Sistem zonasi pada awalnya diharapkan akan membawa perbaikan dalam berbagai persoalan bidang pendidikan. Namun, dalam tujuh tahun penerapannya justru membawa persoalan baru bahkan memperumit keadaan.
Oleh. Ni’mah Fadeli
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Indonesia baru saja berganti kepemimpinan. Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sebagai pemimpin terpilih berjanji akan membawa perubahan yang lebih baik. Kabinet Merah Putih pun telah bertugas. Rakyat tentu berharap akan benar-benar terjadi perbaikan, apalagi jumlah anggota kabinet merupakan yang terbanyak selama Indonesia berdiri. Semua bidang mulai dibenahi. Pendidikan menjadi bidang penting dalam kehidupan bernegara sehingga dalam kabinet ini dua menteri dikerahkan untuk mengurusnya.
Zonasi dalam Pendidikan Indonesia
Sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang telah berlangsung sejak tahun 2017 menjadi sorotan Gibran. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti telah diminta Gibran untuk menghapus sistem zonasi. Menurut Wakil Presiden sistem zonasi bertujuan baik, tetapi tidak semua wilayah cocok menerapkannya. Sistem zonasi yang mulai berlaku pada era Kementerian Muhadjir Effendy (2016-2019) ini pada awalnya bertujuan untuk mendekatkan siswa ke sekolah terdekat agar terjadi pemerataan populasi siswa dan tenaga pelajar. Pemborosan dalam biaya transportasi juga dapat dihindari. Sayangnya dalam pelaksanaan sistem zonasi tersebut, terjadi banyak persoalan sehingga pada 2019 Presiden Jokowi meminta diadakan evaluasi.
Namun, faktanya pada era Kementerian Nadiem Makariem (2019-2024) sistem zonasi masih tetap berlanjut. Banyaknya persoalan terkait ketidakseimbangan kuota penerimaan dengan jumlah calon siswa, isu kecurangan pindah domisili, atau menumpang Kartu Keluarga (KK) hingga tingkat pengetahuan siswa yang tidak merata tak menyurutkan langkah Nadiem untuk tetap setia dengan sistem zonasi ini.
Presiden Prabowo sendiri meminta Mendikdasmen Abdul Mu’ti untuk tidak terburu-buru dalam menentukan nasib sistem zonasi. Mu’ti pun telah menyusun panduan pelaksanaan sistem zonasi yang ditargetkan selesai pada Februari 2025. Meski sistem zonasi banyak menimbulkan persoalan, tetapi Mu’ti menegaskan bahwa sistem zonasi ini menjadikan batasan antara murid dari kalangan atas dan kalangan bawah dapat dihilangkan. (cnnindonesia.com, 23-11-2024)
Persoalan Klasik Pendidikan
Sistem zonasi pada awalnya diharapkan akan membawa perbaikan dalam berbagai persoalan bidang pendidikan. Namun, dalam tujuh tahun penerapannya justru membawa persoalan baru bahkan memperumit keadaan. Para menteri pun memiliki pemikiran tersendiri akan sistem zonasi ini. Apakah akan tetap dilanjutkan atau harus diakhiri? Hal ini menunjukkan permasalahan dalam bidang pendidikan tidaklah sederhana. Kurikulum terus berganti dan berbagai sistem yang diklaim dapat membawa perbaikan nyatanya belum menampakkan hasil.
Bagaimana dapat menampakkan hasil jika persoalan klasik dalam dunia pendidikan yaitu tidak meratanya fasilitas tidak kunjung dibenahi? Sekolah yang memiliki kelas luas dan nyaman dengan penyejuk udara, perpustakaan lengkap dengan wi-fi, laboratorium untuk semua mata pelajaran, lapangan olahraga yang luas, kantin yang bersih, disertai toilet yang sangat memadai ada banyak di negeri ini. Namun, tak sedikit pula sekolah yang masih berlantai tanah dan beratap bocor parah sehingga harus libur ketika hujan tiba. Jangankan perpustakaan, buku dan alat tulis pun tak semua siswa memilikinya.
Dalam hal kurikulum pun terdapat masalah. Kurikulum seolah hanya menjadikan siswa sekadar memperoleh ijazah yang hendak dipakai untuk melamar kerja. Siswa hanya berpikir sekolah untuk mencari uang dan berhenti sekolah ketika uang sudah di tangan.
Pendidik pun mengalami berbagai kesulitan dalam melakukan amanahnya. Gaji kecil menyebabkan pendidik harus menambah penghasilan dengan berbagai macam cara sehingga tidak maksimal dalam mentransfer ilmu kepada para siswa. Memang sangatlah lengkap permasalahan dalam dunia pendidikan kita.
Baca: Kecurangan dalam Zonasi Pendidikan
Sistem Salah
Ketika ditelusuri, sesungguhnya pangkal masalah dalam dunia pendidikan ini adalah akibat diterapkannya sistem pendidikan sekuler kapitalisme. Sistem pendidikan saat ini memisahkan agama dalam kehidupan dan berorientasi mencari keuntungan sehingga terjadilah pengabaian kepada rakyat. Terjadinya suap menyuap dalam pendidikan adalah hal biasa. Negara tak maksimal menyediakan fasilitas untuk rakyat. Kesempatan lebar diberikan pada pihak swasta yang berlomba memberi kualitas pendidikan yang lebih baik. Tentu dengan biaya yang tak murah sehingga hanya dapat dijangkau kalangan tertentu saja.
Pemikiran dan Kepribadian Islam
Pendidikan menjadi salah satu kebutuhan dasar yang harus disediakan negara untuk rakyatnya, begitulah Islam memberi aturan. Tak ada tebang pilih, semua rakyat berhak mendapat pendidikan yang sama rata.
Negara berkewajiban menyediakan fasilitas terbaik. Tanpa memandang tempat, baik di kota besar maupun di pelosok desa. Tanpa biaya mahal bahkan gratis semua dapat menikmati pendidikan berkualitas. Sistem pendidikan Islam bertujuan untuk melahirkan generasi dengan pemikiran dan kepribadian Islam. Kurikulum tidak mencetak generasi yang haus materi sehingga ilmu yang didapat akan dimanfaatkan secara langsung dan disebarkan sebagai amal jariah.
Tenaga pendidik juga harus memiliki kepribadian Islam. Gaji pengajar pun sangat mencukupi sehingga dapat fokus mendidik dan mengajar tanpa perlu mencari pemasukan tambahan. Berbagai fasilitas disediakan demi kemudahan para pengajar dalam mentransfer ilmu.
Segala kisruh yang selama ini terjadi dalam dunia pendidikan akan dapat diatasi. Hal ini karena Islam tidak pernah menjadikan keuntungan dunia sebagai tujuan. Para pemimpin hanya mengambil keputusan berdasarkan syariat Islam. Rasa takut pada Allah menjadikan segala kebijakan yang diambil minim kezaliman. Firman Allah :
يَوْمَ نَدْعُوْا كُلَّ اُنَا سٍ بِۢاِمَا مِهِمْ ۚ فَمَنْ اُوْتِيَ كِتٰبَهٗ بِيَمِيْنِهٖ فَاُ ولٰٓئِكَ يَقْرَءُوْنَ كِتٰبَهُمْ وَلَا يُظْلَمُوْنَ فَتِيْلًا
"(Ingatlah), pada hari (ketika) Kami panggil setiap umat dengan pemimpinnya; dan barang siapa diberikan catatan amalnya di tangan kanannya mereka akan membaca catatannya (dengan baik), dan mereka tidak akan dirugikan dizalimi sedikit pun." (QS. Al-Isra' : 71)
Khatimah
Baik pemimpin maupun rakyat yang memiliki kepribadian Islam di dalam naungan sistem Islam akan senantiasa berlomba melakukan kebaikan, saling beramar makruf nahi mungkar dan hanya menjadikan rida Allah sebagai tujuan kehidupan bukan keuntungan materi seperti sistem sekuler kapitalis yang sedang menaungi dunia saat ini.
Wallahu a’lam bishawab. []
Negara ini srlalu bermain pada tataran permukaan yang menghasilkan gonta-ganti kebijakan. Akar persoalan tidak tersentuh dan memang sengaja dibiarkan karena akan bersentuhan dengan kepentingan penguasa dan pwngusaha.