Tak Cukup dengan Gotong Royong

”Untuk menghadapi resesi tahun 2023, tak cukup dengan gotong royong dan menabung. Saatnya negara meninggalkan sistem ekonomi kapitalis dan beralih menerapkan sistem ekonomi Islam yang adil.”

Oleh. R. Raraswati
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Tahun 2023 diperkirakan terjadi resesi secara global. Namun, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir pada acara Cahaya At-Thohir di Masjid At-Thohir, Sabtu (24/12/2022) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia terus naik hingga 2045 sebagaimana diberitakan Republika.co.id, (24/12/2022). Benarkah demikian?

Pernyataan Erick Thohir

Ajakan menteri BUMN Erick Thohir untuk saling gotong royong dan rajin menabung menurutnya dapat menyelamatkan Indonesia dari resesi yang diperkirakan terjadi pada tahun 2023. Gotong royong yang ia maksudkan adalah menghidupkan ekonomi di sekitar, tidak dengan orang lain. Saling membantu sesama dan mengingatkan masyarakat untuk menabung.

Tidak cukup berdoa, tapi harus mulai menabung. Menurutnya, boleh konsumtif yang diperlukan saja, bukan kemewahan yang berlebihan dan justru membebani. Erick juga meminta masyarakat tidak takut Indonesia resesi selama terus bergotong royong dan saling membantu sesama. Pertanyaannya, benarkah cara ini bisa menyelamatkan Indonesia dari resesi? Lalu di mana peran pemerintah dalam mengendalikan perekonomian negara?

Kondisi Ekonomi Indonesia

Indonesia pernah mengalami beberapa kali resesi. Pada tahun 1963 Indonesia mengalami resesi akibat hiperinflasi. Saat itu Indonesia dikucilkan dari dunia Internasional karena sikapnya yang konfrontatif. Namun, kondisi semakin membaik pada tahun 1970-an.

Pada tahun 1998 Indonesia kembali mengalami resesi hebat yang dipicu krisis keuangan Asia. Berawal dari kebijakan Thailand yang meninggalkan nilai tukar tetap (fixed exhange rate) terhadap dolar Amerika mengakibatkan banyak perusahaan gagal bayar karena nilai mata uang melemah. Krisis tersebut menjalar ke negara-negara Asia termasuk Indonesia.

Krisis ekonomi ke-3 yang dialami Indonesia pada tahun 2020/2021 sebagai dampak pandemi Covid-19. Kondisi ini masih dirasakan masyarakat hingga akhir tahun 2022 ini. Daya beli masyarakat menurun, sehingga banyak perusahaan gulung tikar dan tutup. Berdampak juga pada meningkatnya pengangguran akibat PHK.

Penerapan Sistem Ekonomi Kapitalis

Pascapandemi, Indonesia masih berusaha membangkitkan kembali perekonomian. Namun sayangnya, masih menerapkan sistem ekonomi kapitalis yang lebih mengutamakan kepentingan para pemilik modal. Ini terlihat dari beberapa kebijakan pemerintah khususnya di bidang ekonomi justru lebih menguntungkan para pemilik modal dibandingkan masyarakat.

Sebagai contoh, kenaikan harga BBM di saat serangan Covid-19 mulai mereda. Kebijakan ini sangat memberatkan rakyat, meski dana subsidi dialihkan pemberian BLT. Pasalnya, bantuan diberikan kepada sebagian kecil masyarakat. Itu pun ada banyak salah sasaran. Slogan “Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat” pada peringatan HUT RI ke-77 tahun ini akan sulit diwujudkan. Mungkin, slogan tersebut hanya cocok untuk para pemilik modal.

Tak lama setelah kebijakan kenaikan harga BBM, pemerintah kembali memberi wacana kenaikan TDL (tarif dasar listrik). Berdalih PLN mengalami kerugian dan subsidi pemerintah pada listrik semakin membebani negara. Belum lagi kebijakan pemerintah terkait ketenagakerjaan yang banyak merugikan buruh. Kenaikan harga pupuk, tarif ojol, impor beras dan juga proyek IKN serta banyak lagi kebijakan pemerintah dengan sistem ekonomi kapitalisnya yang menguntungkan korporat, merugikan rakyat.

Penerapan Sistem Ekonomi Islam

Pernyataan Erick Thohir yang seolah-olah gotong royong dan menabung dapat meningkatkan ekonomi Indonesia sungguh pemikiran yang dangkal. Hal ini menggambarkan dorongan pemerintah kepada masyarakat untuk mandiri dalam memenuhi hajat hidupnya. Negara lepas tangan mengurusi rakyat yang sedang bangkit dari pandemi dan berbagai krisis. Padahal, peran pemerintah sangat berpengaruh terhadap bangkitnya perekonomian negara.

Sebagaimana syariat Islam yang menjadikan pemerintah sebagai pengurus umat. Maka, untuk menyelamatkan perekonomian negara, Islam telah memiliki sistem ekonomi yang terbukti pernah berhasil saat diterapkan di masa kekhilafahan. Bahkan, di era kepemimpinan Khalifah Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz tidak ditemukan rakyat miskin. Zakat yang harusnya diberikan kepada masyarakat miskin akhirnya digunakan untuk membeli budak dan memerdekakannya. Hal ini merata di seluruh wilayah kekuasaan Islam termasuk Afrika, Irak, dan Basrah.

Para khalifah menjalankan pemerintahan dengan menerapkan sistem ekonomi Islam. Dicontohkan Rasulullah saw. yang secara adil mengalokasikan dana masuk untuk pos-pos yang telah ditetapkan. Itulah cikal bakal adanya Baitulmal yang secara resmi berdiri di zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab.

Untuk menyalurkan dana dari Baitulmal, Islam mengelompokkan kepemilikan dalam 3 jenis, yaitu: kepemilikan individu, negara, dan umum. Sementara pendapatan negara juga dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu: pendapatan harta milik negara, seperti fai’, kharaj, jizyah, dan lain-lain. Pendapatan milik umum, semisal batu bara, minyak, gas, dan lainnya. Pendapatan ketiga adalah harta dari zakat.

Masing-masing kelompok pendapatan akan dikelola dan didistribusikan sesuai posnya. Kebutuhan negara diambil dari pos pendapatan milik negara, kebutuhan masyarakat umum juga diambilkan dari harta kepemilikan umum, sedangkan pemasukan dari zakat hanya diberikan kepada 8 ashnaf yang telah tercantum dalam Al-Qur’an surah At-Taubah ayat 60.

Konsep kepemilikan umum yang menempatkan bahan tambang seperti migas dan lain-lain, terdapat dalam hadis Rasulullah saw. bahwa “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api,” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Maka bahan tambang tersebut akan dikelola negara (sebagai regulasi), lalu hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam rangka riayah dan memenuhi kesejahteraannya. Negara tidak mengambil keuntungan sedikit pun dari proses ini. Dengan demikian, tidak ada jalan adanya liberalisasi migas dan perekonomian negara beserta rakyatnya bisa terselamatkan.

Gotong royong, saling membantu dan menabung memang diajarkan oleh syariat Islam. Namun, bukan semata-mata untuk memulihkan perekonomian dan menyelamatkan negara dari resesi yang diisukan terjadi pada tahun 2023. Semua itu memang telah diperintahkan Allah untuk saling menolong dan gaya hidup tidak berlebihan. Menabung dianjurkan untuk kepentingan yang memang direncanakan, misalnya untuk biaya menunaikan ibadah haji, membangun rumah dan sebagainya.

Kesimpulan

Untuk menghadapi resesi tahun 2023, tak cukup dengan gotong royong dan menabung. Saatnya negara meninggalkan sistem ekonomi kapitalis dan beralih menerapkan sistem ekonomi Islam yang adil. Hal ini merujuk pada sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan Bukhari no. 2447, Muslim no. 2578 bahwa Beliau meminta menjauhi kezaliman karena kezaliman merupakan kegelapan pada hari kiamat. Allahu a’lam bish showab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
R.Raraswati Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Profil Pemuda Muslim: Hebat dan Taat Syariat
Next
Sistem Korup Lindungi Pejabat Pengkhianat!
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram