Satu Desa di Konawe Selatan Golput, Teguran Telak Sistem Berjalan?

Sungguh tidak terbayangkan, kalau ada satu kampung yang tidak menerima hak mereka sebagai warga negara, luar biasa beratnya hisab di padang masyhar nanti.

Oleh: Aina Syahidah

NarasiPost.com - Desas-desus soal golput nampaknya bukan hanya isapan jempol. Pada Pilkada beberapa waktu lalu, satu Desa di Konawe Selatan, tepatnya di Desa Matabondu Kecamatan Laonti sepakat untuk tidak memilih, hal ini dibuktikan dengan dikembalikannya formulir C6 ke KPU Sulawesi Tenggara (08/12/2020).

Menurut sang Kepala Desa, Ahmad mengatakan, tindakan ini sebagai bentuk kekecewaan warga, atas apa yang telah dialami mereka selama ini. Betapa tidak, selama 15 tahun pasca mekar dari Desa Tambolosu, masyarakat Desa Matabondu hanya memilih. Tapi status dari Desa mereka sendiri, belum diakui oleh Pemda Konsel. Walhasil, dana bantuan untuk membangun desa seperti, dana desa, dan dana bantuan pemerintah lainnya, tidak kunjung masuk ke kampung mereka.

Sementara, secara administratif desa ini telah terdaftar di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai desa definitif yang punya alokasi dana bantuan. Begitupula dengan kode wilayah, Desa Matabondu telah mengantonginya berdasarkan Permendagri Nomor 18 Tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan (Cnnindonesia.com, 9/12/2020).

Namun, kenapa bisa menerima nasib yang demikian? Inilah yang harus dijawab oleh sistem birokrasi hari ini baik pusat maupun daerah.

Apa yang dilakukan oleh masyarakat Desa Matabondu, adalah ungkapan rasa kecewa yang mungkin sudah tidak dapat terbendung. Dan ini tentu tidak boleh dipandang sebelah mata. Mengingat, ini erat kaitannya dengan kinerja/pencapaian para pemangku kebijakan selama ini. Apa yang sudah dilakukan, sampai ada Desa yang tidak menerima dana bantuan seperti, dana desa, yang hari ini gemanya cukup menghebohkan negeri?

Bahkan parahnya, nasib daerah yang tidak menerima bantuan tidak hanya Desa Matabondu yang ada di tenggara pula Sulawesi saja. Daerah lain di tanah air, terutama mereka yang terletak di tapal batas negeri alias terpencil juga ada yang bernasib sama. Dan ini tumbuh menjadi pemandangan yang memilukan. Di usia kemerdekaan negeri yang sudah tidak muda lagi, jika digambarkan dengan sosok anak manusia. Masa iya, masih ada titik dari sudut negeri yang belum menikmati megahnya pembangunan di era merdeka? Bukankah ini pemandangan yang nelangsa?

Olehnya itu, penting kita mengevaluasi regulasi/kebijakan yang hari ini tengah berjalan. Sudahkah para elit bersungguh-sungguh dalam meriayah rakyat? Atau memang benar sebagaimana ungkapan sebagian warga Desa Matabondu, bahwa rakyat hanya disuruh memilih dan memilih. Tapi nasib mereka tidak diperhatikan? Meski mungkin ungkapan ini ada yang tidak sependapat. Namun begitulah fakta yang kita indra dewasa ini.

Menjelang Pemilu atau Pilkada, para elit politik bersorak ramai meneriakan janji-janji bahwa mereka akan berjuang untuk kesejahteraan rakyat. Sayang, kontestasi berlalu, janjipun tinggalah janji.

Lebih lanjut, bila kita mencermati, andai nilai-nilai dalam demokrasi itu benar-benar teraktualisasi dalam kehidupan, Pasalnya, slogan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Artinya, rakyat dinomorsatukan dan diutamakan. Tapi, kenapa rakyat tidak mencapai kebahagian dan kemakmuran?

Inilah ironi sekaligus inkosistensi demokrasi. Suara rakyat dicari, hanya untuk dijadikan alat meraih kemenangan. Selepas itu, kepentingan para korporatlah yang diutamakan. Karena merekalah yang dahulu paling berjasa dalam mensupport para elit dalam meraih kemenangan di perhelatan akbar pesta demokrasi.

Alhasil ketika terpilih, arah pembangunan lebih condong kepada para pemodal. Dan tak jarang, antusias untuk membangun rakyat mulai tertutupi. Padahal rakyat telah menyebabkan keterpilihan mereka sehingga bisa duduk di kursi parlemen.

Oleh karena itu, rakyat semestinya jangan mau tertipu dengan kondisi ini. Ketahuilah bahwa selama sistem ini masih ada, pemandangan-pemandangan yang menyayat hati masih terus akan tersuguh. Pertanyaannya, mau sampai kapan kita harus menanggung derita?


Islam Punya Solusi


Jika di dalam sistem demokrasi banyak menyuguhkan pemandangan yang inkosistensi penuh duka lara. Di dalam sistem Islam yang mulia, pemandangan serupa tidak dijumpai. Karena para khalifah memimpin dengan penuh kesungguhan hati dengan kekuatan fondasi akidah serta keimanan yang kukuh. Mereka sadar betul, bahwa kepemimpinan yang mereka emban kala itu, kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.

Sungguh tidak terbayangkan, kalau ada satu kampung yang tidak menerima hak mereka sebagai warga negara, luar biasa beratnya hisab di padang masyhar nanti. Para khalifah tentu amat takut dengan kondisi ini. Karena tadi, hubungan mereka dengan sang Pencipta, yakni Allah Swt amat kuat terjalin. Itulah mengapa, dunia mengenang jejak kepemimpian Islam dahulu sebagai tatanan mulia yang pro kemanusiaan.

Berbeda dengan sistem Demokrasi sekuler. Yang tidak punya mindset akhirat. Alhasil banyak melahirkan elit yang tidak amanah.

Di samping itu pula, upaya pemenuhan hidup warga di dalam Islam bersifat menyeluruh. Tanpa melihat warga kulit, bahasa, ras, serta agama. Karena syariat Islam turun salah satunya untuk menjaga jiwa manusia agar terhindar dari kebinasaan. Menebar rahmat bagi seluruh alam. Maka mustahil, ada wilayah yang sudah lama menggabungkan diri dengan wilayah kekuasaan khalifah, tidak tersentuh bantuan daulah. Ini tidak mungkin terjadi! Wallahua'lam bishowab

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Aina Syahidah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Memaknai Tahun Baru
Next
Solusi Tuntas Berantas Kemiskinan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram