Perubahan Skema Subsidi Energi, Benarkah Jadi Solusi?

Perubahan Skema

Perubahan skema subsidi energi biasanya dilakukan dengan pengurangan subsidi. Subsidi dalam sistem kapitalisme dianggap sebagai campur tangan negara yang mengancam e pasar sehingga mengurangi keuntungan para pemilik modal.

Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Setelah dilantik beberapa waktu yang lalu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia pun membuat gebrakan. Menteri dari partai berlambang pohon beringin itu tengah menggodok skema subsidi listrik, BBM, serta LPG 3 kg. Ia juga mengkaji kemungkinan dilakukannya perubahan skema subsidi energi tersebut menjadi bantuan langsung tunai (BLT). (liputan6.com, 02-11-2024)

Bahlil mengatakan bahwa ia akan meramu skema subsidi energi untuk BBM dan listrik terlebih dahulu. Sementara itu, skema subsidi energi untuk LPG 3 kg tidak akan buru-buru diubah. Alasannya, LPG 3 kg banyak digunakan oleh UMKM serta ibu rumah tangga.

Mengapa perubahan skema subsidi itu harus dilakukan? Bagaimana kedudukan subsidi dalam sistem kapitalisme yang diterapkan di dunia saat ini? Bagaimana pula pandangan Islam tentang subsidi?

Alasan Perubahan Skema Subsidi

Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Burhanuddin Abdullah menjelaskan bahwa pemerintah telah merancang Anggaran Belanja Negara (APBN) 2025, yaitu sebesar Rp3.621 triliun. Namun, sebagian besar anggaran tersebut akan digunakan untuk membayar utang serta kewajiban lainnya. Anggaran tersebut juga akan digunakan untuk mendanai program-program pemerintah yang baru. Itulah sebabnya, perlu dilakukan penghematan anggaran.

Untuk itu, Kementerian Keuangan dan Badan Anggaran (Banggar) DPR pun bersepakat menurunkan anggaran subsidi energi sebesar Rp1,1 triliun. Pada 2023, anggaran subsidi energi mencapai Rp204,5 triliun. Setelah dikurangi, anggaran tersebut menjadi Rp203,4 triliun pada 2024. Anggaran ini dibagi untuk subsidi BBM sebesar Rp26,7 triliun, LPG 3 kg sebesar Rp87,0 triliun, serta listrik sebesar Rp89,7 triliun.

Diturunkannya anggaran subsidi energi ini karena subsidi itu dianggap salah sasaran. Menurut Bahlil, sekitar 20–30 persen dari total subsidi energi pada 2024 berpotensi tidak tepat sasaran. Artinya, dari anggaran subsidi energi sebesar Rp435 triliun, ada Rp100 triliun dimanfaatkan oleh mereka yang tidak berhak. Subsidi yang tidak tepat sasaran ini terutama terjadi pada subsidi listrik dan BBM. (liputan6.com, 03-11-2024)

Oleh karena itu, perlu dilakukan perubahan skema subsidi energi untuk menghemat anggaran. Jika hal ini dilakukan, negara dapat menghemat hingga Rp200 triliun. Selain itu, dengan skema baru tersebut, subsidi dapat diberikan kepada mereka yang memang layak menerimanya.

Efek Domino Perubahan Skema Subsidi

Selama ini, subsidi energi yang diberikan kepada masyarakat berupa subsidi terbuka atau subsidi komoditas. Melalui subsidi jenis ini, pemerintah memberi subsidi untuk harga BBM, listrik, serta LPG. Adapun BLT merupakan subsidi tertutup, yakni subsidi yang diberikan langsung kepada penerima manfaat.

Kementerian ESDM pun menyambut positif rencana pemerintah tersebut. Namun, Center of Economic and Law Studies (Celios) meminta pemerintah untuk mencermati rencana tersebut. Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan bahwa perubahan skema subsidi memang dapat mengurangi impor serta memaksa masyarakat untuk menggunakan transportasi umum.

Sayangnya, pengurangan subsidi BBM dan listrik dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya inflasi. Terjadinya inflasi ditandai dengan naiknya harga barang dan jasa secara terus-menerus dan terjadi pada semua komoditas. Hal ini terjadi karena menurunnya permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa.

Meskipun ada kekhawatiran akan terjadi inflasi akibat kebijakan ini, Penasihat Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro bersikap sebaliknya. Bambang tetap optimis tidak akan terjadi inflasi. Menurut Bambang, BLT yang diberikan kepada rakyat miskin dapat mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Bambang lupa bahwa tidak semua pengguna BBM dan listrik bersubsidi di negara ini dikategorikan sebagai masyarakat miskin. Kelompok masyarakat inilah yang tidak akan mendapatkan bantuan. Mereka adalah kelompok masyarakat yang secara ekonomi berada di atas kelas masyarakat miskin, yaitu vulnerable class (masyarakat rentan) serta aspiring middle class (calon kelas menengah).

Selain itu, dicabutnya subsidi energi akan diikuti oleh naiknya harga energi yang berdampak pada biaya produksi serta transportasi. Harga barang dan jasa akan mengalami kenaikan. Bantuan tunai yang mereka terima pada akhirnya tidak dapat mengimbangi kenaikan harga barang dan jasa.

Sementara itu, masyarakat yang tergolong dalam vulnerable class dan aspiring middle class akan merasakan peningkatan beban ekonomi yang besar. Dana yang biasanya mereka pakai untuk keperluan lain akan tersedot untuk memenuhi kebutuhan pokok serta transportasi. Pendapatan mereka yang tidak naik tidak mampu mengimbangi kenaikan harga barang dan jasa.

Yang mengejutkan, kelompok aspiring middle class ini ternyata menjadi kelompok terbesar. Jumlah mereka mencapai hampir 50% populasi penduduk Indonesia atau sekitar 137,5 juta jiwa. Kelompok inilah yang rentan menjadi masyarakat miskin jika subsidi BBM hanya diberikan kepada masyarakat miskin.

Inilah efek domino dari dicabutnya subsidi energi bagi masyarakat. Kenaikan harga BBM dan listrik akan diikuti oleh naiknya biaya produksi serta transportasi serta naiknya harga barang dan jasa. Akibatnya, daya beli masyarakat akan berkurang. Masyarakat miskin akan makin terpuruk, sedangkan masyarakat rawan akan jatuh dalam kemiskinan. Pada akhirnya, kebijakan ini akan menaikkan angka kemiskinan.

Untuk mencegah kelompok rawan jatuh ke dalam kemiskinan, Bhima Yudhistira menyarankan agar anggaran untuk BLT setara dengan anggaran subsidi yang dikurangi. Jika anggaran subsidi yang dikurangi mencapai 30%, anggaran untuk BLT harus 30% juga. Selain itu, pemerintah juga harus memperbanyak armada transportasi umum serta menurunkan tarifnya. (bisnis.com, 30-09-2024)

Sayangnya, hal ini sulit dilakukan karena anggaran subsidi energi dikurangi untuk mendanai program-program yang lain. Pemerintah tampaknya juga mengalami kesulitan dalam mencari sumber dana yang lain. Hal itu karena pemerintah masih berpatokan pada sistem ekonomi kapitalisme yang mengandalkan pajak dan utang sebagai pendapatan utama negara.

Subsidi dalam Sistem Kapitalisme

Dunia saat ini tengah dikuasai oleh ideologi kapitalisme. Ideologi ini memiliki beberapa aliran. Aliran kapitalisme yang diterapkan di dunia saat ini adalah neoliberalisme yang mendukung pasar bebas, pembatasan peran negara, serta individualisme. Neoliberalisme memandang intervensi pemerintah sebagai ancaman paling serius bagi mekanisme pasar. Oleh karena itu, layanan publik yang diberikan oleh pemerintah harus mengikuti mekanisme pasar. Pemerintah harus menggunakan prinsip untung dan rugi saat memberikan layanan publik karena hal ini termasuk bisnis.

https://narasipost.com/opini/09/2022/harga-bbm-subsidi-naik-hingga-problem-subsidi-tak-tepat-sasaran/

Berdasarkan prinsip ini, penyelenggaraan layanan publik yang masih memberikan subsidi kepada masyarakat dianggap sebagai bentuk pemborosan. Prinsip ini pun diterapkan secara paksa ke negara-negara yang mendapat pinjaman dari lembaga keuangan dunia, seperti IMF dan Bank Dunia. Negara-negara itu kemudian berupaya untuk mencabut subsidi sedikit demi sedikit dengan alasan membebani negara.

Kebijakan mengurangi subsidi, termasuk subsidi energi juga telah lama dijalankan di negeri ini. Hal ini secara tidak langsung menjelaskan bahwa pemerintah negeri ini telah menerapkan prinsip neoliberalisme. Prinsip yang harus dijalankan akibat terjerat utang untuk membiayai pembangunan.

Utang ribawi dari lembaga keuangan dunia serta negara-negara maju itu memang digunakan untuk menyebarkan ideologi kapitalisme. Utang ribawi itu membuat negara debitur tak berkutik sehingga harus melaksanakan perjanjian yang telah mereka sepakati. Akibatnya, mereka tidak mampu mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyat, padahal mereka diangkat oleh rakyat untuk melakukan hal itu.

Mereka seolah lupa dengan janji-janji yang mereka ucapkan saat kampanye. Mereka mungkin lupa bahwa janji itu akan dimintai pertanggungjawaban sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Isra [17]: 34.

وَاَوْفُوْا بِالْعَهْدِ إنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْؤُوْلًا

Artinya: “Dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu akan dimintai pertanggungjawaban.”

Subsidi dalam Sistem Islam

Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam justru mewajibkan negara untuk turut campur dalam urusan rakyat karena negara adalah pemelihara urusan rakyat. Oleh karena itu, Islam memiliki berbagai mekanisme yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Negara juga tidak akan melakukan diskriminasi dalam memberikan pelayanan kepada rakyat.

Itulah sebabnya, Islam membolehkan pemberian subsidi kepada rakyat karena hal ini merupakan salah satu cara untuk memberikan harta milik negara kepada rakyat. Subsidi ini dapat diberikan kepada siapa saja yang membutuhkan. Seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab ketika memberikan bantuan kepada para petani di Irak agar mereka dapat mengolah lahan mereka.

Berdasarkan hal ini, subsidi dapat diberikan kepada rakyat yang menjadi produsen maupun konsumen. Pemberian subsidi kedelai ke pembuat tahu dan tempe atau subsidi pupuk dan benih ke petani termasuk subsidi kepada produsen. Sementara itu, subsidi untuk konsumen bisa berupa subsidi sembako, seperti minyak goreng, beras, dan sebagainya.

Subsidi juga dapat diberikan di sektor energi, seperti BBM dan listrik. Sebenarnya, BBM dan listrik termasuk harta milik umum yang menjadi hak semua rakyat. Oleh karena itu, BBM dan listrik dikelola oleh negara. Negara dapat memberikannya kepada rakyat secara gratis atau menjualnya dengan harga sesuai ongkos produksi. Negara juga dapat memberikan kepada rakyat dalam bentuk uang tunai dari keuntungan penjualannya.

Subsidi diberikan kepada setiap warga negara tanpa membedakan jenis kelamin, agama, maupun kondisi sosial ekonomi. Dengan demikian, mereka yang kaya juga boleh menikmati subsidi. Oleh karena itu, dalam sistem Islam tidak ada istilah subsidi salah sasaran karena semua rakyat berhak mendapatkannya.

Khusus untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan keamanan, Islam telah mewajibkan negara untuk menyelenggarakan pelayanan ketiga sektor tersebut secara cuma-cuma. Dengan demikian, pemberian subsidi di ketiga sektor ini wajib dilakukan oleh negara. Subsidi juga wajib diberikan saat terjadi kesenjangan ekonomi yang lebar antara orang-orang kaya dengan orang-orang miskin. Hal ini pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. yang membagikan fai Bani Nadhir hanya kepada kaum muhajirin untuk mengurangi kesenjangan ekonomi antara kaum muhajirin dan ansar.

Khatimah

Perubahan skema subsidi BBM dan listrik menjadi BLT menunjukkan adanya upaya untuk mengurangi subsidi. Pengurangan subsidi dilakukan karena subsidi dianggap sebagai campur tangan negara yang akan mengancam mekanisme pasar sehingga dapat mengurangi keuntungan para pemilik modal. Hal ini tidak mengherankan karena kapitalisme hanya mementingkan keuntungan para pemilik modal, bukan kepentingan rakyat kecil. Wallaahu a’lam bi ash-shawaab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Mariyah Zawawi Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Zakat dan Wakaf Jadi Solusi Perekonomian, Tepatkah?
Next
AS dan Rusia Memanas, Akankah Perang Terjadi?
5 2 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

12 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Deena
Deena
11 days ago

Intinya, subsidi mau dikurang2i, kalau bisa dicabut semuanya..
Inilah kapitalisme neoliberal

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Deena
9 days ago

Betul Mbak, hanya diperhalus bahasanya.

Firda Umayah
Firda Umayah
12 days ago

Barakallah untuk mbak Mariyah

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Firda Umayah
9 days ago

Aamiin yaa rabbal 'aalamiin.
Wabaarakallaah fiik, Mbak

Firda Umayah
Firda Umayah
12 days ago

Lagi-lagi rakyat yang menanggung deritanya. Masih ada subsidi saja, rakyat sudah susah. Apalagi tanpa subsidi.

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Firda Umayah
9 days ago

Iya, karena kepentingan rakyat bukan yang utama

Nita Savitri
Nita Savitri
12 days ago

Hanya dalam aturan Islam kaffah, para pejabat bisa amanah dan pengaturan rakyat bukan berdasar untung-rugi.

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Nita Savitri
9 days ago

Betul, Mbak

Arum Indah
Arum Indah
12 days ago

Subsidi dipangkas, pajak dinaikkan.. beban rakyat makin bertambah....
Benarlah firman Allah, saat berpaling dr hukumnya, maka kehidupan yang sempit akan dirasakan...

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Arum Indah
9 days ago

Betul, Mbak

Yuli Sambas
Yuli Sambas
13 days ago

Opini Mbak Qib selalu keren. Barakallah Mbak

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Yuli Sambas
9 days ago

Aamiin yaa rabbal 'aalamiin

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram