"Pacaran yang dianggap sebagai ajang pencarian jodoh, justru berakhir tak berjodoh, malah berujung tragis. Anehnya masih banyak orang yang menjalin cinta haram ini.
Oleh. Heni Rohmawati
NarasiPost.Com-Depresi yang berujung pada bunuh diri yang dilakukan oleh mahasiswi Universitas Brawijaya telah menampar keras para pejuang kebebasan. Kasus kematian yang diduga akibat putus cinta dan tekanan berat. Seperti yang diberitakan oleh News.okezone.com pada Minggu (5/12/2021) menyatakan bahwa hubungan antara mahasiswi dan oknum polisi yang telah menjalin hubungan sejak 2019 hingga 2021 layaknya pasutri.
Selain itu, adanya fakta keduanya telah melakukan aborsi bersama sebanyak dua kali. Hubungan yang tak sehat ini makin amburadul saat diputus cintanya dari pasangan tak halalnya. Alhasil, sesak dalam tak tertahankan memenuhi relung hati sang mahasiswi, hingga nekat melakukan aksi bunuh diri!
Berawal dari Ide Kebebasan
Indonesia dikenal dengan mayoritas warganya yang beragama Islam. Namun ironis, negara ini begitu mengagungkan ide kebebasan. Seolah kebebasan itu dapat menjamin kebahagiaan dan keselamatan bagi manusia. Padahal, fakta yang terjadi adalah sebaliknya.
Pacaran yang dianggap sebagai ajang pencarian jodoh, justru berakhir tak berjodoh, malah berujung tragis. Anehnya masih banyak orang yang menjalin cinta haram ini. Berbagai kasus memilukan terjadi dalam kasus pacaran ini. Sungguh mereka tak mengambil pelajaran.
Bermula dari hanya berkenalan. Lalu saling menukar nomor handphone hingga akhirnya chat yang kemudian mengantarkan pelakunya pada berbagai tindakan yang tak dibenarkan. Aborsi dan pembunuhan adalah sebagian akibat dari aktivitas ‘pacaran’.
Sekularisme yang Membidani Lahirnya Pacaran
Sekularisme adalah paham yang menjauhkan agama dari kehidupan. Tak hanya menjauhkan, tetapi dengan sengaja memisahkan agama dari kehidupan. Termasuk tata pergaulan atau kehidupan sosial masyarakat yang tak diperkenankan membawa aturan agama di dalamnya.
Maka, jadilah kehidupan mengagungkan nafsu manusia sebagai standar baik buruk. Perbuatan dilakukan dengan asas suka tidak suka menurut manusia. Bukan mengikuti petunjuk yang berasal dari Sang Pencipta manusia.
Akibatnya, kehidupan sosial manusia kacau balau dan mengalami kerusakan dan kehinaan. Manusia berbuat tanpa ukuran. Bebas tanpa batas. Pacaran termasuk zina, adalah dampak nyata dari pemahaman seperti ini.
Oleh karena itu, aktivitas pacaran, zina, bahkan aborsi itu adalah buah pahit dari paham kebebasan. Demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang menjamin kebebasan berperilaku juga berhasil mengantarkan manusia ke jurang kehancuran. Bahkan, kehancuran peradaban mulia manusia kepada kehinaan yang tiada terkira.
Karena dalam demokrasi, kebebasan berperilaku diberi ruang demikian luas. Hingga saat ini, siswa-siswa sekolah dasar (SD) pun sudah diwarnai dengan pergaulan bebas. Sungguh sekularisme dan demokrasi adalah satu paket ide yang siap menghancurkan umat manusia tanpa mereka menyadarinya.
Kembali pada Akidah Islam
Jika sekularisme dan demokrasi beserta kebebasan adalah bencana bagi manusia, maka hendaklah segera dibuang sejauh-jauhnya dari kehidupan. Dan sebagai solusi manusia hendaklah kembali kepada akidah Islam. Keyakinan kepada Allah, Sang Pencipta tempat manusia kembali dari kehidupan dunia.
Islam menjelaskan bahwa manusia adalah bagian dari makhluk ciptaan Allah. Tak luput darinya satu perbuatan pun yang terlewat. Semua tuntas akan diberi balasan dari-Nya. Seorang muslim wajib memahami bahwa hidup tidak lain tak bukan adalah untuk mengabdi pada-Nya dan menjadi hamba-Nya. Itu saja. Sebagaimana disampaikan dalam kalam indahnya, “
QS. Adz-Zariyat:56, وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ.
Artinya, “Tidaklah Aku menciptakan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Sistem Pergaulan dalam Islam
Jika seorang muslim telah memahami tujuan penciptaannya, hendaklah ia membuktikan keimanannya dengan perbuatan. Dengan senantiasa menyesuaikan perbuatannya berdasarkan hukum atau aturan Allah. Baik dalam beribadah, berinteraksi dengan manusia dan dalam urusan pribadinya.
Islam sangat menjaga kemuliaan manusia. Terlebih dalam menjaga nasabnya. Seorang muslim hendaknya memahami potensi kehidupan yang Allah ciptakan pada manusia. Salah satunya adalah naluri menyukai lawan jenis atau disebut naluri nau’.
Dalam Islam, naluri ini membutuhkan pemenuhan walaupun sifatnya tidak wajib saat itu juga. Bahkan, naluri ini bisa dialihkan. Karena sifatnya muncul berdasarkan adanya rangsangan dari luar. Sehingga, jika tidak ada stimulasi dari luar maka naluri ini tak akan muncul.
Naluri nau’ hakikatnya bertujuan untuk melestarikan muncul, bukan yang lain. Maka, dalam Islam satu-satunya cara yang diperbolehkan memenuhi dorongan naluri nau’ adalah pernikahan yang sah. Jika belum mampu maka ia diperintahkan untuk berpuasa dan menghindar dari semua hal yang mendekatkan pada stimulasi naluri tersebut. Dan diperintahkan untuk meningkatkan ibadah serta menyibukkan diri dalam urusan yang bermanfaat.
Selain individu yang beriman dan bertakwa dan senantiasa menjaga diri, peran negara pun sangat dibutuhkan. Negara memiliki otoritas menghindarkan rakyatnya dari berbagai media rusak. Seperti, media pornografi dan mencegah warganya dari perbuatan pornoaksi. Adanya zat-zat yang merusak akal manusia dan juga hal-hal yang akan menghantarkan rakyatnya terpapar pengaruh buruk media. Seperti tayangan-tayangan yang berpengaruh pada kerusakan masyarakat. Sebagaimana kalamullah QS. Al-Isra : 32, “Janganlah kamu mendekati zina…”
Justru dalam negara, penguasa menjadikannya sebagai media pendidikan yang efektif guna mencerdaskan warganya.
Penguasa dalam Islam juga akan memberikan pendidikan yang bermutu tinggi baik untuk laki-laki maupun perempuan. Tak ada diskriminasi. Semua diberi kesempatan seluas-luasnya dan diberi fasilitas sebaik-baiknya untuk menuntut ilmu. Agar masyarakat cerdas dan sibuk dalam kebaikan agama dan dunia.
Islam juga akan memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan dalam kehidupan umum. Mereka tidak berinteraksi kecuali dalam alasan syar’i. Semisal dalam muamalah yang dibenarkan. Sehingga munculnya rangsangan naluri nau’ sangat minim dan dikendalikan dengan keimanan dan pemahaman yang terintegrasi dengan aturan negara.
Butuhnya Manusia pada Khilafah
Maka sudah ma’lumun bi adh-dharurat bahwa umat manusia tidak hanya muslimin sudah sangat membutuhkan adanya negara yang akan menjadi junnah atau pelindung rakyat dari semua bahaya termasuk paham kebebasan yang lahir dari rahim sekularisme yakni Khilafah. Agar kemuliaan manusia dapat diraih.
Wallahu a’lam bishowab.[]