Dalam hal sanksi, syariah Islam menetapkan di mana pelaku zina yang sudah menikah dihukum rajam dan yang belum menikah dikenai cambuk seratus kali dan diasingkan.
Oleh: Sala Nawari
(Guru SMAN 1 Tanta)
NarasiPost.com - Kondom menjadi trade mark pada setiap peringatan Hari Anti Aids Sedunia, dengan program kondomisasinya yang dipasarkan para penggiatnya. Kondomisasi adalah program utama pemerintah setiap peringatan hari AIDS yang sudah meratifikasi penanggulangan secara internaional. Program ini dijalankan dengan pembagian kondom secara gratis kepada masyarakat umum, lebih khusus lagi kepada para pelaku utama seks, seperti tempat-tempat lokalisasi, pelacuran dan rumah-rumah bordir serta tempat-tempat yang rentan menjadi tempat penyebarannya. Mereka yang gencar menyerukan kondom berpikir bahwa nasihat-nasihat agama saja tidak cukup untuk menghentikan penyakit menular seksual.
Kondomisasi digulirkan oleh penggiatnya dengan asumsi bahwa AIDS muncul dan berkembang karena adanya kesalahan tata hubungan pria dan wanita yang terimplikasi pada perilaku pergaulan dan seks secara bebas. Hubungan itu harus diatur agar tidak membahayakan kompleksitas sosial masyarakat. Hanya saja ada kegoncangan berpikir ketika pengaturan itu sudah dipengaruhi oleh berbagai kepentingan. Pengaturan yang mereka berikan adalah ‘hubungan sehat’ dengan memakai kondom, fokus solusi mereka bukan menuju hubungan yang sah. Solusi yang diharapkanpun tidak terlepas dari bisnis dan keuntungan materi.
Kondominasi menjadikan momen satu desember sebagai hari pasar murah kondom berbagai rasa dengan layanan prima. Bahkan bisa mendapat kondom secara free, langsung dibagikan ke konsumen tanpa harus susah mereka mencari sendiri. ATM murah kondom dapat diperoleh bahkan oleh remaja, karena remaja sebagai pelaku pergaulan bebas adalah sasaran AIDS sesungguhnya. Alhasil, penyakit menular seksual AIDS bukannya berkurang malah semakin menjadi.
Melihat data penyebaran yang semakin hari semakin meningkat, berarti perlu kiranya kita menelaah lebih lanjut apa yang menjadi penyebab hakiki penularan HIV/AIDS. Diakui atau tidak penyakit ini berawal dari perilaku seksual yang menyimpang, akibat bergant-ganti pasangan seks, homoseks dan lesbianisme, disamping penggunaan narkotika dengan jarum suntik. Dengan kata lain penyakit ini muncul karena perilaku zina/pelacuran, seks bebas yang merajalela di masyarakat kita. Ditambah tidak adanya sanksi yang bisa menghentikan perilaku menyimpang ini, beserta dampak ikutannya.
Tengoklah ketika kapitalis membangun mega industri yang mengekploitasi naluri syahwat dan berinvestasi di kubanganan ’kenikmatan’ AIDS, sebagai tempat menggantungkan penghidupan di tengah kemelut AIDS ini. Mereka sangat tahu masalah AIDS adalah masalah hubungan bebas tanpa batas, pemuasan nafsu dengan gonta-ganti pasangan seks, free seks, dan hubungan sesama. Namun tentu saja mereka tidak sepenuhnya rela menerima dan memakai solusi yang benar-benar menikam habis virus mematikan ini.
Hari Anti AIDS diperingati disebabkan semakin meningkatnya jumlah penderita sejak dikenal dan ditemukan. Sejatinya peringatan itu adalah untuk mengingatkan masyarakat akan bahaya mengerikan yang akan diterima penderita. Peringatan hari AIDS juga sebuah bentuk penolakan serta perlawanan terhadap penyebaran virus yang mematikan tersebut. Sosialisasi anti AIDS dengan pembagian kondom bahkan sampai menjadi sebuah lelucon dengan ‘lomba’ pemasangan kondom, hanya akan menjadi iklan gratis dari industri maksiat dan revolusi seks bebas itu sendiri.
Menyelesaikan wabah HIV/AIDS ini tidak bisa hanya dengan mengatasi penyakitnya saja, sementara sumber penyakitnya tidak ditutup. Menutup sumber penyakit HIV/AIDS tentu perlu keseriusan dan ketegasan dalam menuntaskan akar penyebab yang muncul. Jika penyebabnya adalah perilaku zina atau perzinahan dan pelaku gaul bebas, maka secara logika yang harus dilakukan adalah menutup ruang perzinahan dan kemungkinan munculnya perilaku zina.
Pemberian sanksi oleh negara juga harus dipotensikan kepada para pelaku zina, homoseksual, dan perbuatan yang menghantar kepada perzinahan. Kalau penegak hukum berlaku keras kepada pelanggar aturan lalu lintas, apalagi dengan pelaku zina yang merupakan sumber penyebar penyakit menular. Hal yang mendekati pada perzinahan semestinya juga harus ditutup, jika tidak pelajar dan remaja sejak usianya akan terbiasa melakukan gaya hidup gaul bebas berganti-ganti pasangan dan tidak malu untuk melakukan hal-hal yang menghantarkan kepada zina seperti berpelukan, berciuman, dan hal-hal yang lebih dari itu bahkan di tempat umum sekalipun.
Prof. Dadang Hawari dalam bukunya, Al-Qur’an ilmu kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, pori-pori lateks bahan pembuat kondom berdiameter 1/60 mikron, sementara virus HIV berukuran 1/250 mikron. Jadi pori-pori kondom empat kali lebih besar daripada virus. AS juga membuktikan gagalnya program kondomisasi dalam mencegah AIDS.
Sudah saatnya kita berani membelokkan pola berpikir kita untuk kembali menyadari aturan yang memuliakan manusia yang beradab, menjaganya dalam kesucian. Kitab undang-undang syara’ yang bernama Al-Qur’an sudah sempurna dan secara sederhana mengatur hubungan yang indah antara pria dan wanita dengan kenikmatan dan kebahagiaan yang menentramkan Hubungan zina dan tempat lokalisasi adalah suatu penghinaan terhadap nilai kemanusian, sedang mendekatinya pun terlarang.
Dalam hal sanksi, syariah Islam menetapkan di mana pelaku zina yang sudah menikah dihukum rajam dan yang belum menikah dikenai cambuk seratus kali dan diasingkan. Penanggulangan HIV/AIDS sangatlah jelas sejatinya dalam ideologi syariah Allah. Upaya yang terintegrasi dari seluruh pihak orang tua mengarahkan dan mengawasi pergaulan anaknya agar tidak melanggar aturan Allah, sekolah membekali pendidikan yang tidak memisahkan sains dan agama sehingga mewujudkn anak berkepribadian kuat, serta membatasi media untuk tidak mempropagandakan pergaulan bebas. Akankah pintu penyebaran HIV/AIDS akan terbuka dan memungkinkan berkembangnya virus?
Dengan aturan dari Allah yang Maha mengetahui kelemahan dan kekuatan manusialah, kita dapat membendung pesona AIDS yang membahayakan. Beranikah kita menyambut kampanye gratis dan menerima tantangan program tanpa biaya dari yang Maha Sempurna ini? Atau akankah kita menjadikan kondom sebagai pita merah keprihatinan yang terus mewabah? Wallahua'lam bishawab