Islam Mencegah Kekerasan Seksual

"Undang-undang negara bersikap tegas dalam menghukum pelanggarnya. Begitu pula syariat berpakaian tidak diserahkan pada individu saja sepertu suasana demokrasi kapitalisme hari ini, melainkan dibantu negara dengan tegaknya konstitusi aturan berpakaian. Peraturan ini berlaku baik bagi muslim, muslimah, ataupun kafir. Pelanggarnya akan diberi sanksi."

Oleh. Keni Rahayu
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Beberapa waktu lalu, viral persekusi yang dilakukan sekelompok mahasiswa Gunadarma kepada seorang terduga pelaku kekerasan seksual, mahasiswa satu almamater juga. Dia dicekoki air kencing dan ditelanjangi. Kekerasan verbal dan fisik lainnya pun dilayangkan pada yang bersangkutan. Patut disayangkan, intelektual muda kita suka main hakim sendiri.

Banyak hal yang bisa kita soroti dari sini. Pertama, bagaimana mahasiswa kita tidak kritis mendalami fakta. Akibatnya mereka tidak bijak memilih keputusan. Tindakan persekusi kepada terduga pelaku kekerasan seksual tentu tidak dibenarkan. Bagaimana mungkin kezaliman dibalas dengan kezaliman?

Kedua, tindakan main hakim sendiri adalah wujud ketidakpercayaan rakyat pada penegak hukum. Seringnya hukuman tidak setimpal dengan kejahatan, atau tidak memberi efek jera. Belum lagi administrasi berbelit-belit. Hukuman yang dianggap tidak setara, membuat pelaku dengan santai bisa mengulang kejahatan serupa bahkan lebih kejam. Wah, seram juga ya sebenarnya.

Ketiga, perlu ada tindakan lebih lanjut dari pemerintah. Dari aspek mana? Banyak hal. Bisa dari segi pendidikan, juga bisa dari segi hukuman. Meski peristiwa ini berakhir damai, tentu kita tidak bisa mengabaikannya, kenapa? Jangan sampai ada peristiwa serupa di masa mendatang, baik dalam hal kejahatan seksual maupun tindakan persekusi.

Kekerasan Seksual

Apa sih sexual harrashment itu? Terjemahannya memang kekerasan seksual, tapi secara istilah, tindakan seperti apa yang bisa dikategorikan sebagai kekerasan seksual? Kapitalisme mendefinisikan kekerasan seksual dengan standar ganda. Sampai muncul meme terkait, tertulis: "Kekerasan seksual hanya berlaku bagi cowok jelek dan miskin. Karena kalau ganteng lanjut check in (hotel)." Wah begitukah? Sayangnya benar begitu. Konsep consent membuat bias definisi kekerasan seksual.

Kapitalisme mengategorikan kekerasan bersandar pada consent/persetujuan. Jika cewek genit ke cowok, tidak dianggap kekerasan seksual sebab cowok biasanya tidak ambil pusing alias setuju-setuju saja. Atau laki-laki berinteraksi seksual dengan pacarnya tidak dianggap kekerasan, karena dianggap saling setuju. Kapitalisme mendefinisikan kekerasan seksual sebatas tindakan seksual yang dilakukan pada seseorang tanpa persetujuan si objek seksual. Jika persetujuan telah ada, kekerasan dianggap tidak ada.

Dalam Islam, dianggap terjadi kekerasan seksual ketika interaksi lawan jenis tidak sesuai hukum syarak. Ada tidaknya persetujuan, interaksi di luar ikatan halal adalah kekerasan seksual. Meskipun kedua belah pihak dalam ikatan sexual consent (saling setuju melakukan aktivitas seksual) dari kacamata syarak tetap dianggap kekerasan seksual. Betapa Islam memiliki standar yang konsisten, sebab lahir dari Sang Pencipta manusia. Aturan Allah tidak memiliki kepentingan apa pun kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Bagaimana Islam Menyelesaikan Sexual Harrashment?

Ada dua klasifikasi tindakan yang disyariatkan asy-syari', Allah subhanahuwataala. Pertama, aturan pencegahan. Adanya aturan ini dalam rangka mencegah jauh-jauh hari sebelum adanya kemungkinan kekerasan seksual. Di antaranya adalah syariat terkait bagaimana manusia memosisikan diri (hablum minan nafsi). Allah mengatur aurat bagi laki-laki dan perempuan. Kapan, bagaimana, dan pada siapa pakaian syar'i wajib dipakai, semua ditulis rinci dalam Kitabullah, Al-Qur'an.

Selain itu ada kewajiban ghadul bashor, yakni menundukkan pandangan. Seseorang tidak dibenarkan melihat lawan jenis dengan penglihatan jahat, dan bersyahwat. Dua syariat ini wajib bagi laki-laki dan perempuan. Keduanya sama-sama tidak boleh meninggalkan syariat ini, meski berbeda detail definisi aurat.

Ada pula syariat hablum minan naas dalam aspek sosial. Aktivitas laki-laki dan perempuan terpisah (infishol). Tidak boleh ada muamalah laki-laki dan perempuan tanpa tujuan syar'i. Interaksi hanya dibolehkan dalam hal pendidikan, kesehatan dan jual beli. Berdua-duaan disebut khalwat dan itu haram. Berinteraksi campur baur laki-perempuan disebut ikhtilat dan itu haram pula. Inilah syariat Allah dalam sistem ijtimak (sosial) di aspek hablum minan nas.

Selanjutnya adalah pendidikan. Proses pendidikan dalam negara sangat penting dalam rangka membangun pemikiran rakyatnya. Ilmu dan iman dipupuk di sekolah. Individu beriman lahir dari proses pembelajaran di sekolah. Sehingga, individu-individu memiliki rasa takut kepada Allah. Mereka juga memahami syariat bagaimana ia memperlakukan diri (berpakaian) dan berinteraksi dengan lawan jenis (menundukkan pandangan).

Tak kalah penting yakni media dan politik. Dua poin ini terkait dalam tindakan pencegahan kekerasan seksual. Aktivitas seksual adalah fitrah dari Allah, itu termasuk naluri berkasih sayang. Pemenuhannya diizinkan dalam bingkai pernikahan. Selain itu haram adanya interaksi "Adam dan Hawa". Maka, negara punya peran menjaga isi kepala rakyatnya agar tidak membangkitkan naluri ini. Tayangan porno atau semi porno ditutup aksesnya. Konten-konten bacaan dan tontonan dilarang berisi muatan dewasa. Undang-undang negara bersikap tegas dalam menghukum pelanggarnya. Begitu pula syariat berpakaian tidak diserahkan pada individu saja sepertu suasana demokrasi kapitalisme hari ini, melainkan dibantu negara dengan tegaknya konstitusi aturan berpakaian. Peraturan ini berlaku baik bagi muslim, muslimah, ataupun kafir. Pelanggarnya akan diberi sanksi.

Kedua, kuratif. Uqubat, sistem sanksi. Islam juga mengatur apabila kekerasan seksual telah terjadi meski tindakan pencegahan telah dilakukan. Berikut adalah beberapa sanksi terkait kekerasan seksual. Zina bagi muhson (sudah menikah) adalah dirajam sampai mati. Zina bagi ghoiru muhson (belum menikah) dicambuk 100 kali dan diasingkan. Pelaku homoseksual dieksekusi mati. Penyedia fasilitas zina dipenjara lima tahun dan dicambuk. Pelaku kekerasan verbal dipenjara enam bulan atau dicambuk. Hukuman kekerasan seksual selain di atas akan digali oleh qadli atau sesuai tabanni hukum oleh Khalifah.

Khatimah

Hanya Islam yang mampu menyelesaikan masalah kekerasan seksual. Lebih-lebih Islam mampu mencegahnya. Para pelaku disanksi dengan hukuman yang sangat berat, menjadi jawabir (penebus dosa) bagi pelakunya serta zawajir (pencegahan) bagi masyarakat lainnya. Sayangnya, kita tidak akan mampu menerapkan ini semua jika negara tidak menjalankan aturan Islam secara sempurna. Hanya Khilafah Islam yang mampu dan mau mengupayakan ketaatan total rakyat dan penguasa dalam setiap aspek hidupnya. Wallahu a’lam bhishowwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Keni Rahayu Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Islam Melahirkan Mahasiswa Penyongsong Kebangkitan
Next
Kolaborasi Musik Natal, Bukti Toleransi Salah Arah
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram