Dari Kesejahteraan Rendah hingga Alat Politik Penguasa, Profesi Guru Minim Peminat

"Harapan presiden menjadikan guru sebagai tumpuan dalam mencetak generasi hanyalah sebuah narasi dalam seremonial tahunan semata. Bahkan tak lebih dari citra kekuasaan yang minim penghargaan pada profesi guru. Begitupun pidato yang disampaikan Mendikbud Ristek hanyalah narasi yang tidak diiringi dengan kecakapan dan edukasi dalam mewujudkan merdeka belajar pada guru."

Oleh. Perawati, S.Kom
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Dalam rangka memperingati hari guru yang jatuh setiap tanggal 25 November, Presiden Joko Widodo melalui akun Twitter resminya berpesan kepada para guru di seluruh Indonesia: "Para guru menjadi tumpuan kita untuk mempersiapkan dan menempa anak-anak bangsa menghadapi tantangan dan mewujudkan harapan kita. Selamat Hari Guru Nasional" kata Presiden RI tersebut.

Ditempat yang berbeda Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim, saat memimpin upacara peringatan Hari Guru Nasional yang mengangkat tema “Serentak Berinovasi, Wujudkan Merdeka Belajar", menyampaikan telah melepaskan jangkar dan membentangkan layar kapal dengan membuat terobosan Merdeka Belajar.

Dua pesan di atas tersirat harapan yang sangat besar dari petinggi negeri ini pada sosok guru sebagai pendidik. Hanya saja harapan tersebut terkendala dengan kurangnya tenaga pendidik (guru), khususnya di Kota Bekasi. Pemerintah Kota Bekasi melalui Dinas Pendidikan, mengakui saat ini dalam kondisi kekurangan tenaga guru pada tingkat SD dan SMP. Sebagaimana dikutip dari Kompas.com, Ketua PGRI Kota Bekasi, Dedi Mufrodi, berharap Pemerintah Kota Bekasi memperhatikan dan menambah tenaga pendidik, khususnya untuk tingkat SD dan SMP.

Saat ini jumlah guru di Kota Bekasi sekitar 9.000 orang, mestinya jumlah ideal guru di Bekasi sekitar 14 ribu orang.
Mengutip dari fin.co.id, tercatat jumlah Tenaga Pendidik di Kota Bekasi tingkat SD sebanyak 3.327 orang, untuk tingkat SMP sebanyak 1.189. Berdasarkan data tersebut, maka Kota Bekasi masih kekurangan sebanyak 698 guru SMP dan 2.934 guru SD.

Adapun upaya yang dilakukan Dinas Pendidikan selama ini adalah dengan merger antarsekolah, memberdayakan guru mapel dan menjadikan kelas gemuk (siswa melebihi kapasitas). Satu kelas dimuat 40 siswa, padahal standar nasional pendidikan idealnya hanya 28 siswa dalam satu kelas. Kondisi kelas yang gemuk ( over kapasitas) seringkali membuat guru lelah, sehingga target pembelajaran tidak tercapai. Hal ini sangat berdampak pada kualitas belajar mengajar, baik dari sisi guru maupun siswanya. Kondisi seperti ini semestinya menjadi acuan Dinas Pendidikan untuk mewujudkan output yang berkualitas.

Maka, harapan presiden menjadikan guru sebagai tumpuan dalam mencetak generasi hanyalah sebuah narasi dalam seremonial tahunan semata. Bahkan tak lebih dari citra kekuasaan yang minim penghargaan pada profesi guru. Begitupun pidato yang disampaikan Mendikbud Ristek hanyalah narasi yang tidak diiringi dengan kecakapan dan edukasi dalam mewujudkan merdeka belajar pada guru. Bahkan harapan Mendikbud Ristek semakin membuat guru bingung di lapangan dengan perubahan kurikulum "bak bunglon" ini.

Termasuk program Kampus Mengajar kepada mahasiswa tidak memberikan hasil yang signifikan. Tak dimungkiri saat program ini berjalan para guru sangat terbantu dengan kehadiran mahasiswa yang mahir dengan dunia digital. Setelah program ini berakhir, maka kebingungan kembali menyelimuti para guru yang notabene tidak intens dengan dunia digital. Bagaimana guru akan berinovasi untuk mewujudkan merdeka belajar?

Terdapat beberapa faktor Kota Bekasi kekurangan guru yaitu : Pertama, banyaknya guru yang memasuki masa purnabakti(pensiun). Dalam dua tahun ini jumlah guru yang memasuki masa purnabakti, jumlahnya hampir 1.000 orang.
Masa pensiun memang mengurangi jumlah guru. Tapi sebenarnya hal ini suatu siklus alamiah dalam lingkup kepegawaian dan secara otomatis akan teratasi dengan perekrutan pegawai baru.

Karut- marutnya sistem pendidikan, membuat Bekasi selalu kekurangan guru. Ditambah iklim penerimaan PNS diwarnai berbagai kompetisi. Alhasil, seorang guru masih dengan status guru honorer meski telah memasuki usia 60 tahun. Padahal setiap tahun selalu ada pembukaan CPNS untuk formasi guru, nyatanya jumlah guru tetap kurang.

Kedua, guru sebagai profesi yang kurang diminati. Berdasarkan penelitian LIPI bahwa generasi muda tidak lagi melihat guru sebagai sebuah profesi yang menjanjikan di masa depan. Yang lebih miris bahwa siswa yang unggul secara akademik tidak mau menjadi guru. Mereka lebih memilih menjadi youtuber, konten kreator, pengusaha dan lain sebagainya ketimbang menjadi seorang guru.

Bahkan upaya pemerintah beberapa tahun silam mengubah nama perguruan tinggi bidang pendidikan (IKIP) menjadi Universitas, tidak banyak membantu meningkatkan animo generasi muda. Mereka lebih tertarik masuk perguruan tinggi ternama seperti UI, ITB, UGM dll. Dan yang masuk IKIP seringkali terpaksa karena tidak diterima di universitas impiannya.

Generasi muda (milenial dan gen-z) yaitu mereka yang melek digital. Mereka tipikal out off the box dan inovatif. Jika ikut andil dalam dunia pendidikan, maka untuk mewujudkan yang disampaikan menteri Nadiem adalah suatu keniscayaan. Akan tetapi profesi ini sudah terlanjur tidak diminati generasi muda (milenial dan gen-z).

Ketiga, rendahnya kesejahteraan guru sehingga membuat profesi guru tidak lagi menjadi daya tarik bagi generasi muda (milenial dan gen-z). Sudah menjadi rahasia umum jika profesi guru adalah profesi dengan sekelumit administrasi, tapi kesejahteraannya sangat jauh dari kata layak. Besaran gaji guru honorer tahun 2022 mulai dari 300 ribu-1 juta per bulan. Gaji guru honorer dibayarkan berdasarkan jumlah jam mengajar. Selain upah yang minim, guru honorer juga tidak mendapatkan tunjangan seperti PNS karena tidak ada kebijakan khusus yang dibuat pemerintah untuk mengatur hal tersebut.

Sementara gaji guru PNS disesuaikan dengan golongan dan masa kerja. Untuk golongan IA saja gaji yang diterima sekitar 1,5 juta- 2,3 juta per bulan. Bandingkan dengan UMP Bekasi di kisaran 4,8 juta per bulan tahun 2022. Dalam keputusan Gubernur Jabar, Ridwan Kamil, UMP Bekasi tahun 2023 akan naik menjadi 5,1 juta per bulan. Maka, wajar profesi guru tidak menarik lagi bagi generasi muda (milenial dan gen-z).

Keempat, alat politik bagi penguasa. Tahun depan, pemerintah pusat akan menghapus tenaga honorer atau tenaga kerja kontrak (TKK) dan menggantikan dengan pegawai pemerintah dengan perjanjian kontrak (PPPK). Penghapusan tenaga honorer berlangsung pada November 2023 sesuai dengan Surat Edaran Menteri PAN dan RB Nomor 185.

Sejatinya TKK hanya jadi alat politik penguasa. Pengalihan TKK menjadi PPPK tidak mengubah masa bakti kerja skala prioritas guru honorer. Begitulah seterusnya, program baru akan bergulir seiring bergantinya kepemimpinan. Sementara status kepegawaian tetap sebagai pegawai honorer. Berbagai program dijalankan setengah hati demi elektabilitas.

Hendaknya beberapa faktor penyebab kurangnya guru sebagai bahan evaluasi untuk mewujudkan profesi guru sebagai profesi yang diminati. Dengan memberikan keistimewaan pada guru, sebagaimana yang dilakukan Khilafah Islam berabad-abad lamanya. Tak hanya kurikukum, ketersediaan dan kualitas guru sangat diperhatikan. Guru pun merata ke pelosok negeri.

Sepenggal kisah penghargaan pada profesi guru di masa Khalifah Umar bin Khattab, guru digaji 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas). Jika dikalkulasikan, gaji guru sekitar Rp60 jutaan jika 1 gr emas senilai Rp1 juta. Pemberian gaji ini tidak memandang status guru tersebut ASN atau pun honorer, bersertifikasi atau tidak. Guru adalah profesi mulia dan kedudukannya sangat tinggi dalam Islam. Guru sebagai orang yang memiliki ilmu akan ditinggikan derajatnya di dunia dan di akhirat. Sebagaimana firman Allah :

"Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat" ( TQS. Al-Mujadallah. 11)

Sungguh, melihat kondisi guru saat ini begitu miris. Lebih miris lagi profesi mulia ini tidak diminati generasi muda. Wallahu'alam bisshowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Perawati, S.Kom Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Propaganda LGBTQI+ Tak Habis-habis, Jangan Tinggal Diam
Next
Hukum Pidana Islam: Sempurna dan Adil
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram