Toleransi Boleh, Tak Harus Jadi Pluralis!

”Toleransi akan lebih harmonis, tanpa harus menjadi pluralis. Karena dalam Islam tak ada paksaan dalam memeluk Islam (QS. Al-Baqarah/256), maka karena itu pula jangan memaksa umat Islam menganut pluralisme yang telah nyata menyesatkan.”

Oleh. Yana Sofia
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Euforia perayaan Natal dan Tahun Baru memang kerap mendatangkan dilema. Terlebih, kita hidup di tengah masyarakat yang sekuler. Mau tidak mau harus berhadapan dengan budaya rusak tersebut. Sehingga tak jarang muslim ikut latah dan membeo pada budaya Pagan, kendati telah jelas bertentangan dengan Islam. Alasannya sih, agar tidak dipandang kuper di tengah perkembangan zaman, pun untuk menunjukkan sikap toleransi.

Namun, haruskah meniru budaya jahiliah agar dipandang gaul? Apa dengan mencontoh toleransi ala barat kita dianggap bangsa yang hebat? Faktanya, generasi Islam adalah pewaris generasi emas peradaban, ia mewarisi amanah untuk melanjutkan predikat terbaik sebagaimana generasi salafussolih sebelumnya.

Karena itu, muslim tidak semestinya mengikuti budaya yang bertentangan dengan Islam, baik itu pluralisme atau liberalisme. Sebab, paham-paham sesat itulah yang menyebabkan umat mulia semakin jauh dari karakter generasi terbaik bagi peradaban.

Sejarah Pagan

Satu hal yang wajib kita pahami adalah bahwa Natal dan Tahun baru bukanlah milik kita. Kita punya hari besar sendiri dan tentunya jelas tujuannya dan syarah dalilnya. Dalam riwayat Abu Dawud Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah Swt. telah menggantikan dalam Islam dengan dua hari yang lebih baik dan lebih mulia, yaitu hari raya kurban (Iduladha) dan hari raya Idulfitri."

Natal sendiri adalah sebuah perayaan untuk memperingati hari lahir Yesus yang dilakukan tiap tanggal 25 Desember. Berdasarkan Wikipedia, Natal adalah serapan dari bahasa Portugis yang berarti kelahiran. Pada malam 24 Desember, Natal dirayakan dalam kebaktian dan dilanjutkan sampai pagi tanggal 25 Desember.

Walaupun seluruh dunia tahu bahwa perayaan Natal adalah peringatan kelahiran Yesus Kristus, namun Paus Paulus II pernah mengumumkan bahwa Yesus tidak dilahirkan pada 25 Desember. Tanggal tersebut justru dirayakan oleh kaum Pagan Kuno sebagai perayaan hari kelahiran banyak dewa di antaranya Tammuz, Osiris, Attis, dan banyak lagi.

Jelas, konsep Natal maupun Tahun Baru bukan milik umat Islam. Sungguh tak layak bagi muslim membeo dan tenggelam dalam ide pluralisme yang menyesatkan. Jika umat kukuh melakukannya, sama saja umat ini telah menggadaikan akidahnya sendiri dan memuluskan upaya penjajah yang berupaya menjauhkan umat dari Islam. Padahal, Rasulullah saw. telah melarang kita, sebagaimana sabdanya yang diriwayatkan oleh Abu Daud, "Orang yang menyerupai suatu kaum, maka ia bagian dari kaum tersebut."

Bukan Generasi Pembebek!

Secara psikologis, bangsa yang kalah biasanya akan bersikap inferior dan cenderung merasa penjajahnya hebat. Ide dan lifestyle penjajahnya pun dijadikan idealisme yang diagung-agungkan. Sehingga, apa pun yang berasal dari penjajah diklaim pasti keren. Apakah itu pandangan hidup, gaya hidup, hingga selebrasi dan perayaan-perayaan seperti Halloween, hingga Natal dan Tahun Baru. Semua 'disantap' tanpa filter. Dianggap budaya paling keren.

Karena kita hidup di bawah hegemoni penjajah barat baik dari segi pemikiran, sosial, budaya hingga kebijakan yang melatarbelakangi penguasaan terhadap SDA. Maka jangan heran perilaku membebek ini, telah menjadi karakter yang mendarah daging bagi umat yang kalah. Tapi, kita ini 'kan muslim! Allah mengutus kita sebagai generasi terbaik. Tidak seharusnya kita menerima ide penjajah begitu saja. Allah berfirman dalam surah Ali Imran ayat 110, "Kalian adalah sebaik-baik umat yang diadakan untuk manusia, menyuruh berbuat kebaikan dan melarang dari kejahatan."

Sebagai generasi unggul seharusnya kita tidak terima berada di posisi kalah dan bertekuk lutut di bawah kaki penjajah. Apalagi membebek budaya kafir secara membabi buta. Dalam surah Al-Maidah ayat 3, Allah Swt. telah menyampaikan, "Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu."

Tugas Siapa?

Gambaran kondisi umat yang kian liberal adalah akibat Islam dijauhkan dari kehidupan, sekaligus membuktikan kelalaian penguasa dalam melindungi akidah umat tetap pada porosnya. Di tengah arus liberalisme yang semakin gencar, konsep pluralisme yang kian mengakar, negara abai dalam memenuhi hak-hak umat untuk menjalankan ibadahnya dan menjaga akidah umat tetap bersih tanpa tercemar oleh paham-paham yang merusaknya. Jelas ini adalah kelalaian penguasa!

Hanya saja, kita paham Institusi yang berdiri atas asas sekularisme mustahil merealisasikan perannya untuk menjamin akidah umat terjaga. Kita memerlukan bangunan kepemimpinan Islam yang menerapkan syariat secara kaffah, berdasarkan Al-Qur'an dan sunah. Karena hanya Daulah Islam yang mampu menjaga akidah umat dan mencabut apa pun ide yang lahir dari sekularisme sampai ke akar.

Karena itu, mari segera berjuang menegakkan Islam kaffah. Bentengi umat dari racun pluralisme dan ide yang melahirkannya ke dunia. Dengan cara membuang jauh-jauh sistem sekuler dari kehidupan kita, lantas menggantinya dengan sistem Islam yang diterapkan dalam bingkai negara.

Penerapan Islam secara kaffah adalah satu-satunya jalan menuju bangsa kuat dan berdaya. Sehingga, tak ada lagi mampu merecoki umat dengan budaya penyembahan berhala, dan tuhan-tuhan lain selain Allah. Kemenangan ini adalah janji Allah, sebagaimana tertera dalam An-Nur ayat 55, “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi."

Khatimah

Jadi, silakan toleransi, menghargai sesama tanpa harus ikut-ikutan membebek pada budaya penjajah dan merusak akidah umat mulia. Toleransi akan lebih harmonis, tanpa harus menjadi pluralis. Karena dalam Islam tak ada paksaan dalam memeluk Islam (QS. Al-Baqarah/256), maka karena itu pula jangan memaksa umat Islam menganut pluralisme yang telah nyata menyesatkan. Wallahu alam![]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim penulis Inti NarasiPost.Com
Yana Sofia Tim Penulis Inti NarasiPost.Com. Sangat piawai dalam menulis naskah-naskah bergenre teenager dan motivasi. Berasal dari Aceh dan senantiasa bergerak dalam dakwah bersama kaum remaja.
Previous
Menghilangkan Aroma Pluralisme dalam Seremoni Tahun Baru
Next
Awas, Toleransi Jangan Sampai Bablas!
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram