Lapor Mas Wapres merupakan saluran bagi rakyat untuk menyampaikan aduan kepada negara. Namun, rakyat tidak hanya butuh menyampaikan aduan. Yang lebih penting adalah solusi atas sengkarut persoalan negeri ini.
Oleh. Ragil Rahayu, S.E.
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Lapor Mas Wapres, itulah nama layanan yang baru saja digulirkan oleh Wapres Gibran Rakabuming Raka. Ini adalah layanan pengaduan dari rakyat kepada wapres secara langsung. Masyarakat bisa datang langsung ke Istana Wapres di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat pada pukul 08.00—14.00 untuk menyampaikan uneg-unegnya. Selain melalui temu luring, aduan juga bisa disampaikan secara daring melalui nomor WhatsApp yang tertera di poster yang diunggah di akun medsos Gibran (Detik.com, 10-8-2024).
Meski bernama Lapor Mas Wapres, tidak berarti Gibran akan stand by menerima aduan masyarakat di kantornya. Yang menerima aduan adalah para staf Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres). Setelah aduan diterima, mereka akan memprosesnya dengan cara berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga terkait. Selanjutnya masyarakat bisa memantau tindak lanjut pengaduan yang melalui nomor WhatsApp yang disediakan panitia atau website Setwapreslapor.go.id.
Ini bukan pertama kalinya Gibran membuka saluran aduan langsung untuk publik. Sebelumnya, ia pernah membuka saluran Lapor Mas Wali ketika menjabat Wali Kota Solo. Apakah layanan pengaduan Lapor Mas Wapres akan efektif menyelesaikan masalah di masyarakat?
Pujian dan Kritikan terhadap Lapor Mas Wapres
Pengamat Politik Karyono Wibowo menyebut program Lapor Mas Wapres ini sebagai sebuah terobosan yang mencuri perhatian publik. Namun, menurutnya, jika program ini tidak memberi solusi bagi persoalan yang warga hadapi, berarti gimik semata. Ia menambahkan, jika program ini sekadar menampung laporan, tentu tidak akan solutif.
Sementara itu, Pengamat Politik Asrinaldi menilai program Lapor Mas Wapres merupakan upaya Gibran untuk membentuk citra positif karena selama ini ia dianggap tidak layak menjadi Wapres. Pengamat politik Arifki Chaniago pun menyampaikan ada kemungkinan Gibran ingin membentuk citra dekat dengan masyarakat lewat program Lapor Mas Wapres. Ia hendak mengikuti jejak Jokowi yang membentuk citra dekat dengan rakyat kecil.
Selain kental dengan aroma gimik dan pencitraan, pengamat politik Karyono Wibowo menilai program ini sulit untuk ditindaklanjuti. Untuk bisa menindaklanjuti laporan warga, Gibran harus berkoordinasi dengan semua kementerian, kepala daerah, bahkan dengan Prabowo selaku presiden. Dengan sangat banyaknya aduan masyarakat terhadap Lapor Mas Wapres, akan sulit untuk berkoordinasi dengan semua pihak terkait. Apalagi persoalan warga kerap kali kompleks sehingga terkait dengan beberapa lembaga. Ini memungkinkan terjadinya tumpang tindih antarkementerian.
Kritikan terhadap program Lapor Mas Wapres juga disampaikan oleh media asing. Mereka mempertanyakan program ini apakah akan membantu rakyat atau justru aneh. Warganet juga mengomentari program ini. Mereka menilai seharusnya Gibran membuat kebijakan yang lebih strategis dan bernuansa nasional daripada program yang bersifat taktis. Urusan mikro seharusnya sudah ada yang mengurusi, tidak menjadi program wapres (CNNIndonesia.com, 14-11-2014).
Saluran Pengaduan, Seharusnya Berjenjang
Langkah yang dilakukan Gibran dengan membuka saluran pengaduan merupakan hal yang biasa dalam pemerintahan. Setiap pemerintahan harus terbuka terhadap aduan berupa kritik, saran, dan masukan dari rakyat. Pemerintahan yang menutup diri dari pengaduan masyarakat merupakan pemerintahan yang otoriter.
Namun, seharusnya pengaduan kepada penguasa tidak berpusat pada satu saluran tertentu karena berpotensi terjadi penumpukan aduan sehingga tidak segera teratasi. Dengan banyaknya masalah di masyarakat, jumlah aduan pasti akan sangat banyak. Seharusnya, saluran aduan dibuat berjenjang berdasarkan jenis permasalahan, mulai dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga negara. Ini merupakan bentuk ideal penyampaian aduan karena bersifat sistemis, yakni melekat pada struktur pemerintahan yang sudah ada. Jika sistem ini berfungsi dengan baik, masyarakat di penjuru negeri tidak perlu jauh-jauh ke Jakarta untuk sekadar menyampaikan aduan.
Jika selama ini masyarakat sulit menyampaikan aduan secara berjenjang atau petugas yang ada tidak responsif, ini menunjukkan bahwa sistem tidak berjalan. Pemerintah seharusnya melakukan evaluasi penyebab macetnya saluran aduan yang ada, lalu mereaktivasi saluran aduan tersebut, bukan justru membuat saluran aduan yang terpusat. Dengan demikian, ke depannya aduan masyarakat bisa diselesaikan secara berjenjang, tidak menumpuk di Istana Wapres.
Aduan Butuh Solusi yang Efektif dan Sistemis
Sejatinya, persoalan yang ada di tengah masyarakat sangat banyak, menumpuk butuh penyelesaian, dan multiaspek. Di aspek pemerintahan, korupsi masih menjadi persoalan utama yang menggurita. Di aspek ekonomi, saat ini harga-harga barang meroket, banyak terjadi PHK, dan gempuran impor menyulitkan industri dalam negeri. Rakyat tercekik dengan aneka pajak dan pungutan lain oleh negara. Di sisi lain, kekayaan alam negeri ini habis dikuasai swasta sehingga rakyat tidak mendapatkan apa-apa kecuali kerusakan alam dan hilangnya ruang hidup. Persoalan hukum juga sangat banyak, mulai dari hukum yang tebang pilih, tidak terwujudnya keadilan, mafia kasus, hingga lapas yang over kapasitas.
Di aspek pendidikan, kualitas lulusan kita rendah dan kurang berdaya saing, padahal biaya pendidikan makin mahal. Selain itu, marak terjadi perundungan, kekerasan, tawuran, pergaulan bebas, dan aborsi di kalangan pemuda. Peredaran miras dan narkoba juga merajalela sehingga menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Dunia digital juga membawa persoalan besar bagi masyarakat. Ini tampak pada maraknya judol, pinjol, pornografi, dan kejahatan lainnya yang berbasis digital. Kriminalitas marak hingga nyawa manusia seolah tidak ada harganya.
Dengan berbagai karut-marut persoalan tersebut, tampak bahwa persoalan yang dihadapi rakyat bersifat sistemis, yaitu sebagai akibat penerapan sistem sekuler kapitalisme. Oleh karenanya, tentu tidak ada habis-habisnya jika berbagai persoalan tersebut diadukan. Masalahnya, setelah mengadu, apakah rakyat mendapatkan solusi? Jangan sampai pemerintah memberi harapan palsu pada rakyat. Pemerintah seolah-olah mendengarkan keresahan rakyat melalui saluran aduan, tetapi selanjutnya tidak ada solusi yang efektif dan sistemis.
Hal ini karena pemerintah dalam sistem sekuler kapitalisme memosisikan dirinya sebagai regulator. Maksudnya, negara merasa cukup menyelesaikan masalah rakyat dengan memberikan arahan-arahan melalui regulasi yang dibuatnya. Pemerintah tidak turun tangan langsung mengurusi urusan rakyat, tetapi malah menyerahkan urusan rakyat pada swasta yang tentu saja mengejar cuan dalam pelayanannya.
Pemerintah tidak memastikan kebutuhan pokok rakyat terpenuhi dengan baik. Pemerintah justru sibuk mengejar keuntungan pribadi, keluarga, dan kroninya. Sedangkan urusan rakyat diabaikan. Jika sikap pemerintah masih ala kapitalisme, karut-marut persoalan yang dihadapi rakyat tidak akan terselesaikan. Ini sungguh berbeda dengan sikap penguasa dalam sistem Islam.
Penguasa dalam Sistem Islam Mengurusi Rakyat
Sistem Islam memosisikan penguasa sebagai pengurus rakyat, seperti penggembala yang mengurusi gembalaannya. Rasulullah saw. bersabda,
“Imam (penguasa) adalah ra’in (pengurus/penggembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR.Bukhari).
Berdasarkan hadis ini, penguasa bertanggung jawab terhadap masing-masing individu rakyatnya. Jika ada satu saja rakyatnya yang tidak terpenuhi kebutuhan pokoknya, penguasa harus bertanggung jawab di dunia dan akhirat.
Gambaran dari penguasa sebagai ra'in tampak dalam perkataan Khalifah Umar bin Khattab, ''Kalau negara makmur, biar saya yang terakhir menikmatinya. Namun, kalau negara dalam kesulitan, biar saya yang pertama kali merasakannya.'' (Ahmad Shalaby, Masyarakat Islam).
Demikianlah gambaran sosok pemimpin yang seharusnya. Ia lebih mementingkan urusan rakyat daripada urusan pribadinya, bukan sebaliknya.
Tidak heran, para khalifah pada masa peradaban Islam selalu mengurusi rakyatnya dengan baik hingga masyarakat hidup makmur sejahtera secara merata. Bahkan, Khilafah menjadi adidaya dunia sehingga semua negara hormat padanya. Rahasia kegemilangan yang Khilafah raih adalah penerapan Islam kaffah di dalam negeri dan seruan dakwah serta jihad di luar negeri.
Khilafah Menerima Aduan dan Melakukan Perbaikan
Meski sudah mampu menyejahterakan rakyatnya, Khilafah tidak menjadi negara yang otoriter. Khilafah membuka pintu seluas-luasnya bagi rakyat untuk mengoreksi penguasa. Aktivitas ini disebut muhasabah lil hukam.
Islam mewajibkan aktivitas muhasabah. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw.,
“Siapa saja dari kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, hendaklah dengan lisannya. Jika ia tidak mampu, hendaklah dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim).
Penguasa dan pegawai dalam Khilafah tidak maksum. Mereka adalah manusia yang bisa salah dan lupa. Oleh karenanya, rakyat wajib memuhasabahi penguasa dan pegawai negara jika mereka berbuat hal yang menyalahi syariat. Selanjutnya khalifah dan pegawainya akan melakukan perbaikan berdasarkan syariat Islam. Setiap aduan akan ditindaklanjuti dengan langkah nyata yang mewujudkan solusi, bukan hanya ditampung tanpa solusi.
Saluran Aduan (Muhasabah) dalam Khilafah
Rakyat Khilafah bisa mengoreksi penguasa dan pegawai Khilafah secara langsung ketika mereka bertugas. Ini sebagaimana kisah seorang perempuan yang mengoreksi kebijakan Umar bin Khattab terkait pembatasan mahar.
Rakyat juga bisa menyampaikan muhasabah melalui wakil rakyat di tingkat wilayah yang tergabung dalam majelis wilayah. Rakyat juga bisa menyampaikan muhasabah pada wakil rakyat di tingkat pusat yang duduk di lembaga majelis umat. Ini sebagaimana kisah rakyat wilayah Himsh yang mengirim wakilnya ke pusat untuk mengadukan Gubernur Said bin Amr Al-Jamhi karena sulit ditemui pada pagi dan malam hari.
Baca juga: Ketika Sejahtera Tak Sekadar Ilusi
Rakyat juga bisa langsung menemui khalifah di ibu kota jika gubernurnya tidak responsif. Ini sebagaimana yang dilakukan seorang Yahudi rakyat Mesir yang mengadukan Gubernur Amr bin Ash karena hendak menggusur rumahnya untuk pembangunan masjid. Saat itu Khalifah Umar bin Khattab segera memperingatkan sang gubernur untuk berbuat adil. Jika tidak, khalifah akan menghukumnya.
Selain itu, rakyat juga bisa mengadukan pelanggaran yang dilakukan penguasa maupun pegawai Khilafah melalui pengadilan yang disebut Mahkamah Madzalim dan dipimpin seorang qadhi madzalim dan sekaligus qadhi qudhat (kepala para qadhi). Qadhi madzalim akan melakukan sidang dengan menghadirkan saksi dan bukti hingga bisa mewujudkan keadilan bagi rakyat.
Para penguasa dan pegawai Khilafah bersikap responsif terhadap muhasabah yang rakyat sampaikan. Mereka segera mengoreksi kebijakan yang salah. Dengan demikian, persoalan tidak berlarut-larut dan menumpuk sehingga sulit diselesaikan. Rakyat mendapatkan solusi yang efektif dan kebutuhan mereka terpenuhi.
Khatimah
Lapor Mas Wapres merupakan sebuah saluran bagi rakyat untuk menyampaikan aduan kepada negara. Namun, rakyat tidak hanya butuh menyampaikan aduan. Yang lebih penting adalah solusi atas sengkarut persoalan negeri ini. Jangan sampai aduan hanya diterima, tetapi minim solusi. Khilafah mewujudkan solusi hakiki atas persoalan rakyat hari ini, sekaligus membuka pintu selebar-lebarnya bagi muhasabah dari rakyat. Dengan demikian akan terwujud kehidupan yang sejahtera secara merata karena kebutuhan masyarakat dipenuhi oleh negara. Wallahualam bissawab. []
Saya klik link di atas, tapi tidak bisa terbuka. Sinuk mungkin ya? Saking banyak aduan. Betul, mba Ragil. Jka rakyat mengeluhkan semua persoapan ke pusat, artinya sistem tidak bekerja. Ya gimana, pejabat dari atas sampai bawah, hanya berpikir tentang dirinya sendiri.
Aduan masyarakat gak akan di ladeni dalam sistem kapitalisme, luar biasa cara Islam yang punya solusi, bukan hanya menerima aduan..
Barakallah mba..keren tulisannya
Lapor Mas Wapres hanya memberikan harapan tanpa penyelesaian ketika masih bernaung di sistem kufur. Berbeda sekali dengan sistem Islam yang mengedepankan kesejahteraan rakyat di masa Kekhilafahan Islam. Barakallah mba@Ragil
Program Lapor Mas Wapres tanpa ada perubahan sistem hanyalah sia-sia belaka sebab permasalahan umat hari ini bersumber dr penerapan sistem kapitalisme
Masya Allah, penguasa dalam sistem Islam benar-benar menjadi pelindung rakyat. Baarakallaah fiik, Mbak Ragil.
Ma syaa Allah Tabarakallah
Keren banget mbaa tulisannya