Jebakan Narasi Moderasi Beragama

"Inti dari agenda moderasi beragama ialah mengajak seluruh elemen masyarakat, baik masyarakat biasa, intelektual, tokoh agama, jajaran penguasa, dan siapapun itu untuk tidak terlalu ekstrem dalam beragama. Diharapkan pada penganut suatu agama untuk lebih terbuka dalam menerima keberagaman yang ada. Tidak menganggap hanya agamanya lah yang paling benar."

Oleh. Zidniy Ilma

NarasiPost.Com-Agenda besar moderasi beragama yang dikampanyekan oleh rezim hari ini tampaknya semakin masif dilakukan. Penguatan pemahaman moderasi beragama ala penguasa kepada masyarakat masuk ke segala lini. Mulai dari sekolah menengah, perguruan tinggi, ASN, hingga tokoh-tokoh agama. Lalu apa sebenarnya maksud dan tujuan diadakannya penyuluhan-penyuluhan moderasi beragama ini?

Upaya Mengarusderaskan Agenda Moderasi Beragama

Dalam salah satu webinar di Jakarta, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Amany Lubis, mengatakan bahwa moderasi beragama berbeda dengan moderasi agama. Dia mengartikan moderasi agama adalah memoderatkan agama dan itu jelas tidak boleh. Sedangkan moderasi beragama adalah memoderatkan cara beragama, maka itulah yang harus kita lakukan. Memoderatkan cara beragama yang dia maksudkan adalah Islam wasathiyah, yakni Islam yang tidak ekstrem, Islam yang memiliki prinsip fleksibel dalam hukum-hukumnya. Jelas ini merupakan pernyataan yang keliru.

Sebelum membahas lebih jauh tentang bahayanya moderasi beragama, terlebih dahulu akan dibahas upaya penguasa dalam mengarusderaskan agenda moderasi beragama ini. Beberapa hari yang lalu, sejak tanggal 30 November sampai dengan 3 Desember 2021 diadakan penyuluhan moderasi beragama bagi stokeholder angkatan pertama. Penyuluhan ini diikuti oleh 60 orang dari unsur ASN Kanwil, Penyuluh Kemenag kabupaten /kota, dan Kesbangpoldagri. Diawali dengan pembukaan dari Kakanwil Kemenag NTB, Dr. M. Zaidi Abdad, sampai penyampaian dari Ketua Panitia, Kasubag Ortala dan KUB, Muhammad Salim. Workshop penyuluhan yang diadakan di Lombok Barat ini bertujuan untuk mempercepat sosialisasi pemahaman moderasi beragama di tengah-tengah masyarakat. ASN yang dianggap memiliki pengaruh besar dalam masyarakat karena kedudukannya yang strategis, diharapkan bisa menyukseskan agenda ini.

Sebelum itu, pada bulan Juni 2021, tepatnya di lingkungan kantor Kementerian Agama Kabupaten Sumbawa diadakan Diklat Peningkatan Kinerja Staf dan Diklat Moderasi Beragama. Para peserta yang hadir terdiri dari ASN, Penyuluh PNS, dan Penyuluh Non PNS. Dalam kesempatan tersebut turut hadir pula Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sumbawa Drs. H. Samsun Ilyas, M.Si sebagai pembuka kegiatan, serta Kasubag TU H. Marzuki, S.Pd, Penyelenggera Hindu I Wayan Wastra, S.Ag, dan segenap panitia pelaksana dari BDK Denpasar. Saat memberikan sambutan, Drs. H. Samsun Ilyas, M.Si menekankan terkait pentingnya moderasi beragama ini. Fakta mengatakan bahwa kita hidup di tengah-tengah perbedaan. Dalam artian, praktik pengamalan ajaran agama harus berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan dan kemaslahatan bersama. Agar tercipta kerukunan dan kutub yang berbeda atau pandangan yang berbeda akan menjadi sesuatu yang sangat indah.

Targetnya adalah Islam

Sangat jelas terlihat betapa gencarnya rezim hari ini dalam mengampanyekan agenda moderasi beragama. Tentu tidak hanya di Lombok dan Sumbawa, tetapi di seluruh kota bahkan pelosok daerah yang ada di Indonesia. Begitu serius, sampai-sampai pemerintah mengucurkan anggaran dengan nominal yang tidak main-main. Dilansir dari Republika.co.id, Ketua Komisi VIII DPR RI, Yandri Susanto, bersama dengan Menteri Agama telah mengetuk atau mengesahkan anggaran moderasi beragama lintas direktorat jenderal tahun 2021 sebesar Rp3,2 triliun. Bahkan ia mengatakan bahwa anggaran ini sebenarnya masih sangat kecil jumlahnya. Namun, kecilnya anggaran tak jadi masalah baginya, asalkan dipastikan bahwa negara ini sungguh-sungguh bisa menjadi negara yang menjaga persatuan dan kesatuan. Jadi, menurutnya negara ini bisa bersatu jika mengedepankan moderasi beragama. Hal ini sempat menjadi perbincangan sekaligus pertanyaan di tengah-tengah publik, mengapa untuk agenda moderasi beragama ini pemerintah bisa mengeluarkan anggaran yang sebenarnya tidak kecil, sedangkan untuk hal-hal lainnya sangat sulit? Bantuan sosial pandemi Covid-19 yang dihentikan atau insentif para nakes yang belum juga cair, misalnya.

Tampaknya seluruh jajaran penguasa telah dikerahkan untuk menderaskan agenda besar ini. Tak heran memang, karena proyek moderasi beragama ini merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024 dan telah ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo untuk terus dimasifkan oleh pemerintah. Inti dari agenda moderasi beragama ialah mengajak seluruh elemen masyarakat, baik masyarakat biasa, intelektual, tokoh agama, jajaran penguasa, dan siapapun itu untuk tidak terlalu ekstrem dalam beragama. Diharapkan pada penganut suatu agama untuk lebih terbuka dalam menerima keberagaman yang ada. Tidak menganggap hanya agamanya lah yang paling benar.

Di paragraf awal telah sedikit dijelaskan bahwa Prof. Amany menyatakan secara lugas bahwa agama yang tidak boleh ekstrem dan mempunyai prinsip fleksibel adalah agama Islam. Jelas bahwa disini agenda yang sedang dijalankan menyasar Islam. Pemahaman Islam kaffah yang semakin menguat di tengah-tengah umat telah membuat singgasana penguasa terguncang. Muncul kemudian pernyataan Islam tidak boleh ekstrem, Islam yang fleksibel, Islam moderat, Islam wasathiyah, dan lain-lain.

Syariat Islam Dibuat 'Fleksibel'

Syariat Islam diutak-atik sesuai dengan tujuan dari agenda tersebut, menjauhkan umat dari Islam kaffah.
Contohnya:

  • Pernyataan yang mengatakan jika laki-laki boleh poligami maka perempuan pun boleh poliandri.
  • Masalah pembagian hak waris dalam Islam, yakni laki-laki 2 bagian sementara perempuan 1 bagian, dikatakan bahwa hari ini sudah tidak relevan. Perempuan telah mengalami kemajuan dan harus mendapatkan hak yang sama.
  • Hukum cambuk atau rajam dianggap sadis bagi pelaku zina. Dalam aturan hari ini justru zina berpotensi dilegalkan. Permendikbud Nomor 30/2021 hanya mengatur kekerasan seksual dengan tanpa persetujuan, sedangkan perbuatan seksual dengan persetujuan yang jelas-jelas dalam Islam itu merupakan zina tidak ada aturan yang mengaturnya.
  • KKB yang berulah dibiarkan saja, sedangkan seorang ulama bisa dijerat dengan pasal karet.

Inikah yang dinamakan menjaga kerukunan, persatuan, dan kesatuan?

Apatah lagi jika kita membahas syariat tentang jihad dan khilafah. Kedua syariat tersebut telah dipindahkan dari materi fikih ke materi sejarah. Penguasa terus berusaha mengaburkan makna yang sesungguhnya. Itulah yang tengah terjadi pada agenda moderasi beragama ini. Jihad tidak lagi dimaknai sebagai perang di jalan Allah, melainkan hanya sekadar bersungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu. Seseorang yang mengejar cita-citanya dengan sungguh-sungguh atau seorang dokter yang bekerja dengan sungguh-sungguh maka sudah bisa dikatakan jihad.

Begitu juga dengan khilafah. Dikatakan bahwa khilafah sudah tidak relevan atau tidak cocok diterapkan di tengah-tengah keberagaman agama yang ada di negara ini. Padahal seluruh ulama aswaja, khususnya imam empat mazhab telah bersepakat wajibnya menegakkan khilafah. Untuk itu, jangan tertipu dengan agenda moderasi beragama yang sebenarnya hanyalah kedok untuk mengutak-atik syariat dan menjauhkan umat dari pemahaman Islam kaffah.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Zidniy Ilma Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Narasi Teroris Menjegal Para Aktivis
Next
Utak-Atik Fikih atas Nama Rekontekstualisasi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram