Kiprah Ulama: Lantang Menentang Kezaliman

Berbeda halnya dengan Islam yang menganggap bahwa ulama merupakan partner pemerintah. Ulama akan mengawal dan mengingatkan ketika pemerintah keluar dari jalan yang benar.


Oleh: Neneng Sri Wahyuningsih

NarasiPost.Com — Pernyataan Imam Gazali di bawah ini menunjukkan bahwa ulama mempunyai peran strategis dalam menentukan baik buruknya masyarakat.

“Rusaknya masyarakat adalah karena rusaknya penguasa. Rusaknya penguasa adalah karena rusaknya ulama. Rusaknya ulama adalah karena cinta harta dan kedudukan.”

(Imam Al-Ghazali, Ihya` Ulumiddin, II/191).

Sayangnya, di negeri ini, para ulama yang konsisten lantang menyerukan kebenaran diperlakukan tidak adil. Tak sedikit yang difitnah, dipersekusi, dikriminalisasi bahkan digantikan posisinya agar tidak bersuara lagi.

MUI telah mengumumkan periode kepengurusannya yang baru (26/11). Dari pengumuman tersebut, ternyata ada beberapa nama yang hilang dan konon mereka adalah pihak yang kritis mengkritik penguasa. Sebut saja pihak tersebut diantaranya Din Syamsudin, mantan bendahara Yusuf Muhammad Martak, mantan wasekjen Tengku Zulkarnain, dan mantan sekretaris Wantim Bachtiar Nasir (cnnindonesia.com, 27/11/2020).

Ya, keempat nama ini tidak lagi ditemukan dalam kepengurusan MUI periode 2020-2025. Regenerasi dalam sebuah organisasi memang penting. Hanya saja beberapa pihak banyak yang mempertanyakan terkait hilangnya nama-nama yang biasa vokal ini. Apakah ini sesuatu yang alamiah atau ada under design di dalamnya?

Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai dominasi dan kekuatan Ma'ruf Amin di MUI sangat mencolok. Diduga kuat ada campur tangan pemerintah di payung besar para ulama tersebut. Beliau menambahkan, Ma'ruf Amin dalam Munas MUI tahun ini berperan sebagai ketua Tim Formatur yang terdiri dari 17 ulama. Tim yang berwenang menentukan siapa saja yang akan berada di pucuk pimpinan MUI, termasuk ketua umum MUI. Dengan kata lain, pemerintah akan merangkul sebanyak-banyaknya rekan koalisi dan menyingkirkan yang bernada sumbang. (cnnindonesia.com, 27/11/2020).

Jika kita cermati, kondisi seperti diatas memang lumrah terjadi dalam dunia demokrasi sekularisme. Pemikiran yang berdiri diatas landasan memisahkan agama dari kehidupan. Ketika sebuah negara menganut paham ini, maka kebijakan dan pihak-pihak yang berkontribusi di dalamnya pun akan berjalan dan melanggengkan asas tersebut. Kalaupun membawa agama, maka agama ini akan disesuaikan dengan kepentingannya. Dan pihak yang dianggap terlalu ekstrim dan berbeda jalan pikirannya dengan negara maka akan mendapat ‘surat cinta’.

Berbeda halnya dengan Islam yang menganggap bahwa ulama merupakan partner pemerintah. Ulama akan mengawal dan mengingatkan ketika pemerintah keluar dari jalan yang benar.

Pada masa kejayaan Islam, ulama memiliki peran strategis dalam kehidupan. Bagai pelita di tengah kegelapan. Menuntun semua manusia, baik penguasa maupun rakyat biasa. Di dalamnya terdapat kerjasama antara ulama yang jujur dengan penguasa yang adil, sehingga mampu mengantarkan umat ke puncak kejayaannya.

Dalam buku karangan Syaikh Abdul Aziz al-Badri disampaikan Amirul mukminin Umar bin al-Khaththab pernah membagikan ghanimah berupa kain buatan Yaman. Semuanya mendapat satu helai secara adil. Tapi, ternyata Umar tampak memakai kain tambahan untuk gamis yang dipakainya. Ketika melihatnya Salman al-Farisi langsung menginterupsi Amirul mukminin yang tengah berkhutbah. Umar pun langsung menjelaskan bahwa kain tersebut pemberian dari anaknya, Abdullah bin Umar. Setelah mendengar penjelasannya, Salman pun berkata, “Kalau begitu, lanjutkan khutbah Anda, kami akan mendengar dan menaatimu”.

Masih dalam buku yang sama diceritakan bahwa suatu ketika Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik pernah memanggil seorang ulama dan berkata kepadanya, “Bicaralah tentang apa saja yang ingin Anda bicarakan!” Setelah memastikan Khalifah akan mendengar ucapannya, ulama itu pun berkata, “Amirul Mukminin, di sekeliling Anda banyak orang yang sudah menyalahgunakan kekuasaan. Mereka menjual akhiratnya dengan dunia. Namun, mengapa Anda diam saja? Mereka mungkin takut kepada Anda, tetapi tak takut kepada Allah. Ingatlah, sesungguhnya mereka adalah amanah yang dibebankan Allah kepada Anda.”

Sulaiman menjawab, “Anda telah mempersiapkan ucapan Anda sebelum bertemu dengan saya. Lidah Anda sungguh tajam melebihi tajamnya pedang yang terhunus.” Ulama itu menjawab, “Memang itulah yang ingin saya katakan kepada Anda.” Sulaiman sebenarnya sangat tersinggung, namun sekaligus sangat terharu dan salut. Dia lalu berterima kasih kepada ulama itu seraya memuji, “Jika ulama sekarang seperti Anda, pastilah segala urusan akan berjalan sesuai hukum Allah.”

Dari kedua peristiwa diatas membuktikan bahwa ulama akan selalu berada di garda terdepan untuk membela agama Allah. Dengan ilmunya mereka mendidik masyarakat, meluruskan yang menyimpang dari syariat-Nya, dan lantang terhadap berbagai kezaliman. Semuanya dilakukan sebagai bentuk pengabdian yang tinggi kepada Allah. Semata-mata untuk meraih ridha-Nya bukan karena harta, kedudukan atau faktor lainnya. Mereka akan terus bergerak secara ikhlas dan tertanam dalam dirinya tidak ada rasa takut sedikit pun terhadap faktor yang menghalangi. Adapun yang mereka takuti hanyalah Allah. Sebagaimana firman Allah, “Sungguh yang takut kepada Allah di kalangan para hambaNya hanyalah para ulama." (TQS. Fathir: 28)

Dengan demikian, dimana pun posisi ulama ini berada, mereka harus tetap konsisten menyampaikan kebenaran dan menentang kezaliman. Dan sungguh umat sangat merindukan keberadaan ulama yang seperti ini. Wallahu 'alam bishshowab []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
Neneng Sri Wahyuningsih Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Mensos Korupsi Dana Bansos
Next
Istana dalam Pusaran Korupsi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram