Disforia Gender dan Resesi Seks, Wajah Buruk Penerapan Kapitalisme

"Pemahaman dan perilaku masyarakat dunia mulai bergeser menuju kebebasan (liberal), menjunjung hak asasi manusia yang sejatinya bagai belati bermata dua. Satu sisi ingin memanusiakan manusia, sisi lain menjerumuskan manusia pada kebebasan layaknya hewan."

Oleh. Dia Dwi Arista
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Dunia Barat sedang gempar. Hal ini dipicu oleh ledakan transgender anak di Barat yang seringkali ditemukan mengaku bergender lain dari gender lahirnya. Ledakan ini semakin memuncak pada 10 tahun terakhir. Banyak ditemukan remaja berusia antara 13-15 tahun di Eropa dan Amerika mendatangi klinik untuk suntik penghambat hormon, atau bahkan ganti kelamin.

Angka yang terdata terbilang fantastis, hingga menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi para pengamat. Seperti yang dikemukakan oleh salah satu psikiatris anak di London pada The Guardian yang dilansir pada 24/11/2022. Ia mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir ledakan transgender anak terjadi, mereka juga merasa kebingungan dengan fenomena ini.

Studi yang dilakukan Layanan Kesehatan Nasional (NHS) Inggris, mendata bahwa lebih dari 5000 anak pada tahun 2021 ingin berganti jenis kelamin. Padahal 10 tahun sebelumnya hanya tercatat 250 kasus. Pun di Amerika Serikat, Komodo Health.Inc dan Reuters bekerja sama untuk melacak anak-anak yang melakukan perubahan gender. Hasil mencengangkan mereka temukan, sejak tahun 2017, 121.882 anak dengan rentang usia 6-17 tahun mengalami disforia gender. Jumlah ini disinyalir sebagai fenomena gunung es, sebab yang tercatat hanya pengguna asuransi kesehatan saja. (Republika.co.id, 27/11/2022)

Fenomena lain yang tak kalah meresahkan nyatanya ditemukan di belahan dunia Timur. Beberapa negara Asia terancam kehilangan bonus demografi yang diakibatkan oleh adanya resesi seks pada beberapa tahun terakhir. Negara-negara tersebut memiliki tingkat kesuburan di bawah rata-rata global yakni 2,1 persen. Korea Selatan, China, Jepang, dan Singapura telah berupaya menggenjot angka kesuburan di negara masing-masing dengan iming-iming memotong pajak, sampai subsidi bagi kelahiran baru. Namun, nyatanya susah mengubah persepsi yang telah mengakar di benak masyarakat tersebut. Dengan adanya fenomena ini, lantas di manakah akar masalahnya?

Akar Masalah

Alasan yang dikemukakan pelaku childfree biasanya adalah keraguan terhadap masa depan anak mereka nanti. Sebab, saat ini mereka telah merasakan beratnya tuntutan hidup. Baik mencari pekerjaan, memenuhi kebutuhan pokok seperti rumah, pakaian, makan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan sangat sulit dilakukan. Ada pula yang tidak ingin kehidupannya diganggu oleh tetek bengek anak. Pun, pandangan menjadi wanita karier, atau mapan secara finansial dan emosional juga menjadi alasan bagi sebagian orang.

Sedangkan, ledakan disforia gender anak menurut Celo Madeleine, juru bicara dukungan transgender yang dikutip dari The Guardian mengatakan bahwa banyaknya eksposur terhadap kaum pelangi menjadi salah satu dalang banyaknya anak-anak yang menyimpang. Begitu pula dengan normalisasi homoseksual, perubahan gender dan identitas gender alternatif juga menjadi pendorong disforia gender anak. Pun, didukung pula dengan kekuatan media yang menyebarkan paham kebebasan secara massif.

Kehidupan bebas tanpa adanya norma agama dan hukum yang membatasi kebebasan, mengakibatkan kebebasan yang kebablasan. Dan berakhir pada penyimpangan-penyimpangan di dalam masyarakat. Tentu penyimpangan ini pun akan menghasilkan kerusakan pula dalam tatanan kehidupan. Jika diteliti lebih dalam, hal ini berakar pada diterapkannya sistem kapitalisme secara global. Fenomena ini tak hanya terjadi dalam satu negara, namun meluas secara global. Sebab, sebagian besar dunia internasional saat ini menggunakan satu sistem, yakni kapitalisme.

Kapitalisme adalah ideologi yang muncul dari dunia Barat, dengan pemimpinnya saat ini adalah Amerika Serikat. Ideologi ini memiliki beberapa pemikiran khas, seperti sekularisme, liberalisme, pluralisme, hedonisme, individualisme, dll. Pemikiran-pemikiran tersebut dikampanyekan secara global agar dunia mudah menerima kapitalisme sebagai sistem negara mereka. Walhasil, pemahaman dan perilaku masyarakat dunia mulai bergeser menuju kebebasan (liberal), menjunjung hak asasi manusia yang sejatinya bagai belati bermata dua. Satu sisi ingin memanusiakan manusia, sisi lain menjerumuskan manusia pada kebebasan layaknya hewan.

Kebebasan ini setali tiga uang dengan asas ideologi kapitalis, yakni sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Dikebirinya hukum agama dengan aturan dunia mengakibatkan manusia menjadi liar, tanpa terikat dengan norma-norma agama. Kebebasan mutlak boleh dilakukan asal tak mengganggu hak asasi orang lain. Agama hanyalah pengakuan individu terhadap pencipta, agama juga hanya dijadikan pelepas dahaga atas sisi kerohaniannya saja, yang merupakan urusan privat/individu.

Pun penerapan kapitalisme dalam aspek ekonomi, juga menghasilkan negara yang abai terhadap tugasnya menjadi penjamin kebutuhan rakyat. Hingga rakyat merasa insecure untuk melahirkan dan membesarkan generasi selanjutnya. Sebab, mereka sendiri merasa tidak aman dengan kehidupan mereka di negara ini, apalagi ingin membesarkan generasi penerus yang tak ada jaminan bisa mendapat pendidikan dan kesehatan yang layak.

Islam Menjaga Fitrah Manusia

Manusia diciptakan oleh Allah Swt. sempurna beserta potensi juga fitrahnya. Allah menciptakan manusia berpasangan, yakni laki-laki dan perempuan. Dari keduanya akan lahir generasi-genarasi penerus. Allah berfirman dalam surah Ar-Rum ayat 21:

"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”

Maka, tak akan pernah dijumpai meski teknologi telah berkembang pesat di masa mendatang, ada laki-laki berpasangan dengan sesama jenisnya dapat melahirkan seorang anak, pun sebaliknya bagi perempuan. Yang ada hari ini hanyalah fatamorgana semu melahirkan anak bagi kaum pelangi dengan menyewa rahim dari wanita untuk melahirkan anak-anak mereka. Karena bukan fitrah dan potensi laki-laki untuk mengandung. Tak perlu ditanya hukum tentang itu, tentu haram hukumnya. Baik menyewa rahim maupun proses pembuahan embrionya.

Selain itu, cara Islam dalam menjaga fitrah manusia yakni dengan pendidikan. Dimulai dari memilih pasangan yang saleh dan salihah, menikah, proses kehamilan, melahirkan, dan mendidik anak sesuai gendernya. Akidah dan keimanan akan diajarkan sedini mungkin agar mereka menjadi hamba yang taat kepada Penciptanya, hingga anak-anak dapat memahami hakikat hidupnya di dunia dan tidak menjadi remaja yang labil dalam menentukan visi misi hidupnya. Lingkungan islami yang terbentuk dalam penerapan Islam juga akan menjauhkan mereka dari gaya hidup bebas, malah lingkungan tersebut sangat membantu pembentukan karakter mereka sebagai seorang muslim yang baik.

Dari segi negara, juga akan melaksanakan fungsinya sesuai syariat Islam. Yakni menjadi pelayan urusan umat. Adanya negara adalah untuk memudahkan manusia menyembah Tuhannya, maka urusan duniawinya dijadikan mudah dengan seperangkat aturan yang mampu menjamin kebutuhan dasar manusia. Sehingga umat tidak hanya berfokus pada pencarian materi saja, namun juga dengan mudah menggapai tujuan hidupnya di dunia, yakni memperoleh sebanyak pahala untuk bekal di akhirat nanti.

Dengan demikian, keberadaan negara yang menerapkan syariat Islam adalah perkara genting yang harus segera terealisasi. Agar manusia kembali pada track (jalan) yang sudah Allah tetapkan. Yakni menjadi khoiru ummah. Oleh karena itu, tugas kita sebagai kaum muslim untuk menyegerakan datangnya pertolongan Allah dengan menyeru pada manusia kembali pada syariat Islam. Allahu a'lam bish-showwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Dia Dwi Arista Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Rusia Melarang LGBT, Indonesia Kapan?
Next
Bahaya! Nggak Cuma Ekonomi, Seks pun Mengalami Resesi!
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram