"MUI harus tetap konsisten dengan misinya, menjaga umat, ajaran Islam dan berani mengoreksi penguasa serta berani jika ada upaya apa pun untuk membubarkan MUI. MUI dan umat Islam jangan mudah diprovokasi oleh siapa pun."
Oleh. Sherly Agustina, M.Ag
(Penulis dan pemerhati kebijakan publik)
NarasiPost.Com-Rasulullah saw. bersabda, "Maukah kalian aku beritahu tentang orang-orang yang paling buruk di antara kalian? Yaitu orang-orang yang kerjanya mengadu domba (menghasut), yang gemar menceraiberaikan orang-orang yang saling mengasihi (bersahabat), dan yang suka mencari kekurangan pada manusia yang tidak berdosa." (HR. Al-Bukhari)
Sempat menarik perhatian umum ketika tagar pembubaran MUI trending. Pasalnya, telah terjadi penangkapan salah satu anggota fatwa MUI oleh densus 88 yang diduga jaringan teroris. Hingga beredar opini mengaitkan tuduhan jaringan teroris anggota MUI pada lembaga MUI. Tak pelak, beberapa tokoh merespons isu pembubaran MUI, di antaranya yang dilansir dari Republika.co.id (21/11/21), Ketua Umum Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB PII), Nasrullah Larada, menegaskan jika muncul keinginan untuk membubarkan MUI merupakan ide dan gagasan konyol.
Karena menurut Nasrullah, sejarah mencatat untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan NKRI tak lepas dari peran umat Islam bersama TNI. Karenanya, menjadi sangat naif dan ide konyol jika tiba-tiba ada yang mencoba memecah belah persatuan Indonesia. Mereka perlu belajar sejarah perjuangan bangsa Indonesia, jika ada yang ingin membubarkan MUI.
Ya, ulama bagian dari umat Islam yang dulu berjuang untuk mempertahankan NKRI dari para penjajah. Maka, keberadaan ulama di Indonesia sangat vital. Selain representasi umat Islam, ulama menjadi penyambung lisan rakyat kepada penguasa. Serta lembaga yang bisa memberi masukan kepada pemerintah agar tidak melenceng dan taat sesuai syariat.
Ulama Korban Gorengan Radikalisme
Sejak digulirkan isu gorengan radikalisme oleh rezim, Islam selalu diposisikan sebagai pihak tertuduh (inferior). Maka, apa pun yang berkaitan dengan Islam, umat Islam dan ajaran Islam sangat sensitif. Apalagi, definisi radikal dan teroris versi rezim begitu ambigu. Bagi yang bertentangan dengan rezim terutama dari umat Islam, maka dianggap radikal dan teroris. Padahal, teroris dalam KBBI artinya orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut.
Namun, faktanya yang ditangkap oleh densus 88 sebagai kepanjangan tangan rezim bukanlah pelaku kekerasan yang meresahkan publik. Sebagai contoh anggota MUI yang saat ini digadang-gadang terlibat jaringan teroris, di lapangan apakah benar melalukan teror? Kalaupun iya, seharusnya melalui proses yang transparan tidak langsung men-judge serta harus ada saksi dan bukti yang jelas.
Umat harus waspada jika ada narasi yang provokatif untuk memecah belah NKRI, khususnya memecah belah umat Islam. Umat harus sadar bahwa yang menggulirkan gorengan radikalismelah yang ingin memecah belah NKRI dan umat Islam. Karena jika menengok ke belakang, yang membuat resah negara ini adalah penjajah bukan umat Islam. Justru, umat Islam yang bahu membahu menjaga NKRI hingga berdarah-darah agar tidak terpecah belah dikuasai penjajah.
Adapun motif provokasi yang bergulir, bisa jadi agar rakyat terpecah belah saling berpikir negatif, tidak bersatu di antara rakyat Indonesia dan umat Islam khususnya. Perlu diingat, Indonesia merupakan negara mayoritas muslim di dunia, potensi demografi ini ditakuti siapa pun yang ingin menguasai SDA Indonesia. Maka, upaya apa pun akan dilakukan oleh penjajah agar warga negara Indonesia tidak rukun dan bersatu sehingga mudah untuk ditipu daya.
MUI jangan Mudah Diprovokasi
Narasi radikalisme dan terorisme diembuskan bukan dari umat Islam, tetapi dari musuh Islam yang ingin menjatuhkan Islam. Jangan sampai umat Islam menjadi boneka yang mudah dimainkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Setelah rezim menyerang salah satu ormas Islam yang memiliki pengaruh luar biasa dalam opini penegakkan Khilafah, musuh Islam yang berada di balik rezim berupaya menyerang ormas Islam lainnya yang kritis.
Kini, lembaga MUI yang menjadi sasaran empuk. Karena negeri ini masih dijaga oleh para ulama yang berkumpul di MUI agar rezim tidak melenceng ketika membuat aturan, tidak represif dan harus adil terhadap umat Islam. MUI harus tetap konsisten dengan misinya, menjaga umat, ajaran Islam dan berani mengoreksi penguasa serta berani jika ada upaya apa pun untuk membubarkan MUI. MUI dan umat Islam jangan mudah diprovokasi oleh siapa pun.
Hanya negara komunis yang ant-Islam. Jika terus ada upaya untuk memberangus suara kritis umat Islam, maka rakyat mempertanyakan apakah Indonesia negara demokrasi atau komunis? Namun, demokrasi ataupun komunis keduanya bukan aturan yang baik karena tak sesuai dengan fitrah manusia. Lebih dari itu, asas yang digunakan bukan dari akidah Islam yang diberikan oleh Allah. Demokrasi memiliki asas sekularisme, memisahkan agama dari kehidupan. Sementara komunisme asasanya atheisme, antiagama (Tuhan).
Fitrahnya, manusia itu cenderung pada kebaikan dan makhluk yang lemah. Maka, butuh adanya aturan dari sesuatu di luar dirinya yang lebih hebat atau Mahahebat. Umat Islam harus bersatu dan jangan lagi merasa sebagai pihak inferior, karena Allah sudah menyematkan predikat terbaik bagi umat Islam dalam Al Qur'an surat Ali Imran: 110: "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah."
Allahu A'lam bi ash Shawab.[]