Moderasi Berbalut Toleransi

"Ide toleransi yang saat ini banyak dipropagandakan kepada umat Islam, sejatinya adalah ide moderasi. Yakni, agar umat Islam bersikap moderat, berada di tengah-tengah. Tetap memeluk Islam, tetapi tidak perlu terlalu fanatik terhadap ajarannya."

Oleh. Mariyah Zawawi
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-"If you will tolerate everything, then you stand for nothing." (Adam Tate)

Bulan Desember merupakan bulan yang ditunggu-tunggu oleh umat Nasrani. Pasalnya, di bulan ini, mereka merayakan salah satu hari besar agama mereka. Suasana persiapan menyambut hari raya itu pun mulai tampak di mana-mana. Di tempat-tempat umum seperti hotel, mal, mulai dipasang berbagai pernak-pernik khas Natal.

Tak hanya umat Nasrani yang sibuk menyambut hari Natal. Tak sedikit umat Islam yang ikut melakukannya. Atas nama toleransi, mereka pun melakukan kegiatan bersama. Seperti yang dilakukan oleh sekelompok pemuda muslim di Maluku yang melakukan kolaborasi bersama umat Nasrani untuk merayakan Natal. Kegiatan ini dilakukan untuk mewujudkan kerukunan antarumat beragama.

Acara Christmas Carol itu bertemakan "Badendang Deng Menyanyi Sambut Tete Manis". Para pemuda dari gereja Protestan dan pemuda muslim itu pun menyanyikan lagu-lagu Natal diiringi rebana dan terompet. (kompas.tv, 18/12/2022)

Ide Moderasi Mengancam Generasi

Ide toleransi yang saat ini banyak dipropagandakan kepada umat Islam, sejatinya adalah ide moderasi. Yakni, agar umat Islam bersikap moderat, berada di tengah-tengah. Tetap memeluk Islam, tetapi tidak perlu terlalu fanatik terhadap ajarannya.

Mereka boleh menjalankan salat, puasa, atau membayar zakat. Namun, mereka harus meninggalkan jihad dan penerapan Islam secara kaffah. Para muslimah juga tetap boleh menutup aurat, tetapi harus tetap modis. Jadi, seorang muslim moderat itu tetap boleh berpacaran, tabaruj, melakukan transaksi ribawi, dan aktivitas haram lainnya.

Inilah ide yang akan membuat umat Islam makin jauh dari agamanya. Hal ini memang menjadi tujuan dari para musuh Islam. Ketakutan mereka terhadap kebangkitan Islam, membuat mereka terus berusaha untuk memisahkan umat Islam dari akidahnya. Sebab, jika akidah Islam itu tertanam kuat di dada umat, akan menjadi kaidah berpikir mereka. Hal itu akan mendorong umat Islam untuk berupaya menerapkan sistem Islam di belahan bumi mana pun. Jika itu terjadi, musuh-musuh Islam pun harus bertekuk lutut.

Sejarah telah membuktikan bahwa umat Islam menjadi umat yang tak terkalahkan karena mereka memegang teguh ajarannya. Sebaliknya, mereka lemah saat dijauhkan darinya. Karena itu, satu-satunya cara untuk mempertahankan hegemoni mereka, umat Islam harus dijauhkan dari Islam. Dengan demikian, umat Islam tidak akan menjadi ancaman. Sebaliknya, mereka akan menghancurkan diri mereka sendiri.

Toleransi dalam Islam

Meskipun umat Islam harus senantiasa memegang teguh ajarannya, bukan berarti umat Islam memiliki sikap intoleran. Namun, yang penting untuk dipahami di sini adalah, apa sebenarnya yang dimaksud dengan toleransi itu. Dengan pemahaman yang benar, akan terwujud sikap yang benar pula.

Dalam KBBI disebutkan bahwa toleransi adalah sikap yang menenggang, yakni membiarkan, menghargai, atau membolehkan pendirian orang lain yang berbeda dengan dirinya. Pendirian itu dapat berupa pandangan, pendapat, kepercayaan, atau yang lainnya. Sedangkan menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, toleransi adalah menghormati pemeluk agama lain, tanpa meninggalkan prinsip agama kita sendiri.

Dari kedua pengertian tersebut dapat kita pahami bahwa toleransi beragama adalah membiarkan orang lain untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing. Tidak ada tuntutan untuk ikut memberikan bantuan, apalagi merayakan.

Karena itu, untuk menunjukkan toleransi kita terhadap pemeluk agama lain adalah dengan tidak mengganggu mereka saat beribadah. Itulah yang dilakukan oleh Rasulullah saw. terhadap pemeluk agama lain saat itu. Demikian pula dengan para khalifah yang menggantikan Beliau.

Dalam surah Al-Kafirun [109]: 6 Allah Swt. berfirman,

لكم دينكم ولي دين

"Bagimu agamamu dan bagiku agamaku."

Ayat ini turun setelah orang-orang kafir Makkah mengajak Rasulullah saw. agar bergantian mengikuti ibadah dari masing-masing pihak. Rasulullah saw. mengikuti ibadah mereka selama setahun. Demikian pula, mereka juga akan mengikuti ibadah kaum muslimin selama setahun.

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ayat ini memiliki makna yang sama dengan surah Yunus [10]: 41 dan Al-Baqarah [2]: 139. Ketiganya menyatakan bahwa umat Islam tidak boleh mencampuradukkan pengamalan ajaran Islam dengan agama lain. Jika hal itu dilakukan, tidak ada nilai pahala di dalamnya. Sebaliknya, mendatangkan dosa bagi pelakunya.

Karena itu, para pemimpin hendaknya menjauhkan umat Islam dari melakukan hal yang dilarang oleh Allah Swt. ini. Sebaliknya, mereka harus menguatkan keimanan umat dengan memberikan pendidikan agama yang kuat. Pendidikan yang akan membentuk sosok-sosok yang berkepribadian Islam. Sosok yang selalu mengingat Allah Swt. di mana pun mereka berada.

Konsep ini pula yang diadopsi oleh Buya Hamka, bahwa toleransi harus dibarengi dengan dakwah kepada Islam. Bagi pemeluk Islam, hal itu akan semakin menguatkan keyakinan mereka. Sedangkan bagi mereka yang nonmuslim, sebagai pengenalan terhadap Islam. Dari mengenal itulah, akan muncul ketertarikan terhadap Islam, sehingga mereka dengan sukarela mengucapkan kalimat syahadat.

Sikap toleran kaum muslimin pun telah ditunjukkan sejak dimulainya peradaban Islam. Tanpa sikap toleran mereka, umat beragama lain tidak akan betah bertahan selama berabad-abad lamanya berada di bawah kekuasaan Islam. Tidak ada agama yang paling toleran serta mengayomi pemeluk agama lain, selain Islam. Hal itulah yang menjadi penyebab berbondong-bondongnya pemeluk agama lain untuk masuk Islam seperti di Andalusia, Turki, maupun Indonesia.

Buya Hamka juga menyatakan bahwa toleransi yang tidak diiringi dengan dakwah Islam akan melemahkan umat dan membuka pintu penjajahan terhadap mereka. Itulah yang dilakukan oleh Snouck Hurgronje terhadap kaum muslimin di Indonesia. Keberhasilan Snouck Hurgronje telah memberikan kemudahan kepada para penjajah untuk menyelesaikan misi mereka menjadikan negeri ini sebagai jajahan.

Cara ini pun terus dilakukan hingga kini. Melalui ide moderasi beragama, umat Islam diarahkan untuk bersikap toleran di luar batas-batas toleransi. Hingga umat Islam mengikuti ajaran mereka sejengkal demi sejengkal dan jatuh ke dalam jurang kehancuran.

Penutup

Demikianlah, betapa berbahayanya ide moderasi dengan mengatasnamakan toleransi ini. Ide ini, sedikit demi sedikit akan menjauhkan umat dari Islam. Maka, bukan kemuliaan yang mereka dapatkan, tetapi kehinaan yang memalukan. Patutlah jika kita renungkan pesan dari Rasulullah saw. melalui hadis riwayat Imam Bukhari ini,

"Hari kiamat tidak akan terjadi, hingga umatku mengikuti umat-umat sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta."

Wallaahu a'lam bishshawaab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Mariyah Zawawi Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Korupsi Makin Merajalela, Indonesia Terbebas Korupsi Tinggal Wacana
Next
Cokelat Rasa Stroberi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram