"Nggak hanya Cina, AS sebagai negara dengan jumlah populasi terbanyak ketiga saat ini, juga mengalami resesi seks. Bahkan resesi seks sudah lebih dulu meneror AS sejak 2012, loh. Para peneliti mengungkap adanya tren yang nggak biasa, yakni angka orang Amerika yang melakukan hubungan seks berkurang jauh dibanding dekade sebelumnya."
Oleh. Rizki Ika Sahana
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Resesi seks terus menghantui. Bukan hanya menyerang negara-negara besar seperti Cina hingga AS, Gaes, tapi juga menerpa banyak negara semisal Korea Selatan, Jepang, Singapura, juga Rusia.
Cina misalnya, pada 2021 mengalami angka kelahiran terendah sejak 1949, yakni hanya sekitar 11 juta. Angka ini menurun dibanding pada 2016 dengan18 juta kelahiran. Pakar bahkan memprediksi jumlah kelahiran pada 2022 di bawah 10 juta, lebih rendah dari tahun sebelumnya. Wow!
Nggak hanya Cina, AS sebagai negara dengan jumlah populasi terbanyak ketiga saat ini, juga mengalami resesi seks. Bahkan resesi seks sudah lebih dulu meneror AS sejak 2012, loh. Para peneliti mengungkap adanya tren yang nggak biasa, yakni angka orang Amerika yang melakukan hubungan seks berkurang jauh dibanding dekade sebelumnya. Laporan The Washington Post bahkan menyebut adanya "Kekeringan Seks Amerika Hebat".
Sementara itu, di Asia misalnya, selain Cina, Korea Selatan mendapat predikat negara dengan angka kesuburan terendah di dunia pada laporan yang muncul Agustus 2022 lalu, Gaes. Angka kesuburan Negeri Ginseng tersebut turun 0,03 persen, menjadi 0,81 persen saja di 2021.
Sebenarnya, apa sih resesi seks itu, dan kenapa sangat ditakuti?
Istilah resesi seks (sex recession) pertama kali dicetuskan pada 2018 oleh Kate Julian, seorang peneliti dan penulis. Mengutip tulisannya pada jurnal The Atlantic, resesi seks merujuk pada fenomena hubungan seks yang makin surut. Resesi seks menjadi momok paling ditakuti karena melahirkan risiko krisis demografis pada suatu negara, Gaes. Penurunan rata-rata jumlah aktivitas seksual, secara otomatis akan memengaruhi tingkat kelahiran yang rendah. Akibatnya, negara mengalami kekurangan SDM yang akan membahayakan sektor politik, kedaulatan dan keamanan, ekonomi, hingga sosial. Ngeri banget!
Karenanya, banyak negara melakukan berbagai upaya untuk mengerem laju merosotnya populasi secara drastis ini, Gaes. Pemerintah Cina misalnya, sudah sejak lama memberlakukan kebijakan 'tiga anak lebih baik' sebagai pengganti kebijakan 'satu anak cukup' yang ditetapkan sejak 1979. Selain itu, Cina juga menurunkan biaya pendidikan, insentif pajak, memberikan dukungan perumahan, dan menerbitkan berbagai landasan hukum bagi perempuan bekerja. Bahkan, juga mengatur sistem 'uang mahar' (dowry) bagi keluarga calon mempelai perempuan, yang selama ini begitu tinggi, sehingga meredam keinginan menikah. Sementara itu, Jepang telah membuat beberapa program untuk mendorong kaum mudanya memiliki anak. Salah satunya yang menarik nih, Gaes, adalah dengan memberikan tunjangan sebesar 100.000 yen atau sekitar Rp10.7 juta untuk setiap anak yang lahir!
Lalu apa sesungguhnya penyebab utama resesi seks dunia? Penasaran?
Anak muda Cina dan Jepang beralasan, mereka tak punya banyak waktu merawat pernikahan karena bekerja memenuhi kebutuhan hidup menjadi hal urgen. Selain itu, biaya pernikahan yang tinggi dan beban ekonomi yang berat saat memiliki anak, nggak bisa dielakkan. Di AS, semakin banyak anak muda menghabiskan waktu menonton film di Netflix dan berinteraksi di media sosial seperti Instagram, menyebabkan keinginan berhubungan seks menurun. Penyebab lainnya adalah semakin beragamnya orientasi seksual, maraknya video porno, tingginya tingkat kecemasan, kurang tidur, obesitas, penggunaan antidepresan, tekanan ekonomi, dan pola asuh orang tua.
Nah Gaes, kalo kita cermati, seluruh penyebab resesi seks berpulang pada penerapan sistem kapitalisme sekuler secara global. Sistem ini memunculkan kapitalisasi di seluruh sektor kehidupan, menyebabkan tingginya biaya pemenuhan kebutuhan hidup seperti pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, listrik, BBM, air bersih, dan seterusnya. Ditambah, beragam pajak yang ditetapkan terhadap rakyat nilainya juga fantastis. Inilah yang membuat kaum muda lebih suka melajang dibanding menikah dan memiliki anak yang berarti menambah beban ekonomi.
Kehidupan serba liberal sebagai turunan ide yang menafikkan Tuhan sebagai pengatur (sekularisme) juga menjadi peyumbang signifikan resesi seks. Menganggap tubuh sebagai hak milik, perempuan lantas merasa berhak mengaturnya dengan bebas, mengeklaim otoritas atas tubuh perempuan secara penuh, apakah ingin punya keturunan atau childfree saja misalnya, adalah sebagian mindset rusak serta lifestyle yang menggejala di kehidupan kaum muda. Ditambah, menyalurkan kebutuhan seks di tengah arus liberalisme yang deras bisa dilakukan dengan banyak cara, sehingga tak perlu menikah apalagi melahirkan keturunan. Astaghfirullah!
Untuk memutus resesi seks yang terus menjalar ke berbagai negeri, bahkan terindikasi sudah sampai ke negeri jiran Malaysia yang dekat banget dengan negeri +62, kita harus melakukan upaya yang serius dan menyentuh akar masalah, Gaes. Yakni menggugat penerapan kapitalisme sekular sebagai biang keladinya. Kemudian mengadopsi sistem yang handal dalam mewujudkan kelestarian jenis manusia, mencegahnya dari kepunahan.
Sistem andal tersebut haruslah berasal dari pencipta manusia, Zat yang paling memahami manusia beserta aturan yang tepat bagi eksistensinya di dunia. Sistem andal yang sudah teruji dan terbukti itu adalah Islam yang berasal dari Allah Al Khaliq Al Mudabbir, satu-satunya sistem yang pernah membawa keberkahan bagi manusia sepanjang penerapannya hingga belasan abad lamanya.
Islam memiliki sistem politik ekonomi yang menjamin distribusi SDA secara adil dan merata bagi seluruh rakyat. Sangat berbeda dengan sistem kapitalisme yang memberikan akses SDA seluas-luasnya hanya kepada para kapitalis, sementara rakyat kebanyakan harus membelinya dengan harga tinggi atau sekadar gigit jari. Dengan sistem politik ekonomi Islam tersebut, negara bertanggung jawab secara penuh dalam menjamin kebutuhan dasar rakyatnya individu per individu tanpa memandang latar belakang agama, ras, atau apa pun dengan mekanisme yang sangat rapi dan detail.
Islam juga memiliki sistem pendidikan, sistem sosial, sistem informasi dan sistem sanksi yang tegas yang akan menjaga manusia dari perbuatan di luar batas. Kebebasan berpikir, berpendapat, dan berperilaku, hingga melahirkan pribadi liberal, sangat dilarang. Pemikiran, pendapat, dan perilaku harus sejalan dengan hukum syarak yang akan menjaga manusia senantiasa berada dalam kemuliaan dan kehormatan.
Dengan itu semua, niscaya tak ada lagi yang merasa berat untuk menikah dan memiliki momongan, Gaes! Sebab negara menjadi pelindung sekaligus penjaga utama bagi terwujudnya kelestarian manusia dan peradabannya yang cemerlang. Wallahu a'lam. []