Goodbye, Comfort Zone!

Confort zone

Turns out that this dakwah brings me to the open air with strenght. This dakwah comforts me from the fear, worries, and reluctance to do something. Indeed, this dakwah tears any comfort zone that makes people hold dunya tightly. Goodbye, comfort zone!

Oleh. Deena Noor
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Badan serasa panas dingin. Jantung berdebar-debar kayak jumpa mantan (mantan apa nih?!). Apalagi saat mendekati pukul 24.00, rasanya makin deg-degan plus keringat bercucuran. Suasana kian mencekam. Bukan karena horor hantu-hantuan, tetapi karena naskah masih belum beres. Sementara, deadline sudah di depan mata. Tiba-tiba saja, wus! Tangan mengetik begitu lincahnya dengan dipandu otak yang mendadak lancar seperti WiFi berkecepatan 50 mbps. Kata demi kata, kalimat demi kalimat meluncur dengan ringan hingga sampailah pada titik pemungkas. Alhamdulillah. 

Kalau kepepet biasanya suka begitu. Yang semula mandek jadi lancar. Semua seperti mengalir bebas hambatan. Mungkin itu karena doa yang sungguh-sungguh dipanjatkan oleh jiwa yang tersudut oleh tenggat waktu. Tugas menulis untuk hari ini pun akhirnya selesai. Sudah lewat tengah malam. Saatnya istirahat supaya besok bisa bertempur lagi. 

Itulah yang kurasakan saat mengikuti challenge yang diadakan oleh NP. Challenge ini sungguh menguras tenaga, pikiran, dan emosi (bagiku). Bagaimana tidak? Kita diharuskan buat tulisan dan di-posting di Facebook setiap hari. Tantangan menulis ini berlangsung selama 10 hari berturut-turut alias tidak boleh jeda sehari pun. Kalau sampai jeda satu hari, maka gugurlah sudah. 

Momen menegangkan itu terjadi dalam sebuah tantangan menulis yang bertajuk Challenge Kaleidoskop 2021. Challenge ini benar-benar menguji nyali dan kemampuan diri. Sejauh mana bisa melakukannya. Sampai finish atau berhenti di tengah jalan?

Keluar dari Zona Nyaman

Bagi yang tidak pernah ikut challenge tentu cukup berat. Sebab, harus menulis setiap hari dan tidak boleh melebihi batas waktu pengumpulannya. Selain itu juga harus memikirkan apa yang hendak ditulis. Meskipun sudah dipersiapkan sebelumnya, tetapi tetap saja dalam eksekusinya tak segampang yang ada di angan-angan. Kadang banyak distraksi dan iklan kehidupan yang harus dibereskan segera. Belum lagi kalau di tengah jalan tiba-tiba terjadi perubahan rencana, maka harus sigap melakukan penyesuaian. Jika tidak, pasti akan keteteran.

Challenge menulis sepuluh hari itu seperti mengusik kenyamananku. Aku tipikal penulis yang tidak bisa cepat-cepat menyelesaikan sebuah naskah. Mungkin jika dibandingkan dengan yang lainnya, aku termasuk lamban. Sebenarnya bukan hanya dalam  menulis sih, tetapi juga dalam aktivitas lainnya seperti belajar, memasak, dll. Bisa jadi karena ada sedikit jiwa psikopat, eh salah ... sifat perfeksionis dalam diriku sehingga saat mengerjakan sesuatu harus tepat seperti yang diinginkan. Banyak detail yang diperhatikan sehingga butuh waktu lebih. I’d rather do something on my own way.

Bagiku, menulis membutuhkan ketenangan lahir dan batin serta suasana yang mendukung. Sementara sebagai mamak-mamak, prioritas utama tentu saja adalah anak-anak, suami, dan segala macam urusan rutang alias rumah tangga. Kalau anak-anak masih pada ribut, mamak tak bisa khusyuk menulisnya. Apalagi kalau pak suami memanggil, ya, menulisnya harus berhenti dahululah. Intinya, penuhi dahulu kebutuhan anak-anak dan suami, baru bisa menulis dengan tenang.

Zona nyamanku dalam menulis adalah berada dalam ketenangan, tidak di bawah tekanan, dan tidak diburu waktu (kayaknya semua orang begitu, deh!). Dengan begitu, aku bisa menulis apa pun yang kumau. Aku pun punya cukup waktu untuk mengumpulkan bahan-bahan tulisan. Kemudian meramunya menjadi sebuah naskah dan menyuntingnya dengan baik. SmoothSlowly but sure.

Namun, itu semua tidak berlaku saat mengikuti challenge sepuluh hari itu. Kehidupan yang normal dan tenang berubah menjadi grasak grusuk karena harus cepat-cepat menyelesaikan satu tulisan setiap harinya. Aku seperti berlari berkilo-kilo meter. Ngos-ngosan dan kehausan (alah lebai!). Selain itu, aku juga harus bisa mengatur waktu agar semua tugas bisa selesai. Yakni, mengerjakan tugas sebagai ibu dengan segala rupanya dan menyelesaikan tulisan tepat waktu. Dua-duanya harus dikerjakan dengan tak asal-asalan. Bisa dibayangkan capeknya pikiran dan badan.

Zona nyamanku yang lain adalah aku suka bekerja dalam diam dan menghindari sorotan. Tak perlu banyak bicara. Sebab, aku ini pemalu yang pendiam. Suka ambyar kala tersorot kamera netizen (apaan sih!). Grogi, takut, dan bingung. I don’t know how to respond that attention appropriately.

Memutuskan ikut challenge sepuluh hari itu jelas tak bisa menghindari adanya sorotan. Kerja kita pasti akan dilihat banyak orang. Bahkan, dinilai oleh banyak orang dengan berbagai sudut pandangnya. 

Niatkan Berbagi

Ya, seperti itu kalau menuruti kata hati sendiri. Masalahnya ‘kan menulis ini bukan lagi untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain. Maksudnya, menulis ini ditujukan untuk dakwah. Kalau disimpan sendiri, tidak dibagi, lalu bagaimana orang lain bisa tahu? Bagaimana bisa dakwah kalau tidak disampaikan? Bukankah dahulu niatnya menulis itu supaya bisa ikut berdakwah? Kenapa jadi ragu dan enggan?

Bismillah sajalah. Bagus atau tidak, biarkan pembaca yang menilainya. Cukup menulislah dengan baik. Respons orang jangan terlalu dipikirkan. Selama kita menyampaikan kebenaran, tak perlu takut atau ragu. Begitulah kiranya aku membesarkan tekad dan menyingkirkan rasa minder.

Turns out that this dakwah brings me to the open air with strenght. This dakwah comforts me from the fear, worries, and reluctance to do something. Indeed, this dakwah tears any comfort zone that makes people hold dunya tightly. Goodbye, comfort zone!

Jadi, kenapa akhirnya aku mau ikut challenge adalah karena ingat pada niat awal saat memulai terjun ke dunia kepenulisan. Untuk dakwah. Itulah niat yang ditanamkan oleh guruku dan kucoba untuk melaksanakannya hingga kini. Ketika muncul rasa tidak percaya diri, malas, atau takut, maka kuingat kembali alasanku ada di sini. 

Challenge ini lebih dari sekadar cari juara dengan nilai tertinggi. Challenge ini juga tak hanya mengasah kemampuan dalam merangkai kata-kata menjadi sebuah tulisan yang mencerdaskan dan menggugah jiwa. Namun, challenge ini juga termasuk dalam rangkaian kereta dakwah melalui tulisan. Inilah yang utama.

Aneka hadiah dari challenge adalah bonus dan reward atas kerja keras dalam menyemarakkan dakwah. Reward tak sekadar nominal, tetapi apresiasi atas sebuah upaya dan karya. 

Pantang Bubar Sebelum Kelar

Secara pribadi, aku termasuk penganut “Sekali layar terkembang, pantang surut ke belakang” yang cukup garis keras. Jika telah memutuskan untuk melakukan sesuatu, maka akan berusaha sekuat tenaga menyelesaikannya hingga akhir. Bagaimana pun caranya, pekerjaan yang sudah diambil itu harus diselesaikan. Meskipun nantinya mungkin tidak sesuai dengan target, tetapi yang pasti pekerjaan itu tidak boleh ditinggalkan.

Lebih baik finish terakhir daripada keluar arena. Mungkin seperti itulah prinsipnya. Lain hal kalau di tengah jalan terjadi sesuatu yang benar-benar membuat aku tak bisa lanjut seperti sakit yang parah banget. Namun, selama tak ada sesuatu yang urgen hingga harus berhenti, maka selesaikan hingga akhir.

Setelah memutuskan untuk ikut challenge, aku berusaha untuk menuntaskannya. Meskipun setiap saat resah gelisah membayangi, tetapi harus dihadapi sebagai bagian dari pilihan yang sudah diambil. Selesaikan apa yang sudah dimulai. Jangan bubar sebelum tulisan kelar.

Komitmen dan Kesungguhan yang Diuji 

Meskipun kita pemula, tak masalah. Setiap orang pasti mengalami pengalaman pertama sebelum dia menjadi terbiasa dan mahir. Pemikiran seperti ini kutanamkan untuk menguatkan diri mengambil tantangan.

Jangan nekat, tetapi bertekadlah. Bertekadlah untuk menjadikan setiap tantangan sebagai ajang mengasah skill dan kesempatan belajar. Persiapkan diri sebelum mulai mengikuti tantangan. Ini merupakan bentuk kesungguhan pada komitmen yang telah ditetapkan. 

Dalam tantangan menulis sepuluh hari itu banyak sekali hal yang mengujiku. Sebagian besar adalah dari bungsuku yang berkebutuhan khusus. Inilah tantangan terberatku. Baru mau menulis, eh, dia rewel. Baru mau duduk di depan laptop, eh dia minta ditemani. Baru mau buka catatan, eh, dia mengajak main. Giliran kondisi sudah aman semua, eh, malah akunya yang mengantuk. Kadang bikin nangis. Kadang bikin ketawa saking sedih dan pahitnya kenyataan hidup hingga tak bisa berkata-kata. 

Beginilah serba-serbi ibunda dalam melakoni peran sebagai penulis. Aku yakin semua pernah mengalaminya. Tak perlu keluar tanduk, Bun! Sabar saja. Semua cobaan itu pasti akan bubar pada waktunya kok! Sabar is the right way. Sabar all the way.

Kerjakan satu-satu. Pasti kelar juga. Mengomel saja tak akan membuat pekerjaan jadi beres. Selesaikan dahulu tugas sebagai ibu rumah tangga yang memang mendesak seperti menyiapkan makanan untuk keluarga dan bersih-bersih. Jika ada tugas-tugas rumah yang bisa ditunda, mungkin bisa ditaruh sebentar. Selesai menulis, segera kerjakan yang tertunda tadi. Kupupuk terus sabar biar semangat tak ambyar.

Usahakanlah dengan sungguh-sungguh setiap pekerjaan. Ketika menjadi ibu, ya, tunaikan apa yang menjadi kewajiban kita. Ketika sedang menjalani peran sebagai penulis, ya, menulislah dengan tanggung jawab. Upayakan jangan sampai asal-asalan. Tekadku tak ingin setengah-setengah dalam menaklukkan tantangan.

Aku memotivasi diriku sendiri selama tantangan berlangsung. I’ll do it and finish it well. Insyaallah. 

Doa yang Menolong 

Satu hal yang tak boleh ketinggalan dalam mengerjakan apa pun adalah doa. Jangan tinggalkan ia. Sebab, doa adalah senjata. Ia sepaket dengan tawakal dan ikhtiar. Doa ini sangat membantuku dalam mengikuti tantangan menulis. 

Doa supaya diberi kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan tantangan. Sebab, hanya Allah yang bisa membuka simpul-simpul kesukaran dan membuat jalan di depan menjadi lengang dan mudah dilalui. Apalagi saat kondisi makin mendesak, kencangkanlah doa. Insyaallah akan dibukakan jalan sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Mukmin ayat 60:

 وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ

Artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.’”

Hal ini benar adanya. Ada saat ketika aku merasa situasi sangat mepet dan hampir membuatku frustrasi. Aku benar-benar pasrah, tetapi aku juga tak mau menyerah. Sembari menangis dalam hati, aku berdoa meminta kekuatan dari-Nya. Aku juga minta sama Allah supaya anakku bisa tenang, tidak rewel, dan cepat tidur agar aku bisa menulis hari itu dan beberapa hari ke depan. Aku janji tidak akan mengeluh dan mengerjakan tugas-tugasku dengan baik. Aku juga akan menerima apa pun yang terjadi. Kuurai doaku dengan penuh keyakinan. Kuperjelas doaku karena memang sebutuh itu diriku akan pertolongan-Nya.

Alhamdulillah. Allahu Akbar. Atas pertolongan Allah, tantangan menulis itu bisa kujalani sampai di titik akhir. Lega tak terkira. Bisa menyelesaikan tantangan itu merupakan prestasi bagiku. 

Hasil Perjuangan

Pada akhirnya, aku berhasil menyelesaikan tantangan menulis dan menghasilkan sepuluh tulisan. Tulisan yang kubuat selama challenge adalah Sampah Kapitalisme, Dunia Tak Selebar Daun Kelor, Esok Pasti Cerah, Menjemput Janji Agung, Pembawa Ideologi Tidak Menangis, Tomorrow with Khilafah, Jangan Biarkan Air Matanya Menetes, Kesalahan Terbesar, Ibuku Sayang, dan Chicago Syndrome, Kala Pembangunan Hanya Bervisi Dunia. Bagi yang penasaran dan berminat membaca, silakan mencarinya di

Dari sepuluh naskah itu, ada satu naskah yang istimewa. Naskah ini tersimpan lama dalam benakku. Mungkin hampir dua tahun, Chicago Syndrome hanya berada dalam angan-anganku. Akhirnya, melalui challenge itu, aku bisa mewujudkannya menjadi sebuah tulisan. Alhamdulillah. Sangat senang rasanya. Makin istimewa ketika naskah ini dipilih menjadi salah satu yang terbaik. Inilah salah satu hikmah dari mengikuti challenge. Merealisasikan apa-apa yang tersimpan dalam alam pikiran kita. Menuangkan ide menjadi sebuah karya nyata.

Inilah kisahku tentang challenge yang diadakan NP. Bagiku, NP adalah media yang out of the box.Selalu menghadirkan sesuatu yang baru dan keren. Banyak memberi ruang bagi para penulis yang concern dengan dakwah. Soal apresiasi jangan ditanya lagi. Besar sekali. Kalau tidak percaya, datanglah dan buktikan sendiri.

Wallahu a’lam bishshawwab []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Deena Noor Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Antara Challenge dan Apresiasi
Next
Manusia Sepertiga Malam
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

18 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Bedoon Essem
Bedoon Essem
10 months ago

Barakallah yunda..keren selalu

Deena
Deena
Reply to  Bedoon Essem
10 months ago

wa fiik barakallah.. keren juga mbak Aya..

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
10 months ago

Tulisan yang selalu menginspirasi.

Deena
Deena
Reply to  Isty Da'iyah
10 months ago

Semoga bermanfaat ya

Wd Mila
Wd Mila
10 months ago

Baca naskahnya Mba Deena seperti berkaca.. suka menulis saat deadline, karena tidak khusyuk menulis jika lagi banyak orang....

Deena
Deena
Reply to  Wd Mila
10 months ago

Bukannya suka deadline.. tp seringnya ketemu sama deadline.. hehehe

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
10 months ago

Mbak Deena, tulisannya selalu membekas di hati

Deena
Deena
Reply to  Isty Da'iyah
10 months ago

Semoga bekasnya yg baik2 saja ya..

Dyah Rini
Dyah Rini
10 months ago

Barakallah Mbak Deena tulisannya selalu keren dan mantul.
Layak jadi juara nih.

Deena
Deena
Reply to  Dyah Rini
10 months ago

Wa fiik barakallah..
Sudah tayang dan ada yg baca aja sudah bahagia sy..

Sartinah
Sartinah
10 months ago

Barakallah mbk Dina. Patut dicontoh nih, pantang bubar sebelum kelar ya.

Deena
Deena
Reply to  Sartinah
10 months ago

Wa fiik barakallah..
Kalau nggak kuat, ya, terpaksa bubar duluan mbak.. hehehe

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
10 months ago

Masya Allah ....
Baarakallaah mbak

Deena
Deena
Reply to  Mariyah Zawawi
10 months ago

Wa fiik barakallah

Sherly
Sherly
10 months ago

Barakallah, selalu keren naskahnya..

Deena
Deena
Reply to  Sherly
10 months ago

Wa fiik barakallah..
Jazakillah khoir mbak Sherly sudah mampir..

Afiyah Rasyad
Afiyah Rasyad
10 months ago

Barvo Kanda. The best as always for me

Deena
Deena
Reply to  Afiyah Rasyad
10 months ago

So sweet..

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram