Kebijakan Pembelajaran Tatap Muka, Bertaruh Nyawa Generasi Muda

Inilah wajah buruk negara dengan sistem kapitalisme. Sistem ini sampai kapanpun hanya akan memikirkan soal ekonomi para kapitalis saja agar terus bisa berjalan. Dimana ada kepentingan disitu ada kemudahan. Dimana ada modal disitu pemerintah bersandar. Urusan rakyat akan jadi nomor ke sekian, termasuk bertaruh nyawa generasi muda saat pembelajaran tatap muka.


Oleh : Fani Ratu Rahmani (Aktivis Muslimah dan Pendidik)

NarasiPost.Com — Kebijakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) telah ketok palu. Terhitung 12 Januari 2021 nanti, kebijakan ini akan berjalan. Meski tidak bersifat wajib, kebijakan ini jelas ditindaklanjuti oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang ada di daerah, termasuk di Balikpapan.


Pembelajaran Tatap Muka (PTM) ini akan diselenggarakan, menimbang dari pihak sekolah, komite sekolah, hingga respon angket orangtua. Dan dari angket yang disebar oleh sekolah kepada pihak orangtua, maka disimpulkan untuk jenjang SD 82,16% orangtua menyetujui PTM, diikuti pula jenjang SMP 79,30 %. (Sumber : Instagram Pemkot Balikpapan)


Tak hanya itu, wakil rakyat juga mendukung kebijakan ini dengan saran bahwa protokol kesehatan (prokes) harus berjalan baik. Ditambah rapid test terhadap tenaga pendidik dan murid. Vaksin covid-19 pun akan dibagikan ke tengah masyarakat meski disinyalir akan berbiaya. (Sumber : Tribun News)


Padahal, angka covid-19 di Balikpapan masih jauh dari aman. Per November terdapat sebanyak 598 kasus. Meski ada tren penurunan dari Bulan Oktober. Kabar terbaru justru oknum nakes nekat lakukan pernikahan pada tanggal 5 Desember lalu, padahal terkonfirmasi positif. (sumber : Instagram Pemkot Balikpapan)


Keluarnya kebijakan PTM ini tentu bukan tanpa sebab. PTM dianggap menjadi alternatif solusi atas persoalan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang selama ini berlangsung di rumah. Yang tidak sedikit pula memunculkan persoalan mulai dari urusan kuota data, jaringan internet, tingkat stress orangtua, hingga hilangnya nyawa.
Namun, amankah PTM ini diberlakukan sementara tren covid-19 masih eksis di tengah masyarakat? Apakah pemerintah tidak menimbang ini jauh lebih mendalam? Dan mengapa pemerintah tidak mengupayakan penuntasan pandemi dan penyelesaian masalah PJJ saja?


Sejatinya, di tengah pandemi yang masih berlangsung, tidak terlalu berlebihan jika mengatakan negara telah gagal menyelesaikan pandemi ini dengan tempo sesingkat-singkatnya. Untuk menertibkan masyarakat taat pada prokes saja, pemerintah tidak mampu. Kelonggaran diberikan pada aktivitas ekonomi hingga kampanye politik dengan dalih perbaikan ekonomi dan jaminan konstitusi. Bagaimana mungkin penyebaran virus bisa dihentikan?


Belum lagi, negara seolah ingin lepas tanggung jawab terhadap bobroknya dunia pendidikan selama pandemi. Dana anggaran yang dialokasikan untuk kuota pun telah diakhiri, dan beralih pada PTM. Keterbatasan anggaran pun juga kerap jadi argumentasi. Selain, tingkat stress pada anak-anak dan orangtua selama belajar di rumah. Bagaimana tidak stress? Pendidikan diwarnai hanya tentang pemberian materi dan tugas yang menumpuk. Guru memberikan materi secara terbatas, dengan sebuah asumsi bahwa anak bisa belajar dengan orangtuanya. Orientasi belajar yang distandarkan pada nilai akademik tanpa memahami pelajaran secara utuh. Apakah ini yang menjadi tujuan pendidikan di negeri ini?


Pada hakikatnya, negara telah menunjukkan wajah asli sebagai pihak yang tidak mau "capek" mengurus urusan umat. Negara memposisikan urusan rakyat justru harus bisa menghasilkan keuntungan. Prinsip pengaturan hanya berdasarkan untung rugi, anggaran besar bisa bikin rugi, sementara anggaran pemindahan ibukota dan pilkada berlebihan pun tidak dipersoalkan.


Inilah wajah buruk negara dengan sistem kapitalisme. Sistem ini sampai kapanpun hanya akan memikirkan soal ekonomi para kapitalis saja agar terus bisa berjalan. Dimana ada kepentingan disitu ada kemudahan. Dimana ada modal disitu pemerintah bersandar. Urusan rakyat akan jadi nomor ke sekian, termasuk bertaruh nyawa generasi muda saat pembelajaran tatap muka. Sekiranya negara mau mengganti paradigma berpikir dan penerapan aturan, tentu kondisinya tidak seburuk ini.


Islam sebagai sebuah ideologi memiliki aturan yang komprehensif mengatur berbagai aspek kehidupan. Jika berbicara tentang keimanan, maka ada tuntutan kita untuk melaksanakan semua perintah Allah ta'ala termasuk berislam secara kaffah. Sebagaimana firman Allah, yang artinya ;


"Hai orang-orang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaaffaah. Dan jangan ikuti langkah-langkah syaithan." (TQS Al Baqarah :208)


Mengacu pada Islam sebagai sebuah ideologi, maka sejatinya Islam pun mampu beri solusi atas persoalan yang sedang terjadi.


Pertama, tentang masalah pandemi yang tren kenaikannya masih eksis. Maka, tidak ada pilihan bagi negara selain segera mendeteksi penyebaran virus di semua wilayah dan melakukan upaya preventif dan kuratif atas ini. Dengan prinsip sebagai raa'in (pengurus) , bertanggung jawab atas urusan umat.


Kedua, mengingat persoalan pendidikan yang makin runyam di tengah pandemi. Maka, negara harus mengambil sikap atas pemenuhan kebutuhan pendidikan dan perombakan kurikulum menjadi berdasarkan akidah Islam. Pendidikan tidak hanya perlu diperbaiki dari segi aksesibilitas dan fasilitas, tapi juga diubah paradigmanya bahwa pendidikan untuk membentuk kepribadian Islam bagi siswa, menguasai tsaqafah Islam, dan menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).


Dan di tengah pandemi yang semakin mengganas, maka nyawa generasi muda jangan sampai dipertaruhkan. Artinya, jika kondisi belum memungkinkan tatap muka, maka negara harus ambil peran bagaimana merevitalisasi dunia pendidikan dengan berbasis daring. Bukan justru berlepas tangan dan bergantung pada ketertiban siswa terhadap prokes, rapid test, atau vaksin yang diberikan. Ingat, dalam Islam satu nyawa lebih berharga dibandingkan seisi dunia.


Demikianlah solusi yang diberikan Islam untuk persoalan sekarang. Hanya saja, ini hanya akan mampu terealisasi dengan totalitas dengan penerapan hukum syara' secara kaffah. Hukum Syara' secara totalitas dan sempurna hanya bisa ditegakkan dalam Khilafah Islamiyyah. Wallahu'alam bish shawab []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Fani Ratu R Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Normalisasi Saudi-Israel, Perdamaian atau Penjajahan?
Next
Menyongsong Harapan Baru
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram