Watak pemerintahan yang berkiblat pada kapitalisme menyebabkan perlakuan istimewa kepada pada pengusaha. Nasib rakyat tidaklah sepenting nasib pengusaha. Pekerja hanyalah mesin penghasil uang tanpa mempedulikan bahwa pekerja juga manusia dan punya keluarga yang harus dinafkahi.
Oleh : NS. Rahayu (Pengamat Sosial)
NarasiPost.Com-Indonesia adalah negeri dengan julukan gemah ripah loh jinawi, artinya Indonesia diberikan kekayaan alam yang tak pernah berhenti hasilnya. Sudah seharusnya kita mensyukurinya dengan memiliki alam yang tidak dimiliki oleh negara lain.
Dengan kekayaan alamnya dan hasil yang diperoleh, sudah seharusnya dapat membuat sejahtera rakyat yang tinggal di negara Indonesia. Namun ternyata masih banyak pekerjaan rumah yang mesti dilakukan oleh negara, karena kondisi sebagian rakyat justru masih pontang-panting menghitung penghasilan yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Terlebih di saat pandemi covid-19 ini, yang membuat berantakan ekonomi mereka. Sehingga wajar saja ketika para buruh menuntut kenaikan UMK demi mempertahankan dapur keluarga.
Di negara yang kaya SDA, masih saja persoalan UMK menjadi masalah klasik bagi pemerintah. Jika dinaikkan, para pengusaha jelas protes, karena akan sangat memberatkan mereka. Namun jika tidak, pekerja jelas akan semakin merana menanggung beban kehidupan yang terus menghimpit, apalagi dalam situasi krisis akibat wabah.
Nasib Pekerja di Kuasai Pengusaha
Namun pada akhirnya keputusan tetap saja mengelimintir hak pekerja dengan ragam alasan. Keberpihakan pemerintah pada pengusaha sangat nampak dalam ragam kebijakan yang dikeluarkan, termasuk dalam hal upah. Tidak hanya pada kaum buruh di kota-kota besar, namun juga merambah ke wilayah daerah.
Seperti ditunjukkan Pemkab Ponorogo dengan memilih tidak menaikkan UMK dan berdalih agar hal ini tidak merugikan pengusaha.
Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) Ponorogo mengapreasi Dewan Pengupahan Ponorogo yang memutuskan tidak menaikkan Upah Minimum Kabupaten (UMK) tahun 2021. Sumeru Heru Prastowo mengatakan jika UMK dinaikkan, justru akan memberatkan bagi para pengusaha alasannya omzet pengusaha di tengah covid-19 ini turun hingga mencapai 50%. (Tribunnews.com, 14/11/20)
Berbeda dengan Pemkab Madiun yang nampak lebih pro pekerja yaitu memilih untuk menaikkan UMK sebesar 2%. Namun jika dihitung kenaikan hanya sebesar Rp 38.000. Apakah berarti berpihak pada rakyat khususnya para pekerja? Ternyata tidak juga. Namun hal ini lebih disebabkan sikap kompromi. Ini nampak dari UMK yang dirumuskan masih di bawah KHL (Kebutuhan Hidup Layak) .Dewan pengupahan dari Disnaker memiliki pertimbangan untuk dapat menjaga iklim investasi. Apalagi, jumlah pengangguran tercatat sebanyak 14.500 orang. (Idntimes.com, 25/11/20)
Lagi dan lagi pengusaha yang diistimewakan. Inilah sejatinya watak pemerintahan yang berkiblat pada kapitalisme. Nasib rakyat tidaklah sepenting nasib pengusaha. Pekerja hanyalah mesin penghasil uang tanpa mempedulikan bahwa pekerja juga manusia dan punya keluarga yang harus dinafkahi.
Islam Menyejahterakan Warga Negara
Dalam Islam, upah adalah hasil yang didapat dari setiap manfaat yang telah diberikan pekerja pada majikan/pihak pemberi upah. Besarannya disesuaikan dengan seberapa besar manfaat yang didapat. Bukan dari standar KHL (Kebutuhan Hidup Layak). Ini yang akan membuat para pekerja bersemangat untuk memberikan hasil terbaik. Majikan pun akhirnya dapat merasakan banyak manfaat. Sehingga sistem upah yang semacam ini menguntungkan keduanya.
Rasulullah SAW bersabda “
Apabila salah seorang di antara kalian mengontrak seorang pekerja, hendaknya ia memberitahu upahnya kepadanya”
(HR ad Daruquthni)
“Nabi SAW telah melarang mengontrak pekerja hingga upahnya menjadi jelas bagi pekerja tersebut.” (HR Ahmad)
Model pengupahan di atas, tidak pernah jadi persoalan dalam masalah ijarah (kontrak kerja). Karena adanya kejelasan aturan dalam tiap perbuatan. Karena sejatinya dalam sistem ekonomi Islam, baik pekerja maupun pengusaha, keduanya adalah bagian dari rakyat yang wajib dijamin terpenuhinya hak-haknya secara layak. Bukan berpihak pada salah satunya.
Uniknya sistem Islam yang dipimpin oleh khalifah juga nampak pada pengurusan pemenuhan kebutuhan seluruh rakyatnya. Antara lain penyediaan rumah layak huni yang terjangkau, kebutuhan energi yang sangat murah bahkan gratis, kesehatan dan pendidikan gratis, fasilitas umum yang tersedia memadai untuk seluruh warga negara dan lainnya, baik untuk muslim maupun non muslim.
Hal ini akan sangat berperan besar dalam kesejahteraan masyarakat umumnya dan para pekerja khususnya. Sekaligus juga dinikmati para pengusaha dalam menghemat pengeluaran yang cukup tinggi, yang selama ini telah terbebani dengan tarif TDL dan BBM yang terus merangkak naik. Sistem Islam mampu memberikan solusi tanpa merugikan atau menguntungkan disisi para pekerja dan pengusaha.
Wallahu’alam bi shawab.[]