"Begitulah gambaran pergaulan saat ini, yang tidak diatur dengan sistem pergaulan yang benar yang sesuai dengan wahyu yang berasal dari Ilahi, Sang Pengatur Kehidupan. Yang tentunya ini sangat jauh berbeda dengan sistem pergaulan di dalam Islam. Islam adalah pandangan hidup yang sempurna. Islam tidak akan membiarkan satu pun aspek kehidupan berjalan tanpa petunjuknya, termasuk interaksi antara pria dan wanita dalam pergaulannya agar tidak terjerumus dalam kebinasaan karena mengikuti hawa nafsu semata dan akal yang bersifat terbatas."
Oleh. Ummu Ainyssa
NarasiPost.Com-Dunia maya Instagram dan Twitter digegerkan dengan tagar #SaveNoviaWidyasari pada Sabtu (4/12/2021) lalu. Tagar tersebut viral sebagai bentuk untuk menyuarakan keadilan atas meninggalnya seorang mahasiswi Universitas Brawijaya Malang (UB) secara menyedihkan.
Seperti diberitakan oleh Suara.com (4/12/2021), Novia Widyasari atau NW (23 tahun) warga Perumahan Japan Asri, Kabupaten Mojokerto, melakukan tindakan bunuh diri dengan meminum racun. Hal ini disampaikan oleh polisi setelah menemukan sisa minuman dalam botol yang tergeletak di samping korban yang diduga campuran racun. Jenazah korban ditemukan oleh warga di dekat makam sang ayah pada hari Kamis (2/12) pukul 15.30 WIB.
Kematian NW ini pun bukan hanya mengejutkan pihak keluarga saja, tetapi juga menggegerkan warganet hingga akhirnya tagar #SaveNoviaWidyasari viral.
Usut punya usut kematian NW diduga karena ia mengalami depresi berat karena persoalan asmara dengan R. R adalah seorang anggota polisi aktif di Polres Pasuruan sekaligus kekasih NW. Mereka dikabarkan telah menjalani pacaran sejak akhir tahun 2019 lalu. NW mengalami depresi berat setelah disuruh melakukan aborsi oleh R. Bahkan polisi juga menyampaikan bahwa pasangan ini telah melakukan dua kali aborsi selama berpacaran.
Menanggapi kasus ini, banyak pihak yang kemudian menuntut agar R segera dihukum. Karena R dianggap sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas meninggalnya NW. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA), Bintang Puspayoga, menyebut bahwa kasus ini termasuk dalam kategori kekerasan dalam berpacaran atau dating violence, yaitu perbuatan yang dapat menyebabkan penderitaan secara fisik maupun seksual, serta dapat merampas hak seseorang baik di khalayak umum maupun kehidupan pribadi. Bintang juga meminta agar pihak kepolisian segera mengusut kasus ini dan melakukan proses hukum terhadap R. Sementara Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Gatot Repli Handoko, menyampaikan bahwa R sudah ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan di Polda Jatim. (detik.com, 5/12)
Melihat kasus NW yang terlihat menyedihkan ini, tentu akan membuat hati kita miris. Namun, sebenarnya kasus ini hanyalah satu dari banyaknya kasus kematian karena masalah asmara yang pernah terjadi di negeri ini. Sebelumnya pernah terjadi juga kasus-kasus yang serupa yang juga telah menghilangkan nyawa.
Seperti kasus yang menimpa seorang remaja (14 tahun) yang ditemukan tewas di lapangan voli Dusun Bolorejo, Kecamatan Guroh, Kabupaten Kediri, Jawa Timur setelah dipaksa oleh sang kekasih (15 tahun) untuk meminum jamu yang telah dicampur dengan racun. Hal ini dilakukan lantaran sangat lelaki merasa bingung setelah diberitahu sang kekasih bahwa dirinya sedang hamil. (Kompas.com, 28/09/2021)
Sebelumnya pada Agustus 2021 lalu, seorang pemuda berinisial HR (20 tahun) juga tega menghabisi nyawa kekasihnya DA (19 tahun) setelah mendengar pengakuan dari sang kekasih bahwa dirinya sedang hamil 6 bulan. Korban dibunuh di sebuah hotel yang kemudian jasadnya dibuang di tanggul Sungai Wulan, Desa Mijen, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. (Tribunnews.com, 20/08/2021)
Dari berbagai deretan kasus asmara yang berujung dengan hilangnya nyawa pasangan tersebut, seharusnya tidak cukup bagi kita untuk menganggap bahwa hal ini semata-mata hanyalah kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan saat berpacaran. Akan tetapi seharusnya kita melihat lebih jauh lagi akar masalah semua kejadian ini, yang tidak lain karena sistem liberalisme yang diterapkan di negeri ini. Sistem ini nyata-nyata telah merusak perilaku generasi. Bukan hanya generasi laki-laki, akan tetapi juga generasi perempuan.
Kebebasan dalam pergaulan membuat pemuda dan pemudi tidak ada lagi jarak dalam berinteraksi. Kurangnya benteng keimanan membuat perempuan tidak lagi punya rasa malu untuk memperlihatkan aurat mereka di hadapan orang yang bukan mahramnya. Begitu juga jika tidak ada pengawasan dan pengasuhan yang benar dari orang tua mengenai pergaulan yang benar dengan lawan jenis, remaja akan semakin bebas dalam pergaulannya tanpa diawasi oleh keluarga.
Ditambah lagi, abainya kontrol dari orang-orang sekitar, semakin mempertontonkan bahwa pergaulan yang tidak Islami ini dianggap sebagai hal yang sudah biasa. Kemudian keadaan semakin diperparah dengan kecanggihan teknologi yang seharusnya diambil manfaatnya, malah justru disalahgunakan sehingga merusak moral remaja kita. Sehingga pacaran maupun zina dianggap sebagai hal yang biasa. Malah jika ada remaja yang tidak pacaran dianggap sebagai remaja yang kurang gaul atau kudet.
Begitulah gambaran pergaulan saat ini, yang tidak diatur dengan sistem pergaulan yang benar yang sesuai dengan wahyu yang berasal dari Ilahi, Sang Pengatur Kehidupan. Yang tentunya ini sangat jauh berbeda dengan sistem pergaulan di dalam Islam. Islam adalah pandangan hidup yang sempurna. Islam tidak akan membiarkan satu pun aspek kehidupan berjalan tanpa petunjuknya, termasuk interaksi antara pria dan wanita dalam pergaulannya agar tidak terjerumus dalam kebinasaan karena mengikuti hawa nafsu semata dan akal yang bersifat terbatas.
Di dalam Islam, pergaulan pria dan wanita sangat dibatasi. Mulai dari cara berpakaian yang tidak boleh menampakkan auratnya di hadapan orang yang bukan mahramnya, kewajiban untuk menundukkan pandangan, dan juga larangan untuk berkhalwat (berdua-duaan) maupun ikhtilat (campur baur) tanpa ada alasan yang dibenarkan syarak dan disertai mahram.
Dari sinilah Islam juga melarang keras hal-hal yang mendekati zina. Dalam Al Qur'an surat Al Isra ayat 32, Allah berfirman yang artinya, "Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk."
Dari ayat ini jelas bahwa mendekati zina saja dilarang, apalagi jika sampai melakukan perbuatan zina. Maka, Islam telah menetapkan aturan yang praktis untuk membuat jera para pelaku zina tersebut. Namun demikian, sanksi tersebut tidak akan pernah bisa dilakukan oleh individu atau kelompok tertentu, melainkan hanya negara yang bisa menerapkannya, yaitu dengan penerapan syariat Islam secara kafah.
Ada tiga pilar penerapan syariat Islam di dalam negara. Pertama, ketakwaan individu. Islam telah mendorong setiap muslim untuk selalu bertakwa kepada Allah Swt. dengan cara menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Ini adalah prinsip dasar yang akan mendorong rakyat negara Islam untuk selalu taat dan patuh terhadap aturan yang berkaitan dengan perintah dan larangan Allah Swt. Dengan prinsip inilah, penerapan syariat Islam di segala bidang bisa terwujud secara alami dan pasti.
Kedua, kontrol masyarakat. Tidak menutup kemungkinan dalam negara Islam pun akan ada seseorang yang melanggar aturan Allah karena alasan-alasan tertentu. Untuk mengatasi hal tersebut, Islam telah mendorong masyarakat untuk melakukan koreksi baik terhadap individu rakyat, kelompok masyarakat, maupun penguasa, jika terjadi pelanggaran hukum di tengah mereka. Hal ini sekaligus melaksanakan salah satu kewajiban dari Allah yakni amar makruf nahi munkar.
Ketiga, peran dan fungsi negara dalam menerapkan hukum-hukum Islam. Negara merupakan pilar paling penting dalam penerapan hukum Allah di tengah masyarakat. Negara adalah pihak yang berwenang dalam pelaksanaan sanksi atas siapapun yang melanggar aturan Islam. Negara juga bertanggung jawab menciptakan kesejahteraan dan ketentraman masyarakat di segala bidang, serta meningkatkan taraf hidup dan menjamin rasa aman masyarakat.
Negara dan seluruh aparatnya bertanggung jawab penuh untuk mengontrol dan mengawasi semua hal yang berdampak negatif bagi masyarakat, termasuk mengawasi dan mengatur media massa agar tidak menimbulkan kemudaratan bagi rakyat, yang akan menghancurkan akidah umat. Kemudian jika masih ada pelanggaran di tengah masyarakat, maka negara akan menjatuhkan sanksi yang tegas untuk membuat jera para pelaku kemaksiatan tersebut.
Seperti kasus yang menimpa NW dan R di atas. Jika saja ketakwaan dalam diri NW dan R kuat serta keimanan mereka tinggi, tentu mereka tidak akan melakukan pacaran yang sampai mengantarkan pada perzinaan atau sekadar _berkhalwat& (berduaan) karena mereka tahu bahwa perbuatan tersebut melanggar hukum syarak. Sayangnya rasa takut mereka terhadap Allah sepertinya sudah memudar.
Jika hal itu tetap mereka lakukan, maka seharusnya ada kontrol atau nasihat dari orang-orang sekelilingnya, yang menyaksikan pergaulan mereka. Termasuk orang tua, seharusnya mereka tidak akan pernah membiarkan atau mengizinkan anak perempuannya dengan leluasa diantar dan dijemput oleh laki-laki yang belum menjadi mahram baginya. Juga masyarakat atau teman-temannya yang tentunya tidak perlu lagi segan untuk menasihati, karena mereka paham bahwa ini termasuk kewajiban amar makruf nahi munkar.
Dan jika dengan adanya kontrol atau nasihat dari orang-orang terdekat, pelaku masih saja melakukan tindakan kriminal, maka kasus tersebut akan diserahkan kepada negara yang kemudian akan dijatuhi sanksi sesuai perbuatannya. Dalam kasus NW dan R ini sudah terlihat jelas masuk dalam tindakan perzinaan. Maka, di dalam Islam pezina yang belum menikah (ghairu muhsan) akan dijatuhi hukuman seratus cambukan dan diasingkan. Sementara bagi yang sudah menikah (muhsan) akan dirajam sampai meninggal.
Sanksi ini didasarkan pada firman Allah di dalam Al Qur'an surat An-Nur ayat 2 yang artinya: "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah."
Dan juga hadis Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah, bahwasanya Rasulullah pernah merajam seorang bernama Ma'iz, "Bahwa seorang laki-laki berzina dengan perempuan. Nabi saw memerintahkan untuk menjilidnya, kemudian ada kabar bahwa laki-laki itu telah menikah (muhsan), maka kemudian Rasulullah memerintahkan untuk merajamnya."
Sedangkan mengenai sanksi pengasingan, hal ini hukumnya adalah jaiz (boleh), bukan wajib. Keputusan ini diserahkan kepada kepala negara (khalifah). Khalifah bisa menjilid serta mengasingkannya selama setahun. Bisa juga khalifah hanya menjilidnya saja tanpa mengasingkan pelaku. Akan tetapi khalifah tidak boleh hanya mengasingkan pelaku perzinaan tanpa menjilidnya. Sebab jilid merupakan hukuman yang didasarkan pada Kitabullah.
Dari Ubadah bin Shamit telah meriwayatkan, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, "Ambillah dariku, ambillah dariku, sungguh Allah akan menjadikan jalan bagi mereka, jejaka dengan perawan jilid lah sebanyak seratus kali dan diasingkan selama satu tahun."
Demikianlah Islam mengatur pergaulan pria dan wanita agar tidak terjadi pergaulan bebas yang akan tindak perzinaan. Ketiga pilar tersebut, akan menjamin keberhasilan penerapan syariat Islam. Bila tiga pilar itu berjalan dan berfungsi secara optimal, maka hukum Allah akan dengan mudah bisa kembali diterapkan di tengah-tengah masyarakat.[]