Bekasi dan Moderasi hingga Urat Nadi

"Ide moderasi yang lahir dari asas sekularisme kapitalisme yang mencengkeram erat negeri, tidakkan pernah berhenti sampai ajaran Islam tercampakkan dari dalam diri kaum muslimin dan tergantikan dengan ide-ide kufur yang sesat dan menyesatkan."

Oleh. Nilma Fitri S. Si
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Seolah tiada habisnya, Islam terus dipersekusi. Memutarbalikan fakta hingga memasukkan ide-ide demi mengganti pemikiran Islam terus disusupkan dengan sangat halus, sehingga sulit membedakan yang mana kebenaran murni dari Islam dan yang mana hasil hasutan ide-ide Barat yang dikemas sedemikian islami. Ya, umat Islam sedang tidak baik-baik saja. Hujatan-hujatan dan narasi-narasi yang menyudutkan Islam seolah tak pernah berhenti. Mengotori pikiran umat dan menjadikan mereka asing dengan Islam yang sebenarnya.

Begitulah gambaran kondisi umat saat ini. Keadaan yang sama juga terjadi di wilayah Bekasi. Sebagai wilayah industri penopang perekonomian negara, Bekasi menjadi salah satu kota dengan pembangunannya yang cukup pesat. Keberadaannya dengan kinerja industri di wilayah Bekasi turut berkontribusi cukup besar pada perekonomian nasional.

Sayangnya, kontribusi ekonomi bagi negeri turut menggerus corak agamis masyarakat Bekasi. Menguatnya moderasi semakin menjauhkan Islam dari pemeluknya. Sikap toleransi telah beralih arti menjadi amalan wajib di tengah keberagaman agama. Sehingga toleransi dalam akidah pun menjadi hal yang biasa. Salah satu daerah di Bekasi yaitu Kampung Sawah yang terletak di Kecamatan Pondok Melati Kota Bekasi, terkenal sangat kental dengan sikap toleransinya yang sudah turun temurun.

Moderasi di Balik Toleransi

Akan tetapi, toleransi yang digaungkan adalah toleransi kelewat batas. Tidak hanya saling menghargai keyakinan dan ibadah masing-masing agama, tetapi juga menganggap perpindahan agama dengan leluasa adalah hal yang biasa. Dimuat pada kompas.com, (29/12/2019) ada warga dalam satu keluarga besarnya, mempunyai agama yang beda-beda. Mereka dapat saja berpindah keyakinan, "Ya dispensasi lah, dan itu enggak apa-apa selama tidak mengusik satu sama lain,” seperti yang diungkapkan Tris, istri Jacob Napiun, seorang Pemuka Agama Katolik di wilayah tersebut.

Sikap toleransi yang sama juga terjadi di Pesantren Motivasi Indonesia (PMI) atau dikenal dengan Istana Yatim Nurul Mukhlisin. Terletak di Kampung Cinyosog, Desa Burangkeng, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, merupakan simbol moderasi Islam di Bekasi. Dengan tiga pijakannya bagi para santri, yaitu at tawazun (seimbang dalam segala hal), at tawasuth (tengah-tengah atau moderat) dan tasamuh (toleransi), (nu.or.id, 13/11/2021). Maka, dengan kondisi ini, akan semakin deraslah arus moderasi Islam di wilayah Bekasi.

Ditambah lagi dengan isu terorisme, yang sangat keras digaungkan di wilayah Bekasi. Dengan tertangkapnya tiga ulama di Wilayah Bekasi, maka semakin bertambah besarlah nyanyian sumbang sentimen anti-Khilafah. Perjuangan mengembalikan kehidupan Islam, mereka putarbalikkan sebagai sikap anti-Indonesia yang menurut mereka tak layak ada. Seperti apa yg dikatakan Ken Setiawan, Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center pada beritasatu.com, (17/11/2022) target penangkapan tersangka teroris karena keinginan berkuasa dengan sistem Khilafah di pemerintahan, bukan berdasarkan Pancasila dan sistem demokrasi.

Tidak hanya itu, isu-isu moderasi yang berbungkus islami pun menghantam generasi muda Bekasi. Dan di tangan pemudalah agen moderasi ini telah mereka letakkan. Ajang Pemilihan Duta Moderasi Beragama 2022, telah menghantarkan putra Bekasi menjadi pemenangnya. Pembuatan karya ilmiah dan penyeleksian bagi para pemenang, semuanya berkaitan dengan tema "Moderasi Beragama".(urbanjabar.com, 8/8/2022)

Padahal, pemuda sebagai generasi penerus peradaban dan agent of change, adalah bibit unggul yang akan melahirkan peradaban baru yang lebih maju. Apalah jadinya, jika pemuda Islam menjadi agen moderasi yang digaungkan dari pemikiran Barat ini?

Kerusakan Akidah atas Nama Moderasi

Akidah sebagai fondasi dasar agama sejatinya bukanlah hal yang dapat ditawar. Akidah tidak boleh ditukar, karena keyakinan dan keimanannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Allah Swt. tidaklah sama pada semua agama. Pun keimanan akan hari akhir yang menuntut pertanggungjawaban manusia atas setiap perbuatanya di dunia, adalah hal pasti yang semestinya terhujam kuat dalam hati dan pikiran umat Islam, dan hal ini pun tidak ada dalam keyakinan selain Islam. Jadi, secara mutlak agama Islam dengan agama lain tidaklah sama.

Adalah hal yang menentang Allah dan Rasul-Nya, jika dengan moderasi, sikap toleransi umat Islam menghantarkannya pada anggapan bahwa semua agama adalah sama. Sehingga menjadi pintu pembuka bagi manusia memilih agama mana pun yang ia kehendaki. Padahal
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ ۗ    وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْ ۗ    وَمَنْ يَّكْفُرْ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ فَاِنَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ

"Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya." (QS. Ali 'Imran[3]: 19)

Islam memang sangat mengajarkan toleransi, tetapi sikap toleransi dalam ranah sosial, tolong-menolong tanpa memandang perbedaan agama, hidup bertetangga dengan baik apa pun agamanya, dan saling menghargai dalam hal ibadah agama lain, menghargai simbol-simbol agama lain dalam arti membiarkan mereka menggunakan simbol agama mereka dan bukan dengan kita ikut-ikutan menggunakannya. Karena simbol keagamaan adalah khas dan termasuk dalam perkara akidah. Sehingga apabila simbol agama ini digunakan bagi seorang muslim, maka baginya dukungan dan membenarkan terhadap akidah simbol agama yang ia kenakan.

Padahal Allah telah berfirman dalam QS. Al-Kaafirun :

Katakanlah: "Hai orang-orang kafir (1), Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah (2), Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah (3), Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah (4), dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah (6). Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku (6)."

Bahkan ide moderasi di kalangan generasi muda dan masyarakat, telah turut andil mengaburkan makna pluralisme dan pluralitas. Islam menghargai pluralitas, perbedaan agama, bangsa, bahasa, ras, dan lain sebagainya. Tetapi Islam tidak menoleransi pluralisme, karena pluralisme merupakan paham dan cara pandang yang menghargai perbedaan suatu kelompok. Sehingga mengizinkan kelompok tersebut untuk tetap memepertahannkan keunikan budayanya sendiri.

Namun, di dalam Islam, setiap tingkah dan laku harus sesuai dengan hukum syarak. Pun budaya dan adat istiadat dengan keunikannya tidaklah boleh dijadikan hukum dalam kehidupan. Budaya dan adat istiadat yang sejalan dengan hukum syarak boleh kita ambil, tetapi yang bertentangan, maka wajib kita tinggalkan. Inilah dua kata yang mirip tapi mempunyai makna berbeda yang sangat dalam. Moderasilah yang membalut makna ini, umat Islam wajib bertoleransi terhadap apa pun perbedaannya dan wajib menerima budaya dan adat sebagai aturan hidupnya atas nama toleransi. Jika hal ini ditolak, mereka dianggap tidak bisa menerima Islam moderat, dan cap radikal akan mereka sematkan bagi kaum muslim yang senantiasa berusaha menjalankan syariat Allah dalam kehidupannya.

Islam Solusi Pasti

Jadi, sudah jelaslah makna moderasi yang dibalut kedok toleransi bukanlah ajaran Islam. Bahkan mengaitkan moderasi dengan makna menjalankan agama dengan seimbang dan tidak berlebih-lebihan, seolah mengaburkan perintah Allah dalam ayat :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً  ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah[2]: 208)

Maka, melaksanakan seluruh ajaran Islam adalah kewajiban yang Allah perintahkan bagi orang-orang beriman. Apakah dikatakan berlebih-lebihan apabila seorang muslim mendakwahkan Islam kepada pemeluk Islam, dan bukan kepada agama lain? Sungguh suatu pengaburan makna moderasi yang membingungkan umat. Inilah bukti penyusupan halus terhadap makna moderasi itu sendiri. Oleh sebab itu, bagi muslimah Indonesia umumnya, dan muslimah Bekasi khususnya, sudah saatnya kita menyadari akan bahayanya gelombang moderasi yang bertubi-tubi datang menghampiri. Ide moderasi yang lahir dari asas sekularisme kapitalisme yang mencengkeram erat negeri, tidakkan pernah berhenti sampai ajaran Islam tercampakkan dari dalam diri kaum muslimin dan tergantikan dengan ide-ide kufur yang sesat dan menyesatkan.

Perlahan tapi pasti, ajaran Islam tercabik dan dihinakan oleh para agen-agen kafir Barat. Dalil Al-Qur'an dan As-Sunah dengan mudahnya diselewengkan menuruti hawa nafsu dunia. Mereka lupa bahwa pegadilan akhirat menuntut pertanggungjawban hidup di dunia, pasti akan terjadi. Sudah saatnya kita bersuara lantang, moderasi Islam bukanlah solusi, dan hanya solusi Islam kaffahlah yang pasti mendatangkan rahmatan lil 'aalamiin.

Dari Tsauban, dia berkata: “Rasulullah  telah bersabda: Tak lama lagi, umat-umat mengerumuni kalian sebagaimana orang-orang yang kelaparan mengerumuni sebuah hidangan (lezat)."

Lalu seseorang bertanya : "Apakah kami ketika itu minoritas?’ Rasulullah menjawab : ‘Justru kalian ketika itu berjumlah banyak. Akan tetapi keadaan kalian seperti buih di tengah lautan."

"Allah benar-benar mencabut kehebatan kalian dari dada-dada musuh kalian dan Allah lemparkan ke dalam hati-hati kalian sifat Wahn.’ Lalu orang tersebut bertanya lagi : ‘Wahai Rasulullah apakah Wahn itu?’ Rasulullah menjawab : ‘(Wahn) adalah cinta dunia dan takut mati." (HR Abu Dawud no. 4297, Ahmad (5/278) dan lain-lain, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam “Silsilatul ahaadiitsish shahihah,” no. 958)

Wallaahu a'lam bishshowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Nilma Fitri S. Si Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Penjagaan Islam terhadap Muslimah
Next
Penantian di Ujung Senja
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram