Nasib Generasi Sandwich Tersungkur di Sistem Kufur

"Permasalahan hidup yang dialami oleh generasi sandwich ternyata tidak bisa dilepaskan dari sistem yang sedang diterapkan saat ini. Sebuah sistem kufur yang membuat generasi sandwich tersungkur. Sebuah kehidupan yang tidak pernah membawa mereka kepada rasa syukur. Mereka tidak pernah merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya."

Oleh. Atien
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Allah Swt. berfirman yang artinya:
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya." (TQS. Al-Baqarah [2]: 286)

Kehidupan manusia dengan segala problematikanya selalu menjadi bahasan menarik yang tiada habisnya.
Berbagai istilah kekinian muncul di tengah-tengah masyarakat dan disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapinya. Salah satu hal yang kini tengah menjadi pembahasan hangat adalah munculnya generasi sandwich.

Sosiolog dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Drajat Tri Kartono, menyebut bahwa kondisi ini lahir dari adanya kesenjangan antara generasi lama dan baru. Lebih lanjut Drajat mengatakan bahwa kesenjangan ini tercipta karena
pergeseran sosial yaitu kesenjangan kemampuan kapasitas dari generasi lama dan generasi baru karena terjadinya perubahan sosial.

Ketika generasi lama tidak mampu beradaptasi dengan perubahan zaman yang membuat mereka tidak produktif, generasi muda yang adaptif harus mampu menanggung beban yang lebih besar. Hal tersebut disampaikan oleh Drajat dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (1/12) melalui saluran telepon.
(Kumparan.com, 3/12/2022)

Istilah generasi sandwich diperkenalkan pertama kali oleh Dorothy A. Miller, seorang profesor sekaligus direktur praktikum University Kentucky, Lexington, Amerika Serikat pada tahun 1981. Generasi sandwich adalah generasi orang dewasa yang menanggung beban hidup tiga generasi, yaitu orang tua atau keluarganya, diri sendiri dan anaknya.

Kondisi tersebut dianalogikan seperti sandwich dimana sepotong daging terimpit oleh dua buah roti. Roti tersebut diibaratkan sebagai orang tua (generasi atas) dan anak (generasi bawah), sedangkan isi utama sandwich berupa daging, mayonnaise, dan saus terimpit oleh roti diibaratkan diri sendiri.
(sikapiuangmu.ojk.go.id)

Mengutip dari katadata.co.id, kondisi
generasi sandwich ini bisa dialami siapa saja baik laki-laki atau perempuan. Biasanya seseorang yang berada di posisi ini memiliki usia 30 hingga 40 tahun. Namun, ada juga yang menyebutkan generasi sandwich memiliki rentang usia 30-50 tahun.

Banyaknya Beban Hidup

Melihat keberadaan generasi sandwich yang notabene dalam usia produktif, maka tidak heran jika generasi ini memiliki beban hidup yang begitu berat. Di satu sisi mereka punya tanggung jawab untuk menghidupi orang tuanya yang sudah tidak lagi bekerja. Di sisi lain, mereka juga memiliki kebutuhan hidup yang juga harus dipenuhi. Masalah makin bertambah saat mereka memutuskan untuk menikah. Keberadaan keluarga kecilnya tentu harus dipikirkan dan tidak boleh diabaikan.

Banyaknya beban hidup yang harus ditanggung oleh generasi sandwich ternyata berbanding lurus dengan makin mahalnya biaya kebutuhan hidup yang terus melangit. Naiknya harga barang-barang kebutuhan pokok membuat hidup makin terpojok. Mahalnya berbagai layanan publik terkait kesehatan dan pungutan pajak pun membuat dahi makin berkerut.

Persoalan lain bertambah saat anak-anak mereka mulai masuk sekolah. Mahalnya biaya pendidikan terasa menguras pendapatan. Ibarat besar pasak daripada tiang, pengeluaran tidak sebanding dengan pemasukan.

Kebuntuan dari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh generasi sandwich membuat mereka mencari solusi instan dengan mengambil pinjaman online (pinjol). Padahal cara seperti ini tidak mungkin bisa menyelesaikan masalah. Jalan keluar dengan cara tersebut justru membuat masalah makin bertambah. Persoalan lain menghampiri karena salah dalam mengambil solusi.

Gaya Hidup vs Permasalahan Hidup

Semua yang menimpa generasi sandwich juga tidak lepas dari gaya hidup yang dianut di tengah-tengah masyarakat. Mereka cenderung membelanjakan uangnya untuk hal-hal yang tidak begitu penting. Persaingan yang tidak sehat dalam pemenuhan materi menjadi mimpi buruk yang terus membayangi. Hal itu dilakukan sekadar ingin eksis dan dianggap sebagai standar kesuksesan di dalam lingkungan kerja dan mendapat pengakuan di tengah-tengah keluarga besarnya.

Bagi generasi sandwich tidak ada cara yang lebih baik untuk menambah pendapatan keluarga kecuali dengan terus bekerja. Mau tidak mau mereka harus rela menghabiskan waktu
dari pagi sampai malam untuk mengumpulkan cuan. Mereka juga mengorbankan kebersamaan bersama keluarga tercinta. Semua dilakukan dengan satu tujuan agar bisa mencukupi seluruh kebutuhan hidup keluarga besarnya.

Keadaan tersebut menjadikan kehidupan generasi sandwich makin menderita. Pengorbanan waktu, tenaga, dan momen kebersamaan dengan keluarga ternyata tidak bisa tergantikan oleh materi dunia. Kerja keras yang dilakukannya juga tidak sebanding dengan pendapatan yang diperolehnya. Hal itu karena banyaknya kebutuhan hidup yang harus ditanggungnya.

Permasalahan hidup yang dialami oleh generasi sandwich ternyata tidak bisa dilepaskan dari sistem yang sedang diterapkan saat ini. Sebuah sistem kufur yang membuat generasi sandwich tersungkur. Sebuah kehidupan yang tidak pernah membawa mereka kepada rasa syukur. Mereka tidak pernah merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Semua itu terjadi karena mereka terbelenggu materi dunia.

Sempitnya Pola Pikir

Di samping itu, muncul pemahaman di tengah-tengah masyarakat bahwa orang tua dianggap menjadi beban bagi anak. Anggapan demikian merupakan pemikiran dangkal dan kesalahan yang sangat fatal. Pengorbanan orang tua yang begitu besar dalam mendidik dan membesarkan anak dilupakan. Dalam benak sang anak, hal itu memang sudah menjadi kewajiban orang tua untuk mengurus, membesarkan, dan membiayai hidup anak-anaknya.

Adanya anggapan dan pemahaman tersebut merupakan pemikiran salah yang juga lahir dari sistem yang salah yaitu sistem kapitalisme. Asas manfaat untuk memperoleh keuntungan menjadi hal yang nomor satu dalam sistem ini. Oleh karena itu, ketika orang tua tidak bisa bekerja dan mendapatkan penghasilan, keberadaan mereka dalam keluarganya dinilai sebagai beban.

Rusaknya pola pikir yang sudah mendarah daging di benak umat harus segera dicabut sampai akar-akarnya. Sebab hal itu akan meracuni pemikiran generasi selanjutnya. Fenomena generasi sandwich yang merasa terbebani dengan kehadiran orang tua dan anggota keluarganya harus diubah. Kehadiran orang tua bukan lagi menjadi beban, tetapi sebagai suatu berkah. Mengurus dan menafkahi orang tua yang sudah berusia lanjut memang menjadi kewajiban anak. Hal itu merupakan wujud dan bukti dari birrul walidain atau berbakti kepada kedua orang tua.

Oleh karena itu, Rasul saw. sampai mencela orang yang tidak mau mengurus orang tuanya dengan cara yang makruf. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya:
"Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka orang yang mendapatkan kedua orang tuanya berusia lanjut, salah satu atau keduanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk surga." (HR. Muslim)

Di sinilah letak kesempurnaan Islam. Seluruh aturannya begitu detail dan terperinci. Segala macam persoalan umat sanggup diatasi. Semua masalah kehidupan mampu dipecahkan tanpa ada yang terlewatkan. Begitu juga dengan masalah yang dihadapi oleh generasi sandwich.

Islam sebagai agama yang memperhatikan urusan sesama muslim telah memerintahkan untuk saling meringankan beban saudaranya. Maka, ketika seorang muslim menanggung beban saudara, kerabat, dan keluarganya, hal itu merupakan sedekah. Bersedekah menjadi sesuatu yang merekatkan hubungan kekeluargaan (silaturahim) dan sangat dianjurkan dalam Islam. Sebab amalan sedekah akan mendatangkan pahala kebaikan.

Keutamaan dari sedekah kepada kerabat
telah Rasulullah saw. jelaskan dalam sabda yang artinya: "Sesungguhnya sedekah kepada orang miskin pahalanya satu sedekah, sedangkan sedekah kepada kerabat pahalanya dua, pahala sedekah dan pahala menjalin kekerabatan." (HR. An- Nasa'i, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Selain adanya kepedulian dari individu, Islam juga melibatkan adanya peran negara dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya. Negara yang menerapkan Islam akan memberikan kesejahteraan bagi umatnya. Negara akan senantiasa memberikan kepengurusan dan memenuhi kebutuhan rakyatnya. Contoh nyata dari perhatian negara yang memenuhi kebutuhan individu adalah di masa pemerintahan Umar bin Khathab.

Dilansir dari kisahmuslim.com,
Khalifah ar-Rasyid, Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu menetapkan santunan dari Baitulmal bagi anak-anak yang telah selesai masa penyapihannya (menyusui), yakni usia di atas dua tahun. Mengetahui kebijakan demikian, para ibu mempercepat masa penyapihan anak-anaknya. Mereka ingin segera mendapat santunan pemerintah, demi meringankan beban rumah tangga. Umar terkejut melihat respons ibu-ibu itu. Lalu ia bertekad, meninggalkan tempat tidur. Kemudian ia haramkan matanya untuk terlelap. Dan hampir-hampir orang yang salat mendengar jelas suara Umar ketika membaca Al-Qur'an (dalam salat). Suara tangisnya meninggi terpengaruh dengan ayat yang ia baca. Seusai salat, Umar mengeluarkan kebijakan, santunan diberikan kepada setiap anak sejak mereka dilahirkan. Ia tempuh kebijakan ini demi menjaga dan melindungi anak-anak dan menyenangkan hati para ibu yang sedang menyusui.
(Thabaqat Ibnu Said, (III: 298); ar-Riyadh an-Nadhirah, (II: 389); dan ath-Thifl fi asy-Syari’ah al-Islamiyah).

Kisah di atas merupakan bukti tak terbantahkan betapa seorang imam/pemimpin negara begitu serius dalam pemenuhan kebutuhan hidup rakyatnya. Islam telah menetapkan bahwa seorang pemimpin negara akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt. Seorang pemimpin dalam Islam memiliki kesadaran yang benar tentang amanah yang diberikan kepadanya. Hal itu sesuai dengan sabda Rasulullah saw. yang artinya:
"Imam/kepala negara adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepengurusan rakyatnya."
(HR. Bukhari)

Sosok pemimpin di atas hanya akan hadir di dalam sistem Islam. Sebuah sistem yang membuat tubuh, akal dan pikiran merasakan ketentraman. Sistem yang akan menenangkan jiwa seluruh rakyat dengan aturan syariat. Tidak akan ada lagi rakyat yang terbebani dengan berbagai pemenuhan kebutuhan hidup termasuk generasi sandwich. Mereka hidup penuh kebahagiaan dan ketaatan. Hal itu akan segera terwujud bila seluruh aturan Islam diterapkan.

Wallahu a'lam bishshawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Atien Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Menyiapkan Keluarga Menjadi Agen Perubahan
Next
Berharaplah Hanya kepada Allah Swt.
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram