menjadi momok menakutkan di seluruh dunia, tanpa terkecuali di Indonesia. Kasusnya terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, dan hingga saat ini belum juga menuai solusi tuntas. Penyakit AIDS masih menjadi salah satu tantangan kesehatan dunia paling serius.
Diskriminasi terhadap penderita AIDS pun masih terjadi di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat memandang sebelah mata para penderita AIDS, sebab penyakitnya dianggap begitu menular. Maka, penderita AIDS wajib dihukum sendirian akibat perbuatannya, bahkan mereka seakan menjadi penyebab dari penularan virus mematikan tersebut.
Di setiap tanggal 1 Desember menjadi hari yang dikhususkan untuk memperingati hari AIDS sedunia. Melansir dari WHO, hari AIDS tahun ini mengangkat tema "Let communities lead", atau "Biarkan masyarakat yang memimpin". Tema ini berfokus pada potensi komunitas untuk menjadi penggerak utama dalam menyadarkan masyarakat dunia akan bahaya dari penyakit ini, dan ikut berpartisipasi untuk membasmi AIDS hingga tuntas, serta menyadarkan masyarakat untuk menghilangkan stigma negatif terhadap penderita AIDS atau Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), sebab mereka juga berhak hidup layak seperti orang yang normal.
Angkat Penderita HIV/AIDS Sedunia
Melansir data dari WHO, kasus penderita HIV sedunia pada tahun 2022 mencapai 39 juta orang. 37,5 juta orang di antaranya adalah orang dewasa, yaitu perempuan 20 juta orang dan laki-laki 17,4 orang. Kemudian, anak-anak penderita HIV mencapai 1,5 juta anak.
Data di atas menunjukkan peningkatan kasus dari tahun 2021. Menurut data WHO, penderita kasus HIV sedunia pada tahun 2021 mencapai 38,4 juta orang, yaitu perempuan 19,7 juta orang dan laki-laki 16,7 juta orang. Sedangkan, anak-anak 1,7 juta anak. Penyumbang kasus penderita HIV/AIDS terbanyak adalah negara di bagian Afrika yakni diperkirakan 25,6 juta orang. Diikuti Amerika dan Asia Tenggara, 3,8 juta orang dan 3,9 juta orang. Disusul, Eropa 3,8 juta orang, Pasifik Barat 2,2 juta orang, dan Mediterania Timur 490.000 orang.
Bagaimana dengan Indonesia?
Selama triwulan I, pada tahun 2023, kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Indonesia mengalami peningkatan. Menurut juru bicara Kementerian Kesehatan dr. Muhammad Syahril, mengungkapkan ada peningkatan kasus HIV yang cukup signifikan di tahun 2023 ini. Menurutnya, penularan kasus didominasi dari ibu rumah tangga yang mencapai 35 persen. Hal ini berdampak juga pada anak yang baru lahir dari ibu yang terinfeksi virus tersebut, sehingga angka kasus anak pun ikut bertambah sekitar 45 persen. Angka ini naik setiap tahunnya sekitar 700-1000 anak terinfeksi HIV/AIDS (sehatnegeriku.kemkes.go.id, 9/5/2023).
Hari AIDS Sekadar Seremoni
Hari AIDS pertama kali dicetuskan oleh James W. Bunn dan Thomas Netter. Mereka berdua adalah pegawai dari badan kesehatan dunia (WHO). Tujuan dari gagasan hari AIDS adalah untuk menyadarkan masyarakat global agar memiliki solidaritas terhadap penderita AIDS, serta keikutsertaan masyarakat untuk melakukan pencegahan terhadap penyakit tersebut.
Setiap peringatan Hari AIDS sedunia, badan kesehatan dunia akan memberikan tema-tema yang berbeda. Tema ini dimaksudkan sebagai salah satu fokus untuk bisa menjadi solusi terhadap permasalahan HIV/AIDS yang tidak kunjung teratasi. WHO mengamanatkan kepada berbagai negara agar bersama-sama untuk menyadarkan masyarakatnya, bahwa keberadaan dari HIV/AIDS masih ada, dan membutuhkan kerja sama mereka untuk menanggulangi virus ini agar bisa dihentikan hingga tuntas.
Namun, selama 35 tahun peringatan Hari AIDS sedunia dilakukan dengan memunculkan berbagai regulasi, mulai dari Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yang dimasukkan dalam kurikulum pendidikan, perilaku seks sehat, setia pada pasangan, hingga program Test and Treat. Alih-alih berbagai regulasi tersebut membuahkan hasil nyata, yang terjadi justru kasusnya kian meningkat tajam setiap tahunnya, dan menyebar di seluruh dunia. Ini mengindikasi bahwa peringatan hari AIDS layaknya sebuah seremoni belaka.
Strategi dan kebijakan apa pun itu yang berusaha dilakukan untuk mencari solusi dari kasus ini tidak akan membuahkan hasil. Sebab, dipahami bahwa solusi yang diberikan dari perspektif kaum liberal hanya sebagai tambal sulam atau sekadar di permukaan yang tidak menyentuh akar masalahnya.
Lihat saja, dalam mengatasi penyebaran HIV yang kian meluas. Salah satu regulasi yang diberikan pemerintah adalah melakukan seks sehat yaitu menggunakan kondom, namun nyatanya regulasi ini tidak menyelesaikan masalah, namun justru menjadi buah simalakama bagi generasi. Bagaimana tidak, penggunaan kondom tidak dapat membendung penularan virus, yang terjadi generasi justru diajarkan untuk berperilaku liberal yang sejatinya melenceng dari aturan Sang Ilahi.
Menilik Akar Masalah
Sebelum mewabah, menurut para ahli, penyakit Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome atau HIV/AIDS pertama menyerang kekebalan monyet dan kera, yaitu Simian Immunodeficiency Virus (SIV). Virus inilah yang kemudian menjangkiti simpanse disebabkan simpanse memakan kera kecil yang terjangkit SIV. Kemudian, virus itu menjangkiti manusia disebabkan para pemburu Afrika sering memakan daging simpanse, atau darah simpanse yang terjangkiti virus masuk melalui celah luka pemburu. Dari sinilah awal mula penularan SIV menjadi HIV. HIV/AIDS pertama kali ditemukan di Afrika, kemudian menyebar melalui pekerja migran atau perdagangan seks, hingga pada tahun 1970 menyebar ke seluruh dunia.
Dari awal penyebaran kasus HIV/AIDS tersebut mengindikasi bahwa kasus HIV ini bukan hanya masalah medis saja, namun ada yang salah dengan gaya hidup masyarakat di dunia saat ini. Gaya hidup liberal atau serba bebas, mulai dari seks bebas, penyalahgunaan narkotika, penyimpangan seks yaitu LGBT, dan gaya hidup liberal lainnya yang diterapkan oleh sistem kapitalisme sekuler telah menjadi biang kerok merebaknya virus tersebut.
Misalkan, menurut data dari UNAIDS lelaki seks lelaki dan transgender menjadi salah satu penyumbang terbesar penyebaran HIV/AIDS atau lebih berisiko terpapar virus tersebut. Seperti di Indonesia, khususnya di daerah Subang selama kurun waktu 6 bulan pada tahun 2023, kaum pelangi menjadi penyumbang terbesar penyebaran virus HIV, yakni 33 persen atau tercatat 143 kasus (rri.co.id, 13/8/2023). Ini hanya terjadi di satu daerah Indonesia, masih ada daerah lainnya di mana kaum pelangi juga menjadi salah satu penyumbang terbesar kasus HIV/AIDS.
Kapitalisme yang berasas pada materi telah menjadikan gaya hidup kian liberal. Aturan kehidupan tidak lagi bersandar pada syariat Allah, melainkan bersandar pada hawa nafsu dan akal manusia semata. Apa pun akan dikehendaki, jika itu menghasilkan sebuah materi, serta memberikan kebebasan bagi manusia itu sendiri.
Dengan dalih Hak Asasi Manusia (HAM) sesuatu yang haram pun dilegalkan, bahkan dilindungi di atas undang-undang. Seperti, aktivitas zina dianggap sebagai sebuah pekerjaan. Sebuah keharaman justru difasilitasi, seperti pergaulan bebas difasilitasi menggunakan kondom, dan penyediaan cafe-cafe. Sungguh miris.
Islam sebagai Solusi
Dari fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa kapitalisme sampai kapan pun tidak akan bisa memberikan solusi terhadap problematika umat manusia, termasuk masalah HIV ini. Adapun solusi yang diberikan, hanya sekadar tambal sulam tidak menyentuh akar masalah. Masalah demi masalah yang membelit manusia saat ini nyatanya membutuhkan sebuah solusi praktis dan tuntas, solusi tersebut hanya ada pada Islam. Bukankah Allah telah berfirman dalam surah al-Maidah ayat 49,
وَأَنِ ٱحْكُم بَيْنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَآءَهُمْ وَٱحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَنۢ بَعْضِ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ
"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu."
Islam adalah agama yang paripurna, dan memiliki solusi atas berbagai problematika umat, termasuk penyebaran HIV/AIDS. Ada beberapa langkah yang dilakukan oleh Islam untuk menghentikan penyebaran virus ini, yaitu.
Pertama, penerapan sistem pergaulan sesuai syariat Islam. Di dalam Islam, pergaulan antara perempuan dan laki-laki diatur, tidak dibebaskan sebagaimana sistem kapitalisme saat ini. Sebab, hukum kehidupan antara laki-laki dan perempuan sejatinya terpisah secara mutlak, kecuali ada aturan yang mengikatnya seperti pernikahan.
Ada larangan bagi laki-laki dan perempuan yang wajib ditaati, yaitu tidak boleh mendekati aktivitas berzina, seperti ber-khalwat (berdua-duaan tanpa mahram), termasuk pacaran, ber-ikhtilat (campur baur) kecuali dalam perkara yang diperbolehkan, seperti haji, umrah, jual-beli, berobat, belajar mengajar, dan lainnya. Laki-laki pun diwajibkan untuk menundukkan pandangan kepada perempuan, agar tidak memunculkan syahwat. Sedangkan perempuan dilarang untuk bertabaruj dan diwajibkan untuk menutup aurat secara sempurna sesuai hukum syarak.
Tidak hanya itu, aktivitas-aktivitas penyimpangan seksual, seperti LGBT akan dilarang keras di dalam negeri Islam. Ini untuk menjaga fitrah manusia. Pergaulan bebas, seperti seks bebas dan penyalahgunaan narkoba pun dilarang secara tegas.
Kedua, jika aturan pergaulan telah diterapkan namun masih ada yang tidak menaati, negara akan memberikan sanksi yang tegas dan keras, serta mampu memberikan efek jera, baik bagi pelaku maupun orang lain. Penerapan sanksi ini sebagai wujud untuk mendisiplinkan masyarakat terhadap aturan Islam.
Seperti, jika ada yang melakukan zina atau penyimpangan seks, seperti LGBT. Negara akan memberikan sanksi sesuai syariat Islam, bagi pezina maka akan dirajam, bagi pelaku LGBT akan dibunuh. Sanksi dalam Islam berfungsi sebagai jawazir (pencegah kriminalitas terulang kembali) dan jawabir (penebus dosa di akhirat kelak).
Ketiga, memberikan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan. Tidak boleh memakan makanan yang haram. Makanan wajib diolah dengan baik. Ini untuk menjaga kesehatan tubuh dari paparan berbagi virus yang berasal dari hewan-hewan.
Keempat, jika sistem pergaulan telah diterapkan dan sistem sanksi juga ditegakkan, serta pola hidup sehat telah dilakukan, namun ada masyarakat yang terjangkit penyakit HIV/AIDS. Negara akan memberlakukan mereka sesuai dengan tuntunan syariat yakni metode penanggulangan penyakit menular. Di mana, negara akan melakukan karantina kepada penderita HIV/AIDS tersebut dengan memberikan pengobatan berkualitas untuk memastikan kesembuhannya. Biaya kesehatan tersebut diberikan secara gratis kepada seluruh masyarakat. Di samping itu, negara pun akan berupaya keras untuk melakukan berbagai riset untuk menemukan obat penawarnya, sebab tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya. Rasulullah bersabda,
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ
Artinya: "Semua penyakit ada obatnya. Apabila sesuai antara obat dan penyakitnya, maka (penyakit) akan sembuh dengan izin Allah SWT." (HR Muslim)
Berikut cara Islam untuk menghentikan penyebaran virus HIV/AIDS dan menjaga kesehatan rakyatnya. Namun, cara tersebut wajib didukung dengan adanya berbagai sistem lainnya, seperti sistem ekonomi Islam, politik Islam, dan lainnya. Dengan berbagai mekanisme di atas, maka penyebaran virus dapat diminimalisasi bahkan dihentikan.
Khatimah
Berbagai peringatan, termasuk peringatan hari AIDS sedunia yang hampir tiap tahun diadakan dan menuai kegagalan dalam mengurai masalah, seharusnya cukup menyadarkan manusia saat ini bahwa apa pun kebijakannya jika masih bertumpu pada sistem yang bobrok yakni kapitalisme sekuler, masalah tidak akan pernah terselesaikan.
Saatnya manusia kembali pada aturan Ilahi, yakni penerapan sistem Islam secara menyeluruh dalam segala sendi kehidupan. Dengan penerapan Islam, hidup manusia bisa sejahtera dan masalah dapat diselesaikan dengan sempurna. Semua itu terbukti pada masa kejayaan Islam silam. Wallahu a’lam Bishawab.[]
Sedih dengarnya ketika Masyarakat memandang sebelah mata para penderita AIDS, sebab penyakitnya dianggap begitu menular, Padahal tidak semua pasien AIDS adalah pelaku zina, justru terkadang mereka adalah korban.
Peringatan hari AIDS sedunia tidak akan berdampak apa apa dalam mengatasi AIDS. Heran ya seakan menjadi solusi ketika setiap permasalahan di buatkan hari spesial. Misal hari ibu, hari ayah. bumi, hari santri, hari, palang merah, hari pramuka dan peringatan berbagai hari -hari yang disicetuskan sebagai hari nasional atau internasional.
Apa ad dampaknya? Nol
Hari AIDS Sedunia hanya seremonial yang setiap tahun diperingati. Dan kapitalisme tidak akan mampu menjadi solusi untuk memutus penyebaran AIDS.
Memperingati hari Aids tidak akan berdampak ketika masih menerapkan sistem kapitalis seluler.
Benar sekali, Peringatan Hari AIDS Sedunia tidak akan memberikan solusi yang signifikan di sistem sekuler. Penanggulangannya yang hanya setengah-setengah tidak akan menyentuh akar masalah. Penyakit AIDS hanya bisa dituntaskan jika manusia menjadikan Islam sebagai panduan hidup di setiap aspek. Barakallah mba @ Siti
Kapitalisme dengan akidahnya sekularisme mewujudkan gaya hidup liberal, umat kian bobrok
Hanya penerapan Islam secara kaffah HIV/Aids bisa diberantas..