Korupsi saat Pandemi, Terlalu!

Alih-alih melayani dan menyelamatkan nyawa rakyat dengan bantuan sosial, nyatanya bansos pun diembat. Korupsi dilakukan pasca hari anti korupsi sedunia. Korupsi kini tak lagi jadi hal tabu, justru sudah menjadi agenda rutin di perpolitikan demokrasi.


Oleh : Intifada Birul Umaroh (Aktivis Muslimah)

NarasiPost.Com — Pandemi covid-19 berdampak langsung pada masyarakat. Mulai dari perekonomian, pengangguran, kesehatan, pendidikan, dan bidang lainnya. Penambahan kasus yang terus melonjak hingga mencapai 592.900 kasus per 9 Desember, membuat regulasi kehidupan masyarakat semakin terancam.

Kondisi Indonesia bahkan dunia hari ini sedang tidak kondusif. Dalam kondisi wabah, rakyat susah, usaha parah, dana sedikit, masih saja ada korupsi. Pada 6 Desember dini hari Menteri Sosial, Juliari Batubara menyerahkan diri ke KPK pasca ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi bansos covid-19 senilai 17 M.

Alih-alih melayani dan menyelamatkan nyawa rakyat dengan bantuan sosial, nyatanya bansos pun diembat. Korupsi dilakukan pasca hari anti korupsi sedunia. Korupsi kini tak lagi jadi hal tabu, justru sudah menjadi agenda rutin di perpolitikan demokrasi.

Masih lekat di ingatan korupsi massal yang melibatknan 41 anggota DPRD Malang dari total 45 orang. Korupsi di PT. Asuransi Jiwasraya, kasus bank Century, kasus E-KTP, mantan Dirut PT. Dirgantara, hingga pada 8 Menteri yang terjerat korupsi.

Suburnya kasus korupsi, sejatinya bukan hanya disebabkan oleh ketidakjujuran oknum tak bertanggungjawab, melainkan lahan perpolitikan negeri ini yang menggunakan sistem politik demokrasi. Politik demokrasilah yang meniscayakan adanya praktik korupsi. Terdapat dua alasan krusial di dalamnya yaitu ; pertama, politik demokrasi kedaulatan berada di tangan rakyat. Sehingga, manusia memiliki wewenang untuk membuat hukum atau aturan sendiri. Walhasil aturan yang dilahirkan bukan lagi untuk melayani rakyat melainkan aturan tersebut lahir atas dasar kepentingan individu atau kelompok.

Kedua, politik dalam demokrasi mahal dan sangat mahal. Seperti pernyataan anggota DPR fraksi partai Gerindra Fadli Zon bahwa, demokrasi di Indonesia saat ini bukan hanya terkait procedural, tapi juga corrupted democracy yang membuat demokrasi Indonesia sangat mahal.

Demi meraih jabatan publik dalam kancah politik demokrasi membutuhkan biaya milyaran hingga trilyunan. Dan, mustahil dana sebesar itu dari kantong sendiri. Disinilah peran pemilik modal membiayai proses politik kontestan. Sehingga, mereka memastikan memperoleh suara terbanyak. Wajar jika sudah menempati kursi jabatannya mereka berusaha untuk bisa mengembalikan modal saat masa pemilu, dengan jalan pintas yakni korupsi.

Itulah sebabnya, arus deras korupsi tak lagi mampu dibendung. Jika korupsi menjadi keniscayaan di atas panggung demokrasi, lantas mungkinkah hukuman mati akan diterapkan kepada Menteri Sosial Juliari seperti yang telah dikatakan Ketua KPK Firli Bahuri? Bukankah jika diterapkan hukum tersebut akan memakan banyak korban alias koruptor lainnya?

Namun, isu hukuman mati ini tak lantas mendaoat sambutan hangat. Justru, sebagian pihak menganggap hukuman mati itu tak pernah menjadi solusi bagi korupsi. Demikianlah bukti bahwa hukum dalam demokrasi itu bisa disetir sesuai kepentingan. Bagaimakah sebenarnya solusi tuntas kasus korupsi?

Bicara solusi tuntas, tentu Islamlah solusi tuntas atas segala problema kehidupan. Karena Islam adalah agama yang sempurna dan meliputi segala sesuatu. Islam dengan pemerintahannya (Khilafah) memiliki lima langkah dalam mengatasi korupsi, diantaranya ; membentuk Badan Pengawasan/ Pemeriksa Keuangan untuk mengawasi secara ketat tindakan kecurangan, pemberian gaji cukup untuk memenuhi kebutuhan pejabat atau pegawai, ketakwaan individu sebagai ketentuan utamanya (amanah dan wajib melaksanakan seluruh tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya), serta penerapan aturan haramnya korupsi dan pemberlakukan sanksi keras (efek jera dan menghapus dosa pelakunya).

Tumbuh suburnya kasus korupsi, dengan solusi parsial ala demokrasi kapitalis bukti utopisnya negeri ini terbebas dari korupsi. Karenanya, sudah saatnya Indonesia terbebas dari korupsi dan kejahatan lainnya dengan kembali kepada hukum Allah yang secara jelas mampu memberi solusi problema kehidupan secara tuntas, adil, dan menyejahterakan. Wallahu’alam bishawab []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Intifada Birul Umaroh Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Amalmu, Cukup Allah Yang Tahu
Next
Derita Rohingya, Derita Kita
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram