Ilusi Keadilan, Kapitalisme Biang Kesengsaraan

"Sistem kapitalisme memang tak pernah peduli pada keadilan hakiki. Kondisi yang ada di bawah sistem kapitalisme adalah lenyapnya keadilan dalam tiap putusan perkara."

Oleh. Afiyah Rasyad
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-"Apakah sekarang
Berlaku lagi hukum rimba
Golongan yang kuat
Menindas golongan yang lemah
Segelintir orang
Yang haus akan kekuasaan
Membuat dunia
Penuh penderitaan"

"Hentikanlah penindasan
Hentikanlah kezaliman
Kapan kiranya akan tegak keadilan?"

Lirik lagu Serakah H. Rhoma Irama seakan menguliti sistem peradilan yang ada di negeri ini. Keadilan dalam lembaga hukum peradilan kian susah dijumpai. Benar dan salah seakan tak ada pembeda yang pasti. Peradilan seolah hanya sebuah ilusi.

Kapitalisme Menjauhkan Keadilan, Datangkan Kesengsaraan

Duhai, betapa susah keadilan dijumpai di negeri pertiwi. Padahal, jargon negara hukum tersemat pada negeri kaya ini. Keadilan hanya seperti alat transaksi jual beli. Peradilan seakan menjadi lembaga lelucon dalam memutuskan perkara yang terjadi.

Syahdan, sebuah perkara seorang kakek tua yang harus mendekam dalam jeruji. Dia dijebloskan ke dalam tahanan dengan tuntutan selama dua tahun tersebab membela diri dari aksi pencuri. Kasus Mbah Minto menyita perhatian masyarakat. Ia menjadi pesakitan usai membacok seorang pencuri ikan. Dia mengaku nekat membacoknya karena ingin membela diri (kumparan.com, 29/11/2021).

Upaya permohonan restorative justice dilakukan, namun sayang permohonan itu ditolak. Ada apa gerangan? Ternyata kasus Mbah Minto terkategori kasus penganiayaan yang berat. Sementara laporan kasus pencurian didapatkan oleh Polres Demak sebulan setelah Mbah Minto ditetapkan sebagai tersangka pembacokan (CNNIndonesia, 30/11/2021).

Motif bela diri si kakek ternyata masuk kategori penganiayaan dalam sistem hukum saat ini. Sementara kasus pencurian sepertinya tidak ditelusuri karena laporan baru disampaikan sebulan kemudian. Sungguh memprihatinkan nasib orang yang hendak membela diri dari kejahatan ternyata harus menerima ganjaran jeruji besi. Sungguh memilukan, proses pengusutan kasus ini sebagai proses hukum sepertinya belum tuntas. Penulusurannya tak sampai pada titik sebab akibat kenapa Mbah Minto berani membacok untuk membela diri.

Ketidaktuntasan peradilan sangatlah wajar dijumpai di negeri ini. Istilah hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas juga menjadi opini umum di tengah masyarakat. Kasus Mbah Minto seakan menelanjangi hukum yang tak akan memihak pada rakyat yang benar. Maka kesengsaraan mau tak mau, suka tak suka harus dihadapi oleh rakyat kecil yang tersandung kasus hukum.

Adanya perlakuan beda dalam ranah peradilan juga seakan menegaskan tak adanya keadilan di negeri ini. Kasus Mbah Minto yang membela diri dengan membacok pencuri diperlakukan berbeda dengan kasus KDRT yang dilakukan Valencya. Entah pandangan apa yang bisa membebaskan Valencya dari jerat hukum tersebab kasus KDRT dengan adanya upaya restorative justice.

Hal senada juga sering menjadi pertanyaan publik. Adanya perbedaan perlakuan kepada pelaku kejahatan dan kriminal kelas kakap seperti perlakuan pada pejabat yang ketahuan korupsi atau kasus asusila lainnya. Bagaimana Pinangki mendapat potongan tahanan dan bagaimana perlakuan hukum pada ulama? Mekanisme peradilan yang ada saat ini sungguh hanyalah ilusi. Kepitalisme dengan bar-bar menampakkan kezaliman dalam peradilan yang ada. Benar salah akan ditentukan oleh asas manfaat semata. Siapa pihak yang menguntungkan, siapa pihak yang merugikan akan dijadikan pertimbangan dalam kasus-kasus kriminal yang menyelimuti negeri.

Begitulah saat hukum dibuat dan ditetapkan sendiri oleh manusia. Nuansa kepentingan dan kecondongan pada sesuatu atau seseorang akan begitu dominan. Hal ini sudah sering dirasakan oleh rakyat dalam ilusi keadilan dalam kapitalisme. Alih-alih mendapat keadilan, justru kesengsaraan menjadi santapan.

Diskriminasi hukum seakan tampak nyata tanpa tedeng aling-aling. Sistem kapitalisme memang tak pernah peduli pada keadilan hakiki. Kondisi yang ada di bawah sistem kapitalisme adalah lenyapnya keadilan dalam tiap putusan perkara.

Syariat Islam Mendatangkan Keadilan

Tiap insan tentu mendambakan keadilan. Namun, harapan itu akan lenyap dalam tatanan kehidupan yang ada saat ini. Sebab, keadilan dipandang dari kacamata kapitalisme. Tentu hal ini bertolak belakang dengan Islam. Tiap orang yang mendamba keadilan hendaklah giat melakukan aktivitas seusai syariat Islam. Syariat Islam bisa mewujudkan keadilan karena berasal dari Allah Swt.

Sebagai seorang muslim hendaklah yakin bahwasanya hukum Allah tanpa cacat cela dan terbaik. Sungguh telah termaktub dalam surat Al-Maidah ayat 50 bahwa hukum Allah ini sempurna:

"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang menyakini?"

Jelas, ayat ini menggambarkan sebuah kebaikan hukum yang sangat layak diterapkan. Darinya terpancar keadilan karena Allah Mahaadil. Sementara keadilan itu adalah sifat yang melekat pada Islam. Hal ini telah tertuang dalam surat Al-An'am ayat 115, Allah berfirman:

"Dan telah sempurna firman Tuhanmu (Al-Qur'an) dengan benar dan adil. Dan tidak ada yang mengubah firman-Nya. Dan Dia Maha Mendengar Maha Mengetahui."

Tentu saja keadilan ini bisa dirasakan saat sistem hukum Islam diterapkan dalam sebuah institusi negara. Islam akan bisa tegak dengan kekuasaan. Kekuasaan yang dimaksud adalah kekuasaan yang meninggikan syariat Islam, menjunjung tinggi keadilan, dan menolak kezaliman. Maka, jalan meraih kekuasaan sangatlah penting. Sebagai penguasa dan pendusuk muslim, seharusnya berjuang menegakkan syariat Islam secara kaffah dalam institusi negara sehingga keadilan bisa dirasakan oleh rakyat.

Wallahu a'lam bishowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Penulis Inti NarasiPost.Com
Afiyah Rasyad Penulis Inti NarasiPost.Com dan penulis buku Solitude
Previous
Menstruasi, Siklus yang Berulang Setiap Bulan, Siapa yang Mengatur?
Next
Pesona Bianglala
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram