Balada Generasi Sandwich

"Akibatnya, setiap individu hari ini memiliki beban yang sangat berat dalam menjalani kehidupan. Saat usia makin menua, tak ada tabungan hari tua, tak ada jaminan negara, akhirnya hanya berharap pada anak tercinta. Hasilnya, generasi sandwich pun akan terus bermunculan."

Oleh. Ghumaisha Gaza
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Bicara tentang sandwich, siapa sih yang tidak mengenalnya hari ini? Roti berlapis daging, ditambah telur atau sayuran, dibubuhi saus dan mayones, rasanya pasti gurih banget. Tapi Sob, tidak dengan generasi sandwich yang marak akhir-akhir ini. Mereka adalah generasi yang cenderung hidupnya perih. Kok bisa?

Secara umum generasi sandwich merupakan mereka yang berusia produktif, tapi memiliki peran ganda, khususnya dalam menghidupi keluarga. Generasi ini harus menghidupi generasi di atasnya atau orang tua mereka, tetapi sudah memiliki keturunan yang sama-sama harus dibiayai juga. Jadilah memang berlapis-lapis gitu tanggungannya.

Dilansir dari suara.com (20/06/22), jumlah generasi sandwich dari tahun ke tahun terus meningkat. Setiap 100 orang penduduk yang berusia produktif hari ini, setidaknya harus menanggung 17 orang penduduk lansia. Menurut Pew Research Center, pada tahun 2012 saja, sekitar 29% orang dewasa muda mulai dari usia 25-34 tahun tinggal bersama orang tua mereka. Terus kita harus bagaimana dong?

Pangkal Lahirnya Generasi Sandwich

Agar permasalahan generasi sandwich ini tidak menjadi bumerang yang dapat merugikan banyak generasi di masa mendatang, tentu kita harus mengetahui akar permasalahan dan solusi menyelesaikannya. Sejatinya, kita ingin hidup baik-baik saja 'kan dengan orang-orang yang kita cintai? Namun, semua permasalahan ini bermula saat beban kehidupan individu meningkat berkali-kali lipat, akibat rusaknya sistem kehidupan yang diterapkan. Jadi semuanya memang tidak datang dengan tiba-tiba.

Hal ini bermula saat negara bersikap pasif terhadap pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Betul, sebagai pemimpin keluarga seorang laki-laki (suami) atau ayahlah yang memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Namun, negara tidak semestinya menyerahkan pemenuhan tersebut kepada individu saja. Negara harus betul-betul mampu menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Termasuk, kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, dan fasilitas umum lainnya. Singkatnya, kalau seorang individu kesulitan memenuhinya, maka negara harus turun tangan dong?

Faktanya, banyak seorang ayah yang justru kesulitan untuk mencari pekerjaan. Bagi yang memiliki penghasilan, tak jarang gaji yang didapatkannya lebih kecil dari jumlah kebutuhan. Terus harga-harga kebutuhan pokok selalu meningkat. Bahan bakar minyak juga tak mau kalah, naik lagi naik lagi harganya. Pas keluarga sakit, makin pusing karena biaya berobat juga tinggi. Sampai muncul istilah orang miskin tak boleh sakit. Sedih ya, Sob?

Akibatnya, setiap individu hari ini memiliki beban yang sangat berat dalam menjalani kehidupan. Saat usia makin menua, tak ada tabungan hari tua, tak ada jaminan negara, akhirnya hanya berharap pada anak tercinta. Hasilnya, generasi sandwich pun akan terus bermunculan. Nah, kebayang 'kan memikirkan hidup sendiri saja susah, apalagi ditambah memikirkan orang-orang dalam tanggungannya? Malang nian nasibmu generasi sandwich!

Hidup Mereka Kian Sulit

Di tengah abainya peran negara, sikap individualisme juga makin menguat di tengah masyarakat. Coba deh perhatikan, akhirnya orang-orang malah saling cuek 'kan saking fokus memikirkan nasibnya sendiri? Saat harga-harga naik, prinsipnya yang penting tetap mampu membelinya. Tuh 'kan? Padahal sangat mungkin ada orang yang akhirnya tidak mampu, hanya bisa gigit jari. Hidupnya kian menderita karena tak ada yang bisa menolongnya.

Itu pula yang terjadi dengan generasi sandwich. Mereka akhirnya hanya berjibaku dengan tanggungan mereka yang berlapis-lapis. Sikap individualisme ini juga kemudian makin melebarkan jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin. Pada akhirnya kita jumpai yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Sudahlah tamat riwayatmu!

Belum lagi gaya hidup orang-orang hari ini yang makin melangit. Segala bentuk kebahagiaan diukur dengan materi: punya follower yang banyak, barang-barang branded, cuan yang melimpah, dan banyak lagi. Nah, virus konsumerisme ini tak jarang menjangkiti para generasi sandwich juga. Ayolah, untuk kebutuhan pokok saja susah, ini tergiur dengan hal-hal yang tidak prioritas. Tapi nyata loh!

Dengan maraknya pinjaman online yang mudah didapatkan, banyak juga akhirnya generasi produktif ini terjerat. Mau bagaimana lagi, kebutuhan (termasuk di dalamnya 'keinginan belaka') makin banyak? Akhirnya akan tambah rumit saja masalahnya. Mereka yang terjerat pinjaman online akan dihadapkan pada sengsaranya riba, rugi dunia akhirat. Kaya enggak, tetap susah iya. Belum masalah lainnya, betapa kian sulit hidup generasi ini.

Generasi Sandwich dalam Islam

Sebenarnya, penderitaan generasi sandwich ini bisa berakhir ketika aturan yang diterapkan di tengah-tengah manusia adalah aturan yang benar. Yaitu, aturan yang datangnya dari Allah Swt. Aturan mana lagi kalau bukan aturan Islam? Saking sempurnanya Islam, semua hal pasti ada pembahasannya. Coba deh, perkara tidur saja dalam Islam dibahas, adabnya, doanya, dan sebagainya. Nah, begitu juga dalam jaminan pemenuhan kebutuhan pokok, pasti ada aturan mainnya dong? Hebat 'kan agama Islam ini?

Pertama, Islam memang mewajibkan bekerja bagi seorang laki-laki yang memiliki tanggungan nafkah atas keluarganya. Dia berdosa jika malas-malasan bekerja. Nah, kalau seseorang ini tidak mampu karena sudah tua renta, sakit, atau cacat, maka kewajibannya dialihkan kepada kerabat atau mahramnya. Jadi, seorang anak laki-laki memang memiliki tanggung jawab kepada kedua orang tuanya, jika orang tuanya tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan pokoknya.

Namun tidak berhenti di sana, aturan Islam juga ternyata telah mewajibkan kepada orang kaya untuk menyantuni orang miskin, siapa pun orang miskin tersebut. Rasulullah saw. bersabda dalam hadits qudsi:

"Tidaklah (dianggap) beriman kepada-Ku, orang yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara ia tahu tetangganya dalam keadaan kelaparan."

Islam juga sangat memuji orang-orang yang gemar memberikan sedekah, infak, hadiah, wakaf, dan lain-lain. Islam tidak menghendaki keberadaan orang-orang yang individualis yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Di dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw. bersabda, "Tidaklah sempurna iman seseorang diantara kamu (kaum muslimin), hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri."

Nah, terus kalau individu atau masyarakat masih kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya, bagaimana? Dalam hal ini, maka persoalan yang tidak dapat dipecahkan harus segera diserahkan kepada negara. Jika berkaitan dengan lapangan kerja, maka negara harus membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Jika masih belum terpenuhi kebutuhan seseorang, maka negara wajib menanggungnya.

Begitulah Sob, luar biasanya Islam dalam berusaha menyejahterakan rakyatnya. Kesengsaraan generasi sandwich hari ini tidak akan dibiarkan dalam negara yang menerapkan aturan Islam. Jikalau seseorang memang harus menanggung beban kerabatnya yang lain, ia tidak akan dibiarkan sengsara. Tapi pasti akan dibantu oleh negara.

Penutup

Sob, generasi sandwich hari ini yang hidupnya perih sangat rentan stres, kelelahan fisik, gangguan mental, ataupun depresi. Tentu kita harus mengakhiri itu semua. Ketika kita tak mampu berharap pada sistem kehidupan sekarang, maka satu-satunya solusi untuk generasi sandwich adalah hukum Islam. Karena Islam terbukti memiliki kemampuan untuk menjawab segala hal yang dihadapi umat manusia di mana pun dan pada masa apa pun.

"Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri." (TQS. An-Nahl: 89)

Wallahu'alam.[]


Photo : Canva

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ghumaisha Gaza Kontributor NarasiPost.Com & Pemenang Challenge True Story NP
Previous
Piala Dunia dan Standar Ganda Kebebasan Berpendapat
Next
Roda Kehidupan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram