Bukan Salah Pernikahan Dini

"Dengan demikian, bukan pernikahan dini yang jadi masalah, melainkan sah atau tidaknya pernikahan sesuai syariat. Karena tujuan dari penerapan syariat Islam secara kaffah, salah satunya adalah menjaga jiwa dan sahnya garis keturunan manusia."

Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Sangat miris, jika melihat fakta bahwa di Majalengka, Jawa Barat, ada 467 remaja usia dini. Yaitu, rerata di bawah 15 tahun yang mengajukan dispensasi nikah. Mereka yang belum mencukupi batas usia untuk menikah, namun memaksakan diri menikah dengan terlebih dulu melalui proses persidangan di Pengadilan Agama (PA).

Sayangnya, pengajuan dispensasi nikah tersebut bukan karena alasan syariat, melainkan setengahnya merupakan calon pengantin wanita yang sudah berbadan dua. Artinya banyak yang hamil duluan. Hal tersebut dikatakan Humas Pengadilan Agama Majalengka, Yayat Sofyan yang dilansir Tribun Jabar. (9/11/2022)

Meningkatnya kasus remaja hamil di luar nikah, ternyata berkorelasi dengan hasil sebuah survei pada tahun 2021. Dilansir dari laman urbanbandung.com (7/7/2022), bahwa 56 persen remaja di Kota Bandung pernah melakukan hubungan intim di luar nikah. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya remaja yang akhirnya harus putus sekolah, dan melonjaknya angka pernikahan remaja di usia dini.

Sistem kehidupan sekuler ditengarai menjadi akar masalahnya. Karena, telah melahirkan sistem pergaulan yang hedonis. Sehingga, pernikahan usia dini marak, namun terpaksa dilakukan karena alasan hamil duluan.

Bukan Soal Usia Dini

Menikah pada usia dini, secara syariat Islam sebenarnya boleh-boleh saja. Asalkan telah balig, ditandai menstruasi bagi wanita. Namun, jika penyebabnya karena kehamilan di luar nikah, maka terdapat perbedaan pendapat menyangkut boleh tidaknya dinikahkan. Dalam hal ini, bukan menyangkut perbuatan zinanya. Karena, hukum perzinaan sendiri jelas hukumannya, sebagai perbuatan dosa yang harus dikenai sanksi hukuman rajam.

Sebagian ulama ada yang berpendapat menghalalkan wanita hamil di luar nikah dinikahkan dengan laki-laki yang menghamilinya. Alasan hukumnya berdasarkan beberapa nas berikut ini. Dari Aisyah ra. berkata, Rasulullah saw. pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda: "Mulanya perbuatan kotor dan akhirnya nikah, maka suatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal”. (HR. Thabrani dan Daruquthni)

Di lain hadis, dikatakan bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah saw., istriku ini seorang yang suka berzina. Lalu Nabi saw. menjawab untuk menceraikannya, “Tapi aku takut memberatkan diriku", baginda menjawab: "kalau begitu mutahilah dia”(HR. Abu Daud dan An-Nasai)*

Selain itu, ada pendapat ulama yang mengharamkan seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang sedang mengandung anak dari orang lain. Hal tersebut karena akan mengakibatkan rancunya nasab anak tersebut. Salah satu dalilnya, Nabi saw. bersabda berkenaan larangan menyetubuhi (menikahi) seorang wanita hamil, (karena zina) hingga melahirkan (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Hakim).

Sedangkan dalam riwayat lain, Nabi saw. bersabda tentang tidak halalnya bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menyiramkan "airnya" pada tanaman orang lain (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Dari sini bisa diambil kesimpulan, bila seorang laki-laki menikahi wanita yang sedang mengandung anak dari orang lain, hukumnya haram (menurut pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad). Adapun bila wanita yang hamil itu dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya di luar nikah, maka hukumnya dibolehkan. Namun, jika mengacu pada kompilasi hukum Islam yang berlaku di negeri ini, seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dinikahkan dengan laki-laki yang menghamilinya.

Konsekuensi dari Pernikahan

Syekh Taqiyuddin An Nabhani dalam Kitab An Nidzam Al Ijtimai Fii Al Islam menjelaskan bahwa, pernikahan bukan perkara batasan usia dini atau maksimal, melainkan sah atau tidaknya menurut hukum syariat Islam.

Beberapa rukun untuk wanita agar sah menikah di antaranya, mempelai wanita harus benar-benar halal untuk melangsungkan akad nikah atasnya. Harus adanya wali dan kehadiran dua orang saksi muslim laki-laki yang sudah balig, berakal, dan memahami akad pernikahan tersebut. Mengenai akad (ijab-qabul) itu sendiri harus memiliki empat syarat in'iqad atau sahnya, yakni berada dalam satu majelis, mendengar dan memahami apa yang diakadkan, ucapan qabul tidak boleh menyalahi ijab, baik secara keseluruhan maupun sebagian. Dan terakhir, mempelai wanita haruslah seorang muslimah atau ahlu kitab. Sedangkan, mempelai pria harus seorang muslim bukan nonmuslim.

Adanya rukun dan syarat sahnya akad menikah, tidak lain karena pernikahan dalam ajaran Islam adalah ikatan suci. Sehingga, membawa beberapa konsekuensi hukum lainnya, seperti:

Pertama, berkaitan dengan nasab. Jika seorang laki-laki menikahi wanita, lalu dari rahim wanita tersebut lahir anak, maka pernikahan yang sah menjamin keabsahan garis keturunannya.

Kedua, berkenaan dengan perwalian. Dalam hal ini, anak mempunyai hak perwalian, baik terhadap harta maupun dirinya.

Ketiga, menyangkut perihal waris. Karena, adanya nasab (garis keturunan) status hukum waris menjadi jelas. Untuk itulah, syarat  istibra’ (bersihnya rahim wanita) setelah masa ‘iddah menjadi kunci status janin.

Dengan demikian, bukan pernikahan dini yang jadi masalah, melainkan sah atau tidaknya pernikahan sesuai syariat. Karena, tujuan dari penerapan syariat Islam secara kaffah, salah satunya adalah menjaga jiwa dan sahnya garis keturunan manusia.

Wallahu A’lam bish Shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
Maman El Hakiem Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Privilese Aktivis Dakwah
Next
Akhirat atau Dunia yang Paling Baik?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram