Natuna, Saat Harga Diri Negara Dipertaruhkan

"Natuna merupakan salah satu kabupaten yang berada di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Posisinya yang strategis dan kekayaan alam yang dikandungnya membuatnya memikat siapa saja untuk memilikinya."

Oleh. Mariyatul Qibtiyah, S.Pd.
(Pegiat Literasi)

NarasiPost.Com-Natuna, namanya kembali mencuat. Kepulauan yang terletak paling utara di Selat Karimata ini kembali dipersoalkan. Kali ini, Cina menuding Indonesia telah melanggar wilayahnya. Karena itu, Cina meminta Indonesia untuk menghentikan eksplorasi minyak dan gas serta pelatihan militer di perairan laut Natuna.

Natuna merupakan salah satu kabupaten yang berada di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Posisinya yang strategis dan kekayaan alam yang dikandungnya membuatnya memikat siapa saja untuk memilikinya. Berdasarkan data dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Natuna, ada empat jenis harta terpendam yang dimilikinya.

Pertama, potensi perikanan. Menurut studi yang dilakukan oleh Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2011, potensi ikan laut Natuna mencapai 504.212,85 ton per tahun. Angka ini hampir mencapai 50 persen dari total potensi perikanan di Selat Karimata, Laut Cina Selatan, dan Laut Natuna yang mencapai 1.143.341 ton per tahun.

Kedua, Natuna juga memiliki kandungan minyak dan gas yang sangat besar. Catatan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyebutkan bahwa Blok East Natuna mempunyai kandungan IGIP (Initial Gas In Place) sebesar 222 tcf (triliun kaki kubik) dan cadangan sebanyak 46 tcf. Di samping itu, Natuna juga memiliki kandungan minyak sebesar 36 juta barel. Dari jumlah tersebut, baru 25 ribu barel yang dimanfaatkan.

Ketiga, perairan Natuna juga merupakan wilayah yang strategis. Wilayah ini diperkirakan menjadi rute sepertiga pelayaran dunia. Pemantauan jarak jauh (monitoring skylight) memperkirakan setidaknya ada 1000 unit kapal yang melewatinya.

Keempat, dasar laut Natuna juga menyimpan peninggalan bersejarah berupa keramik utuh. Keramik-keramik itu berasal dari masa pemerintahan Dinasti Song hingga Dinasti Qing. Keramik-keramik impor itu dapat diambil dan diperdagangkan. (sindonews.com, 06/12/2021)

Terjepit di antara Cina dan AS

United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) telah menetapkan perairan Natuna sebagai bagian dari teritorial Indonesia pada tahun 1982. Meskipun Cina telah meratifikasi undang-undang ini, tetapi ia menetapkan batas teritorial sendiri. Cina tetap mengklaim bahwa wilayahnya meliputi hampir seluruh Laut Cina Selatan. Dasarnya adalah sebuah peta lama yang disebut Nine Dash Line (sembilan garis putus-putus) yang telah ada sejak tahun 1949, sebelum ketetapan PBB dibuat.

Hal itu memunculkan ketegangan antara Cina dengan beberapa negara ASEAN yang wilayahnya diklaim oleh Cina. AS yang tidak memiliki klaim atas Laut Cina Selatan pun ikut bermain. Keterlibatan AS membuat suasana semakin panas. AS yang tidak meratifikasi UNCLOS beralasan menjaga perairan internasional yang bebas. Sebab, Laut Cina Selatan merupakan jalur pelayaran yang sangat penting. Hampir sepertiga minyak mentah dunia dan setengah dari gas alam cair dunia didistribusikan melalui jalur ini. Bersama dengan Australia dan Inggris, AS kemudian membentuk pakta pertahanan di wilayah Asia Pasifik bernama AUKUS (Australia, United Kingdom, and United States of America).

AS bersama AUKUS-nya kemudian berusaha untuk menarik negara-negara ASEAN yang bersinggungan dengan Cina untuk bergabung bersamanya. Filipina yang telah lama menjadi sekutu AS di Asia Tenggara pun menyambutnya. Demikian pula dengan Vietnam. Indonesia sebenarnya telah menyatakan keberatannya atas klaim Cina. Sebab, klaim itu tidak sesuai dengan hukum internasional. Menurut hukum internasional, perbatasan teritorial haruslah stabil dan terdefinisi dengan baik. Sedangkan sembilan garis putus-putus yang dimaksud oleh Cina itu tidak dijelaskan secara pasti koordinat geografisnya. Di samping itu, awalnya 11 garis, tetapi berubah menjadi sembilan.

Hukum internasional juga telah menetapkan bahwa sepanjang 200 mil laut dari garis pangkal, merupakan landas kontinen suatu negara. Berdasarkan hal itu, Laut Natuna berada pada zona ekonomi eksklusif Indonesia. Pada tahun 2017, Indonesia telah mengubah namanya menjadi Laut Natuna Utara.

Kewajiban Menjaga Wilayah Perbatasan

Laut Natuna Utara merupakan wilayah perbatasan negara yang harus dijaga. Wilayah perbatasan ini merupakan tempat ribath, yakni tempat yang harus dijaga untuk mencegah masuknya musuh. Penjagaannya harus dilakukan secara terus-menerus. Karena itu, dibutuhkan keteguhan hati seorang hamba. Keteguhan yang diperolehnya dari Allah Swt.

Karena itu, Syaikh as-Sa'rawi mendefinisikan ribath sebagai sikap menunjukkan kesiapan menghadapi musuh secara terus-menerus. Ribath bertujuan untuk menjaga agama dan menghindarkan kaum muslimin dari serangan musuh.

Mengingat pentingnya aktivitas ini, ribath merupakan satu amalan yang sangat besar pahalanya. Amalan yang lebih baik dari bumi dan segala yang ada di atasnya. Rasulullah saw. bersabda, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari,

رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيْلِ الله خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا

"Karena beratnya amalan ini, pahalanya melebihi pahala menjalankan salat dan puasa selama satu bulan. Bahkan, orang yang melakukannya akan mendapatkan pahala yang terus mengalir hingga hari kiamat. Kedua matanya yang terjaga di perbatasan juga tidak akan tersentuh oleh api neraka."

Mereka yang memiliki keteguhan hati untuk melakukannya, tentu memiliki keimanan yang kuat. Hal itu juga tidak terlepas dari kekuatan iman pemimpin negaranya. Di samping itu juga harus didukung dengan kekuatan negara. Baik kekuatan politik maupun militer. Sayangnya, hal ini belum dimiliki Indonesia. Kekuatan politik dan militer Indonesia masih jauh dari kekuatan Cina.

Karena itu, Indonesia harus menggalang kekuatan bersama dengan negeri-negeri muslim lainnya. Jika kekuatan ini dapat diwujudkan, Indonesia akan mampu menjaga perbatasannya dan menjaga harga dirinya sebagai negara. Wallaahu a'lam bishshawaab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Mariyah Zawawi Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Seruan Semeru
Next
Kala Kecewa Melanda
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram