Penggantian ASN dengan Robot AI, Akankah Berdampak pada Kemajuan Bangsa?

"Tujuan bernegara sejatinya untuk menyejahterahkan setiap individu rakyat, terciptanya stabilitas, dan meninggikan peradaban. Namun, pemerintahan dengan sistem kapitalisme-sekuler diselenggarakan dengan orientasi materi demi keuntungan para pemodal/kapitalis, bukan demi kepentingan rakyat."

Oleh. Ummu Abdul Qodir
(Pemerhati Pendidikan)

NarasiPost.Com-Wacana robot Artificial Intelligence (AI) yang akan menggantikan PNS/ASN kembali ramai diperbincangkan. Wacana tersebut menyeruak seiring rencana BKN untuk melakukan transformasi digital perkara administrasi kepegawaian. Hal tersebut sudah pernah disampaikan Presiden Jokowi saat memberikan pengarahan dalam pembukaan musyawarah RPJMN 2020-2024 pada akhir tahun 2019. Menurut Jokowi, hal itu lebih baik daripada menumpuk beban di dalam APBN, dan demi menciptakan birokrasi yang sederhana, lebih cepat dan bermanfaat bagi masyarakat. (cnbcindonesia.com, 25/11/2021)

Pengurangan jumlah ASN pun rencananya akan dilakukan secara bertahap. Beberapa pekerjaan yang selama ini dilakukan oleh manusia, akan digantikan oleh robot. Menurut Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara, Satya Pratama, penggunan teknologi AI akan mewujudkan efektivitas birokrasi dan dapat menghemat anggaran negara, karena negara tentu tidak perlu mengeluarkan gaji bagi ASN (detik.com/28/11/2021)

Wacana tersebut mengundang kegelisahan masyarakat. Jika ASN digantikan robot, jumlah pengangguran tentu akan bertambah. Per Agustus 2021, BPS (Badan Pusat Statistik) merilis angka pengangguran di Indonesia sejumlah 9,1 juta orang. Adapun jumlah ASN di Indonesia menurut data BKN per 30 Juni 2021 sekitar 4,08 juta orang. Jumlah tersebut terdiri dari 3 juta ASN di instansi daerah (77 persen) dan hampir 1 juta ASN di instansi pusat (23 persen). Jumlah ASN tersebut mengalami penurunan 3,33 persen dibandingkan dengan akhir tahun 2020 dan terus menurun sejak tahun 2016. (indozone.id/28/11/2021)

Dari polemik ini, ada hal yang bisa kita cermati. Di satu sisi, pemerintah menilai menggaji ASN akan menjadi beban bagi APBN. Padahal, besaran gaji ASN bila digabungkan dengan tunjangan dan birokrasi mencapai komposisi 15% dari APBN atau sekitar Rp400 triliun. Di sisi lain, pemerintah tak mempersoalkan bunga utang luar negeri yang harus dibayar secara periodic, yang jumlahnya mencapai hampir Rp500 triliun (belum termasuk utang pokoknya). Tentu ini cara pandang yang tidak proporsional, ketika pemerintah menganggap gaji pegawai negara (yang bertugas memberikan layanan kepada masyarakat) sebagai beban, namun tidak mempermasalahkan pembayaran bunga utang yang jumlahnya lebih banyak.

Inilah paradigma sistem pemerintahan berbasis sekularisme yang diterapkan saat ini, sangat berbeda dengan sistem negara Khilafah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah. Dalam memberikan layanan pada masyarakat, Khilafah mengacu kepada hadis Rasulullah saw, bahwa negara berperan sebagai ri’ayatussyu’uunil umat (pihak yang mengatur urusan umat). Hal ini bermakna, pegawai negara memberikan pelayanan adalah suatu kewajiban, dan tidak akan dianggap sebagai beban, meskipun ada alokasi biaya yang harus dikeluarkan untuk gaji pegawai.

Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dari Syadad bin Aus, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh atau melakukan qishosh maka lakukan secara ihsan. Jika kalian menyembelih binatang, maka lakukan penyembelihan itu dengan cara yang baik.”

Prinsip ihsan atau kesempurnaan kebaikan dalam melaksanakan pekerjaan ini dapat diaplikasikan ketika melakukan pelayanan kepada masyarat.

Dalam kitab Ajhizah Daulah Khilafah pelayanan dalam Khilafah dilandasi tiga prinsip utama. Pertama, aturan itu harus sederhana, mudah dan praktis. Tidak menyebabkan kerumitan yang menyulitkan masyarakat. Kedua, kecepatan dalam pelayanan transaksi untuk memudahkan orang yang memiliki kebutuhan mendesak. Ketiga, pelaksananya adalah orang yang mampu atau profesional. Penggunaan teknologi, termasuk memadukan sumber daya manusia dan mesin/ robot AI, diperbolehkan jika memang dapat mempercepat dan mempermudah pelayanan.
Akan tetapi, penggunakan AI tersebut bukan dalam rangka menghilangkan beban dalam sistem keuangan negara, juga tidak akan mengurangi lapangan kerja. Sistem ekonomi syariat memiliki kemampuan untuk menyerap jasa sumber daya manusia dalam dunia kerja, yang mengacu pada prinsip dalam muamalah syariah. Negara Khilafah bertanggung jawab memastikan semua laki-laki dewasa mendapatkan pekerjaan yang layak agar dapat menafkahi keluarganya.
Artinya, kita bisa melihat bahwa dalam melayani masyarakat, prinsip mendasar yang diajarkan oleh Nabi saw dan dipraktikkan Khilafah Islam berbeda sekali dengan yang dipraktikkan dalam sistem negara sekuler, yang menganggap penguasa bukanlah sebagai pelayan dalam melayani masyarakat luas.

Selain itu, tampak pemerintah mengambil kebijakan menerapkan teknologi AI tidak lebih karena mengikuti tren global dan ingin dinilai modern. Padahal kemajuan bangsa tidak bisa diukur hanya dengan melihat pencapaian fisik dan kecanggihan teknologi yang digunakan. Tujuan bernegara sejatinya untuk menyejahterahkan setiap individu rakyat, terciptanya stabilitas, dan meninggikan peradaban. Namun, pemerintahan dengan sistem kapitalisme-sekuler diselenggarakan dengan orientasi materi demi keuntungan para pemodal/kapitalis, bukan demi kepentingan rakyat.

Hanya saja, ibarat pisau bermata dua, teknologi dapat meningkatkan kualitas kehidupan manusia, namun juga bisa menjadi alat memperkokoh penjajahan. Hal ini ditentukan siapa yang menjadi pengendalinya. Apabila teknologi di bawah hegemoni kapitalis, akan dijadikan sebagai alat untuk mempermulus nafsu serakahnya, seperti yang terjadi sejak revolusi industri pertama sampai sekarang.

Oleh karena itu, umat Islam harus memiliki keinginan mengembangkan dan menguasai teknologi. Penguasaan teknologi tersebut hanya bisa efektif jika diampu oleh negara. Pada masa keemasan Islam, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat, bahkan menjadi mercusuar peradaban dunia. Banyak ilmuwan yang menjadi pionir di berbagai bidang kehidupan.

Dari sinilah urgensi penegakkan negara Khilafah Islam. Dengannya umat Islam akan menjadi umat terbaik dengan peradaban gemilang, sebagaimana ketika Islam diterapkan selama sekitar 13 abad. Khilafah akan melahirkan peradaban baru yang membebaskan dunia dari keserakahan kaum kapitalis.
Dalam Islam, teknologi hanyalah sarana untuk memudahkan pelaksanaan aturan Allah Swt. Inilah tata kelola kehidupan berlandaskan ketakwaan semata-mata agar kehidupan manusia tidak dikapitalisasi melalui teknologi.

Negara atau Khilafah harus memosisikan teknologi sebagai obyek menuju ketaatan kepada aturan Allah Swt. Karena ini akan menjadi kunci terwujudnya rahmat bagi semesta alam. Wallahu a’lam bisshowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ummu Abdul Qodir Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Tragedi Itu Berawal Dari Pacaran
Next
Sungguh Tajam Lisanmu
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram