"Walau tidak ada payung hukum untuk kaum laknat ini, namun gencarnya propaganda LGBTQI+ mencari perlindungan dan pengakuan hukum di negeri ini perlu diwaspadai."
Oleh. Tsurayya Putri
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Kita tak asing lagi dengan propaganda LGBTQI+. Ya, singkatan tersebut untuk menyebut kaum yang disebut lesbian, gay, biseksual, transgender, gueer, interseks, serta tanda + sebagai perwakilan untuk orang-orang yang mengidentifikasi gender atau orientasi seksual lain-lain. Agar semakin paham dan mampu menanggapi dengan jelas, kita perlu mengerti ragam definisi dari LGBTQI+.
L untuk lesbian. Kaum yang disebut lesbian adalah perempuan yang mempunyai ketertarikan seksual dengan sesama perempuan.
G untuk gay. Istilah gay juga sering dikenal homoseksual yaitu untuk lelaki yang memiliki ketertarikan seksual kepada sesama lelaki.
B untuk biseksual. Biseksual berarti seseorang mempunyai ketertarikan seksual kepada lelaki dan juga kepada perempuan.
T untuk transgender. Transgender menunjukkan kaum yang mengubah identitas gendernya, misal sejak lahir sebagai perempuan lalu diubah identitas gendernya menjadi lelaki.
Q untuk queer. Istilah queer mungkin belum familier di telinga kita. Queer untuk menunjukkan identitas seksual dan gender yang bisa berubah seiring waktu serta bisa di luar dari identitas laki-laki, perempuan, gay, dsb.
I untuk intersex. Intersex disebut sebagai orang yang terlahir dengan variasi karakteristik jenis kelamin seperti kromosom, gonad, atau alat kelamin yang tidak sesuai dengan gender lelaki maupun perempuan.
Sedangkan tanda + bisa juga untuk menunjukkan identitas seksual lain-lain. Contohnya asexual (nonseksualitas) yaitu menunjukkan kurangnya ketertarikan seksual pada siapa pun atau seperti tidak berminat sama sekali dengan aktivitas seksual. Ada pula questioning, ini istilah ketika seseorang masih dalam proses eksplorasi yang membuatnya tidak yakin atas identitas gendernya. Selain itu, ada juga istilah disforia gender, ini istilah untuk mendeskripsikan secara klinis ketika jenis kelamin saat lahir tidak sama dengan yang mereka identifikasi saat ini. Kemudian panseksual, istilah ini untuk menggambarkan orang yang memiliki potensi ketertarikan emosional atau seksual kepada orang dari jenis kelamin apa pun itu.
Demikianlah mereka mengada-adakan berbagai istilah gender yang di luar fitrah manusia. Kaum ini semakin terang-terangan mempromosikan diri di berbagai kanal media. Kemarin Mbak Jessica Stern, utusan Amerika Serikat soal HAM LGBTQI+ rencananya datang ke Indonesia, walau akhirnya batal. Tak ayal tentu tujuan kedatangannya itu untuk semakin menggaungkan hak-hak kaum LGBTQI+ serta mengangkat isu HAM. Hal itu jelas, AS bangga memproklamisasikan dirinya sebagai negara yang melenggangkan LGBTQI+. Sejak 2015, pernikahan sesama jenis telah diakui di sana.
Lantas bagaimana kita di Indonesia? Ternyata tak sedikit pula pelaku LGBT di Indonesia. Kementerian Kesehatan melansir data 1.950.970 orang adalah kaum LGBT. Hmm, ngeri bukan! Tidak menutup kemungkinan data ini akan terus bertambah jika propaganda tidak dihentikan. Walau tidak ada payung hukum untuk kaum laknat ini, namun gencarnya propaganda LGBTQI+ mencari perlindungan dan pengakuan hukum di negeri ini perlu diwaspadai.
Penolakan terhadap propaganda ini, bukan berarti tidak welcome dengan hak asasi manusia. Justru sebagai perlindungan terhadap harkat martabat kemanusiaan. LGBTQI+ ini telah menyalahi konsep fitrah bahwa manusia melakukan reproduksi atau melestarikan keturunannya. Rasulullah saw telah melaknat kaum ini;
"Siapa saja yang menjumpai kaum yang melakukan perbuatan seperti kaum Luth (homoseksual), maka bunuhlah pelaku maupun pasangannya." (HR. Abu Dawud)
Islam dengan tegas akan memberikan sanksi/ iqob bagi pelaku LGBTQI+. Misalnya pengasingan bagi waria (lelaki yang menyerupai perempuan, dan sebaliknya). Rasul pernah menerapkan hal itu pada waria ke daerah di pinggiran Madinah, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud. Sedangkan yang sudah jelas gay/lesbi, hukuman mati akan ditimpakan jika terbukti melakukan zina/persetubuhan sesama jenis.
Satu-satunya jalan menghentikan propaganda LGBTQI+ ini adalah dengan kembali pada Islam, akidah yang lurus, syariat yang sempurna mengatur tatanan pergaulan dengan luhur. Sepatutnya negara berkiblat pada akidah dan syariat dalam mengatur serta menolak tegas propaganda LGBTQI+ yang merusak tata pergaulan rakyatnya.
Kenyataan, LGBTQI+ tumbuh sumbur di negeri ini karena dibiarkan, terus dipropagandakan, dan bisa saja nanti diakui kemudian dilegalkan. Budaya ini lahir dari sistem sekuler yang jelas mereduksi ajaran Islam dalam mengatur pergaulan umat manusia. Namun sayangnya, eksistensinya terus melenggang serta dilindungi oleh segelintir orang atas nama hak asasi manusia, dan seolah wajib ditoleransi. Padahal LGBTQI+ berbahaya jika didiamkan penyebarannya. Dapat menghancurkan kehidupan keluarga, menuhankan kebebasan gaya hidup, dan akhirnya semakin tercerabut ideologi Islam dalam tubuh kaum muslimin.
Penyimpangan ini harus segera ditangkis dengan dakwah Islam. Sehingga kaum muslimin hanya ingin diatur dengan cara Islam menata pergaulan, bukannya justru berkiblat pada Barat dalam menumbuhsuburkan gaya hidup sekuler liberal dengan propaganda LGBTQI+.[]
photo: canva