"Maka agenda perang melawan teroris, lebih ditujukan perang melawan Islam. Adanya ketakutan Barat (USA) sebagai negara adidaya, memahami bahwa hanya ideologi Islam yang sanggup menghadapi kapitalisme."
Oleh. Nita Savitri
NarasiPost.Com-Miris. Menjelang berakhirnya tahun 2021, rakyat masih disuguhi narasi teroris yang berakibat ditangkapnya sejumlah aktivis. Meski pandemi belum usai, tuduhan teroris selalu mengena kepada individu atau kelompok muslim. Narasi yang dipahami sebagai tindak kejahatan yang membahayakan masyarakat.
Penangkapan tiga ulama di pertengahan November 2021 pun menjadi pamungkasnya. Ustaz Farid Okbah, Ahmad Zain An-Najah, dan Anung Al-Hamat telah ditangkap dengan dugaan terorisme oleh Densus 88 Antiteror Polri. Ketiganya diduga terlibat aktif dalam yayasan amal jaringan teroris JI (Jemaah Islamiyah). Keberadaan mereka sebagai pengurus dalam Lembaga Amil Zakat Baitul Mal Abdurrahman bin Auf (LAZ BM ABA) menjadi penguat dugaan tersebut.
Menurut Kabag Banops Densus 88 Kombes Aswin Siregar, ketiganya telah resmi ditahan selama 120 hari ke depan. Penahanan bertempat di rutan milik Densus 88. Penangkapan tiga ulama tersebut berdasar pengakuan 28 tersangka teroris JI yang sudah ditangkap sebelumnya (detiknews, 7/12/21). Sebelumnya juga dilakukan penangkapan terhadap delapan orang yang diduga terlibat jaringan teroris kelompok Jemaah Islamiyah (JI) di Lampung pada periode akhir Oktober sampai awal November 2021. Kepolisian pun juga menyita 791 dan 500 kotak amal dalam aksi tersebut (Suara.com, 9/11/21).
Teroris dan Kriminalisasi Ulama
Beruntunnya penangkapan teroris oleh Densus 88 sepanjang tahun 2021, mendapat sorotan dari Fadli Zon, politisi dari Gerindra. Menurut beliau teroris yang ditangkap, belum jelas aksi terornya. Berbeda dengan penangkapan teroris di luar negeri, sudah jelas pelakunya mempunyai tujuan dan bukti yang nyata. Sehingga, lebih pas jika pemerintah lebih menekankan pemberantasan OPM, yang jelas nyata melakukan teror dengan perusakan sarana umum dan penembakan brutal (Suara.com, 9/11/21).
Tuduhan teroris yang mengena kepada para aktivis Islam, kini menjadi sasaran. Penangkapan 3 ulama yang mempunyai sepak terjang positif di masyarakat tentunya mengagetkan masyarakat. Tuduhan tentang masalah pendanaan maupun keanggotaan dari JI, harus dibuktikan secara nyata dan benar. Bukan dibuat-buat atau rekayasa.
Seperti Ustaz Farid Okbah, beliau adalah salah satu pendiri Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) serta Ketua Dewan Pengurus Yayasan Al-Islam. Beliau juga pernah diundang Presiden Jokowi di Istana bersama jajaran Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) diakui pada 29 Juni 2020 (GalamediaNews, 18/11/21).
Isu teroris mengemuka semenjak terjadinya pengeboman gedung WTC pada 11 September 2001. Pelaku pengeboman dituduh pada kelompok Al-Qaeda (Jemaah Islamiyah). Presiden USA waktu itu menetapkan perang terhadap terorisme. Semua negara yang tidak mendukung program ini, juga akan diperangi. Agenda stick and carrot pun menjadi penegasnya. Amerika sebagai adidaya tunggal menunjukkan cengkeramannya kepada negara pengekor kapitalisme. Berdiri di belakang, menuruti rencana mereka.
Maka agenda perang melawan teroris, lebih ditujukan perang melawan Islam. Adanya ketakutan Barat (USA) sebagai negara adidaya, memahami bahwa hanya ideologi Islam yang sanggup menghadapi kapitalisme. Kebangkitan kembali ideologi Islam yang sudah muncul geliatnya, menjadikan Barat tidak pernah berhenti mencegahnya. Serangkaian upaya pun dilakukan baik secara kasar melalui penangkapan dan penahanan. Sedangkan yang halus melalui program moderasi Islam. Semua bertujuan melemahkan kaum muslimin dengan menimbulkan keraguan dan ketakutan terhadap ajaran Islam.
Pentingnya Kesadaran Politik
Islam sebagai ideologi telah terbukti membawa rahmat ketika memimpin dunia selama 13 abad lebih. Keruntuhan ideologi ini karena siasat licik Inggris beserta agennya Kemal Attaturk, pada tanggal 3 Maret 1924. Hal inilah yang disadari oleh Barat (USA) dan sekutunya, berupa kemunculan Islam ideologi yang bisa menggantikan kapitalisme sebagai adidaya.
Ketika Islam diterapkan sebagai ideologi, memang butuh adanya institusi negara. Kekuasaan untuk menerapkan aturan Islam secara menyeluruh. Namun, adanya perjuangan menegakkan negara Islam tidak melalui kekerasan. Hal ini sesuai dengan teladan Rasulullah saw. ketika mendirikan negara di Madinah. Beliau melakukan dakwah kepada tokoh-tokoh Madinah untuk mendukung setiap gerak langkah yang beliau lakukan.
Maka ini pula yang harus diperjuangkan, adanya dukungan umat terhadap pelaksanaan Islam kaffah. Kesadaran umat hanya muncul dengan adanya dakwah, mengubah pikiran dan perasaan. Dari yang semula kapitalisme sekuler menjadi Islam. Tidak hanya mengambil aturan Islam yang mengatur ibadah, tapi juga aturan ekonomi, pendidikan, sosial, dan lain-lain. Umat juga harus cerdas menyikapi persoalan politik. Tidak hanya dalam negeri, tetapi juga internasional. Adanya kepemimpinan ideologi Islam akan menaungi negeri-negeri muslim sedunia tanpa sekat nasionalisme seperti sekarang. Kesatuan umat muslim sedunia inilah yang ditakuti Barat dan sekutunya.
Wallahu'alaam bishawwab.[]