Pilkada Saat Corona : Nyawa atau Tahta?

Bukankah pemerintah sedang krisis, bahkan menambah utang kepada dua negara dalam waktu dua pekan. Jika demikian, darimana dana untuk pilkada sementara untuk membantu rakyat terdampak covid-19 saja pemerintah defisit.

Oleh : Sherly Agustina, M.Ag
(kontributor media dan pemerhati kebijakan publik)

NarasiPost.Com — Esok 9 Desember 2020, pilkada serentak akan dilakukan di seluruh kota di negeri ini. Ada yang beda pilkada saat ini yaitu tetap dilakukan di tengah wabah melanda dan kasus yang semakin meningkat. Bahkan, korban covid-19 itu dari kalangan kontestan pilkada. Pilkada penuh dilema, antara nyawa atau tahta.

Memprihatinkan, jelang Pilkada 2020 terdapat 70 orang calon kepala daerah terinfeksi covid-19, empat diantaranya meninggal. Tentu bukan jumlah yang sedikit. Ditambah sudah 100 orang petugas KPU terkena COVID-19. Ini disampaikan oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva. (wartaekonomi, 28/11/20)

Apakah sedemikian besar pengorbanan untuk demokrasi? Walau banyak kontestan pilkada positif covid-19 dan kurva belum melandai tetap dilakukan hajatan besar ini? Seberapa besar kesiapan pemerintah melakukan pilkada di tengah wabah melanda. Kondisi seperti biasa saja, protokol kesehatan masih banyak diabaikan bagaimana jika banyak kerumunan seperti pilkada?

Lalu, layakkah pengorbanan ini dilakukan, sementara selama diterapkannya demokrasi di negeri ini banyak kriminalisasi ajaran Islam dan para ulama. Penyelesaian pandemi yang tak terarah sehingga kasus semakin meningkat. Bahkan membawa dunia dan negeri ini pada krisis bahkan resesi. Selain itu, UU Omnibus Law yang baru saja disahkan oleh wakil rakyat tidak memihak kepada rakyat.

Bukankah pemerintah sedang krisis, bahkan menambah utang kepada dua negara dalam waktu dua pekan. Jika demikian, darimana dana untuk pilkada sementara untuk membantu rakyat terdampak covid-19 saja pemerintah defisit. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa dana pilkada tidak sedikit. Maka, ada modal yang membantu para kontestan pilkada tentu dengan lobi-lobi politik.

Oleh karenanya, bisa dilihat banyak kebijakan yang tidak pro rakyat yang dihasilkan dari hasil pemilu dan pilkada dalam sistem demokrasi. Karena bagi mereka, jabatan yang mereka dapat bukan harga yang murah dan bisa didapat dengan mudah. Memang dari dukungan suara rakyat mereka terpilih, tapi modal menuju jabatan tersebut mereka dapat dari pihak lain yaitu para pengusaha. Maka logis harus ada balas budi.

Nyawa saja tidak menjadi pertimbangan utama oleh para pemimpin di negeri ini, buktinya dilihat dari banyak korban dan kasus covid-19 tapi tetap dilaksanakan pilkada. Maka, kebijakan seperti apa yang akan dihasilkan oleh wakil rakyat tersebut? Padahal, nyawa manusia adalah prioritas yang harus diperhatikan oleh para pejabat dan wakil rakyat.

Dalam Islam, nyawa manusia lebih berharga. Seperti yang disabdakan oleh Nabi Saw, "Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani)

Kemudian kesejahteraan, kenyamanan dan keamanan rakyat sangat diperhatikan oleh pemimpin. Maka, di dalam Islam bisa dilihat sifat para pemimpin yang menjaga dan melindungi nyawa rakyatnya. Dalam hal nyawa saja mereka sangat memproritaskan apalagi hal lain.

Hanya dalam Islamlah lahir pemimpin yang mencintai dan dicintai oleh rakyatnya. Sabda Rasul: "Sebaik-baiknya pemimpin kamu adalah mereka yang kamu cintai dan mereka pun mencintamu, kamu menghormati mereka dan merekapun menghormati kamu. Pun sejelek-jeleknya pemimpin kamu adalah mereka yang kamu benci dan mereka pun benci kepada kamu. Kamu melaknat mereka dan mereka pun melaknatmu.” (HR Muslim)

Rasul dan para sahabat sangat mencintai dan dicintai oleh rakyat, begitu juga para Khalifah setelah itu. Suasana yang dibangun adalah semata taat kepada Allah, ingin meraih rida dan surga-Nya. Bukan suasana yang dipenuhi hasrat kekuasaan dan mengorbankan rakyat.

Mengapa demikian, karena akidah yang menjadi pondasi dan motivasi mereka menjadi pemimpin untuk melakukan amanah sebaik mungkin. Semata mengharap rida Allah dan menjalankan syariah-Nya. Maka apapun yang dilakukan tidak ingin mengundang murka dari Allah atau melanggar aturan-Nya, yang hanya akan mendapatkan kebinasaan tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat. Bukan pemimpin yang sekadar ingin mendapat kekuasaan dan meraih kepentingan tertentu, sehingga banyak mengorbankan kepentingan rakyat.

Sudah saatnya mengganti aturan yang rusak dan tidak pro rakyat saat ini. Dengan aturan yang sahih, yang tidak hanya mensejahterakan umat Islam tapi seluruh manusia. Aturan yang membawa keselamatan di dunia dan akhirat yaitu aturan dari Sang Pencipta alam semesta. Wallahu 'alam bishshawab []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Sherly Agustina M.Ag. Kontributor NarasiPost.Com dan penulis literasi
Previous
Refleksi Akhir Tahun: Derita Perempuan dalam Ide-Ide Kebebasan
Next
Wajah Baru MUI, Tak Boleh Kehilangan Independensi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram