"Tak jarang kita lihat tayangan televisi mulai dari iklan sampai sinetron gencar mempromosikan ide emansipasi wanita. Konsepnya adalah kesetaraan gender yang konon katanya menjunjung tinggi wanita, dimana intinya menyatakan bahwa wanita yang tak bekerja itu value -nya rendah. Kaum ibu terus-menerus diteror dengan ide-ide pemikiran seperti itu agar mereka terdorong untuk bekerja, walaupun suaminya cukup sanggup menafkahi."
Oleh. Ika Ambarwati
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Memasuki penghujung tahun 2022, Indonesia digemparkan dengan cerita menyayat hati seorang ibu di Palembang yang dilaporkan oleh anak kandung sendiri lantaran anak tersebut tidak senang ibunya menegur perihal gaya berpacaran yang dinilai sudah kelewat batas. Sekalipun drama pelaporan ini berakhir damai, namun publik masih menyoroti etika sang anak terhadap ibunya yang notabene adalah seorang single parent dan telah susah payah membesarkan si anak tanpa kehadiran suami.
Beberapa pekan berselang, jagat maya Indonesia kembali dihebohkan dengan aksi tak pantas seorang siswa SMK di Grobogan, Jawa Tengah, yang memaki-maki dan nyaris menghajar gurunya di depan ruang kelas karena tidak terima dituduh mencontek. Dalam video singkat yang viral di media sosial itu terlihat teman-teman sekelasnya berusaha menghalangi siswa tersebut agar tidak menyerang gurunya, namun siswa tersebut tetap saja memaki-maki sang guru sambil menunjuk-nunjuk dan menantangnya berduel. Walaupun drama ini juga telah diselesaikan secara kekeluargaan, namun publik kembali menyoroti etika si pelajar yang dinilai tak pantas terhadap gurunya.
Mirisnya, peristiwa-peristiwa minus etika ini terjadi menjelang perayaan Hari Ibu se-Indonesia, yakni sebuah perayaan yang dikhususkan untuk menghormati peran ibu dalam keluarga. Pertanyaannya, apa yang mau dirayakan jika faktanya yang terjadi hari ini adalah orang tua, khususnya ibu, tak lagi dihormati oleh anak-anak?
Saya membuat tulisan ini karena merasa tergugah lantaran maraknya aksi tak bermoral remaja zaman now yang belakangan semakin brutal dan di luar nalar. Remaja gen Z, demikian media sering menyebut mereka, kian hari kian rentan terdampak virus darurat moral yang tersebar secara bebas di dunia maya, bahkan tidak sedikit dari mereka yang menganggap dirinya belum keren jika belum terpapar oleh virus ini. Anehnya, di tengah fenomena kemerosotan moral ini negara malah asyik merayakan Hari Ibu seolah mengabaikan fakta-fakta krisis moral remaja yang terus terjadi berulang kali.
Kita tentu setuju ibu adalah sosok yang luar biasa hebat. Selain multitasking, para ibu juga nyatanya sanggup melakukan pekerjaan para pria kekar. Seorang ibu juga mampu membuat dagangan apa pun nyaris ludes dengan kecerewetan dan kemolekannya. Itulah mengapa istilah " the power of emak-emak" begitu riuh diterima masyarakat.
Sifat multitalenta yang melekat pada diri ibu inilah yang justru harus dilindungi supaya tidak dieksploitasi oleh pihak-pihak tertentu demi meraup cuan. Tak jarang kita lihat tayangan televisi mulai dari iklan sampai sinetron gencar mempromosikan ide emansipasi wanita. Konsepnya adalah kesetaraan gender yang konon katanya menjunjung tinggi wanita, dimana intinya menyatakan bahwa wanita yang tak bekerja itu value -nya rendah. Kaum ibu terus-menerus diteror dengan ide-ide pemikiran seperti itu agar mereka terdorong untuk bekerja, walaupun suaminya cukup sanggup menafkahi.
Lalu, sebenarnya apa yang salah dengan emansipasi wanita? Apakah wanita tidak boleh mendapatkan hak yang sama dengan pria? Ide dasar emansipasi wanita memang tidak salah. Wanita sangat berhak mendapatkan hak yang sama dengan pria. Namun, dalam Islam ada aturan mainnya, bukan main pukul rata. Sebagai contoh, pria tak punya fitur rahim pada tubuhnya, sehingga pria tidak punya hak yang sama dengan wanita dalam hal melahirkan anak. Allah telah menetapkan agama Islam sebagai agama yang terakhir dan sempurna untuk memenuhi segala kebutuhan manusia, dan ini termasuk pengaturan hak dan kewajiban manusia pada umumnya, serta pria wanita pada khususnya, agar tidak terjadi masalah di kemudian hari.
Sayangnya, negara berpihak pada uang sehingga memberikan akses bebas kepada kehancuran moral dan tidak memberi ruang agar Islam bisa berkembang. Lama kelamaan emak-emak yang dulunya salehah mulai terbawa arus pemikiran materialistis sehingga mengerahkan keahlian multitalentanya untuk mencari cuan ketimbang mengurus rumah tangga. Mereka yang mengeklaim telah mengurus rumah tangga dengan sempurna sambil bekerja, tengoklah sekarang bagaimana air susu dibalas kontan dengan air tuba.
Bunda, jika mengurus rumah tangga hanya sebatas memenuhi kebutuhan materi, maaf ya, kucing pun bisa!
Wahai emak-emak, marilah kita kembali ke jalan Allah. Wahai para pemimpin negara marilah kembali kepada Islam, karena hanya Islam Kaffah yang memberikan solusi terbaik untuk manusia. Mari bertaubat sebelum datangnya laknat dari Sang Khaliq.[]