Kode Pos, Era Digital, dan Islam

Kode pos era digital dan Islam-2

Rasulullah menggunakan layanan pos sebagai wasilah dakwah menyebarkan Islam. Pada masa khalifah setelahnya, layanan pos makin berkembang guna melaksanakan amanah kepemimpinan negara.

Oleh. Nilma Fitri S.Si.
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com“Silakan diperiksa kembali kecamatan dan kode pos alamat pengirimannya.” Kalimat ini kerap diutarakan oleh petugas pos kepada pengirim paket atau surat. Petugas pos memastikan agar surat atau paket akan sampai ke alamat tujuan dengan benar. Apalagi jika terdapat nama jalan yang sama di satu kota tujuan, paket tidak akan kesasar salah alamat.

Begitu bermanfaatnya kode pos ini. Penggunaannya pun bukan hanya di bidang pos saja, tetapi meluas dalam proses transaksi hingga pemetaan wilayah Indonesia. Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan kode pos? Pernahkah terlintas bagaimana kode pos ini muncul? Siapakah yang membuatnya?

Kode Pos Dunia

Kode pos diprakarsai pertama kali pada 1857 di London. Namun sejarah mencatat, sistem kode pos pertama digunakan pada 1932 di Ukraina. Selanjutnya diterapkan di Jerman pada 1941 dan Amerika serikat mulai menerapkan kode posnya yang bernama Zoning Improvement Plan (ZIP) pada 1963. Setelahnya, penggunaan kode pos mulai tersebar ke berbagai negara lain.

Percaya atau tidak, pada faktanya masih ada negara di dunia tidak menggunakan kode pos. Negara tersebut, antara lain: Hongkong, Bolivia, angola, Bahama, Nauru, dan Tuvalu

Di Indonesia, Berawal dari Kantor Pos

Pada 1602, saat VOC berkuasa di Hindia Belanda (nama Indonesia dahulu), layanan pos mulai digunakan. Stadsherbrg (Gedung Penginapan Kota) adalah tempat yang digunakan untuk meletakkan surat-surat atau paket pos secara sembarangan.

Pada 1746, Gubernur Jenderal VOC Gustaaf Willem Baron van Imhoff mendirikan kantor pos pertama di Indonesia agar surat dan paket pos yang dikirim menjadi lebih aman. Sebelumnya, pemerintah Hindia Belanda membuat lembaga Post, Telegraaf, en Telefoondienst (PTT) pada 1880-an.

Akan tetapi, mulai diambil alih oleh pemerintah Indonesia di era kemerdekaan dan mengubahnya menjadi Jawatan Pos, Telegraf, dan Telepon. Selanjutnya, pemerintah memisahkan bisnis telekomunikasi dan mengubah jawatan ini menjadi Perusahaan Negara (PN) Pos dan Giro pada 1960-an.

Demi meningkatkan pelayanan pos, Kepala Bangunan dan Kendaraan Pos seluruh Indonesia, kala itu dijabat oleh Marsoedi Mohamad Paham mendesain seluruh gedung pos di Indonesia dan mencetuskan ide pos keliling serta mendesain mobil Volkswagen Combi agar masyarakat pelosok yang tidak mampu menjangkau kantor pos dapat menggunakan jasa layanan pos.

Di samping itu, Marsoedi melihat kesulitan yang dialami para petugas pos saat menyortir surat dan berinisiatif membuat kode pos. Kode pos ini mulai dipakai pada 7 September 1982 hanya di Perum Pos dan Giro, hingga pada akhirnya digunakan secara nasional pada 1 Agustus 1985.

Arti Digit Kode Pos

Kode Pos Marsoedi terdiri dari lima digit angka yang mempunyai makna masing-masing. Angka pertama merupakan kode provinsi atau gabungan provinsi yang terdiri dari 9 angka pembeda. Bermula dari angka 1 sebagai kode wilayah Jabodetabek dan secara berurut ke wilayah Timur Indonesia hingga Papua Barat dengan kode angka 9.

Selanjutnya, angka kode pos di urutan kedua dan ketiga menunjukkan wilayah kota atau kabupaten. Angka kode pos di urutan keempat dan kelima adalah kecamatan dan kelurahan atau desa. Semua urutan angka kode pos ini harus ditulis dengan benar agar tidak salah identifikasi.

Kode Pos dan Era Digital

Seiring dengan makin majunya teknologi, era digital telah mendominasi kehidupan manusia. Bertukar pesan tak lagi melalui surat manual. Surat elektronik dan email menjadi komunikasi populer. Penggunaan telepon pintar mampu mengirim pesan dengan mudah dan cepat.

Terdapat juga aplikasi Google Maps di telepon pintar dan sangat mudah diakses oleh masyarakat. Masyarakat tidak perlu lagi susah-susah menghafal alamat dan kode pos. Dengan aplikasi ini, penggunanya akan langsung diarahkan ke alamat tujuan. Canggih, bukan?

Begitu canggihnya era digital saat ini, akankah kode pos masih relevan digunakan? Jawabannya, tentu saja. Karena kode pos tidak terpisahkan dengan ekspedisi maka kode pos akan senantiasa berhubungan dengan alamat tujuan. Dalam jual beli “online” misalnya, pembeli wajib mengisi kode pos untuk menentukan biaya pengiriman.

Di perusahaan ekspedisi, penyortiran barang secara sudah menerapkan sistem “robotic.” Sistem ini memanfaatkan kode pos secara digital. Bahkan, di seluruh dunia, kode pos sudah menjadi aturan baku dalam pengiriman dan penerimaan barang, dokumen, ataupun yang lainnya.

Tidak itu saja, di era digital justru penggunaan kode pos makin meluas. Kode Pos digunakan dalam siaran TV digital untuk memindai peringatan dini bencana atau Early Warning System (EWS). Lokasi perangkat TV teridentifikasi dari kode pos dan menjadi kode lokasi keberadaan perangkat. Apabila akan terjadi bencana, gempa misalnya, maka masyarakat yang berada di wilayah terdampak bencana akan menerima informasi pada perangkat TV digital dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Dalam demografi kependudukan, kode pos yang dihubungkan dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) lalu dintegrasikan kepada Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial-Next Generation (SIKS-NG), dapat membantu pemerintah dalam menentukan akses layanan dan kebijakan publik bagi masyarakat agar tepat sasaran. Kebijakan tersebut, antara lain: penyaluran dana bansos, fasilitas pendidikan, dan layanan kesehatan.

Sistem Pos di Era Peradaban Islam

Islam mampu menguasai hingga dua pertiga dunia dan mencapai puncak kejayaannya, salah satunya adalah berkat sistem surat-menyurat. Pada masa Rasulullah, dakwah Islam kepada para penguasa Arab dan pemimpin non-Arab dilakukan dengan surat. Walaupun Rasulullah tidak mengenal huruf (ummi) tetapi beliau menunjuk sejumlah sahabat sebagai juru tulis yang dikenal sebagai para pencatat (kuttab).

Rasulullah juga menunjuk beberapa sahabat sebagai pengalih bahasa atau penerjemah (mutarjim). Terdapat sekitar 43 sahabat sebagai tim surat-menyurat di masa Rasulullah (islamic.center.co.id, 22-7-2016). Berkat kepiawaian dan kecerdasan Rasulullah dalam mengemas isi surat, banyak orang dan para penguasa akhirnya masuk Islam.

Setidaknya terdapat 50 buah surat Rasulullah saw. yang terdokumentasikan dalam kitab A’lam as-Sailin an Kutub Sayyid al-Mursalin. Surat-surat tersebut ditulis oleh Zaid bin Tsabit berstempel cincin bertuliskan “Muhammad Rasulullah.” Beberapa penguasa yang dikirimi surat oleh Rasulullah, yaitu : Najasi (Raja Habasyah/Ethiopia), Heraklius (Kaisar Romawi), Kisra (Raja Persia), Munzir (Raja Bahrain), Harits Al-Gassani (Raja Syam), dan Al-Muqawqis (Penguasa Mesir).

Seiring dengan perkembangan dan meluasnya wilayah Islam, sistem surat-menyurat pun mengalami kemajuan. Di masa khulafaurasyidin dan khalifah setelahnya, komunikasi antara khalifah dengan para wali negeri-negeri Islam adalah dengan surat. Sistem surat-menyurat (korespondensi) kemudian dikenal dengan nama “barid” (jamak dari al-burd) artinya utusan. Dibentuk pertama kali oleh Khalifah Muawiyah bin Abu Sofyan. (republika.id, 13-11-2023)

Demi mendukung kinerja sistem barid, Kekhalifahan Bani Umayyah mendirikan kantor pos di berbagai wilayah serta melakukan banyak pembaharuan. Barid pun maju dengan pesat dan mulai terbentuk secara mutakhir hingga era Kekhalifahan Bani Abbasiyah.

Urgensi Layanan Pos dalam Islam

Khalifah Bani Umayyah membagi departemen pos menjadi dua, yaitu: Diwan Al-Barid dan Diwan Al-Rasail. Keduanya mempunyai tanggung jawab masing-masing.

Diwan Al-Barid bertanggung jawab terhadap surat-menyurat ke seluruh negeri hingga daerah terpencil sekaligus bertugas sebagai intelijen yang bertanggung jawab langsung kepada khalifah. Sementara itu, Diwan Al-Rasail bertanggung jawab terhadap komunikasi penyelenggaraan koordinasi antara khalifah kepada wali (gubernur) dan begitu juga sebaliknya.

Karena tugas khalifah wajib mengetahui kondisi seluruh rakyat, mulai dari petani hingga tentara, baik jauh maupun dekat, maka laporan inspektur pos disampaikan langsung kepada kepada khalifah. Laporan tersebut berhubungan dengan hasil panen petani, kinerja para pejabat, dan situasi politik di daerah. Selain itu, Kebijakan khalifah dan informasi-informasi penting dari khalifah untuk pejabat daerah di wilayah Islam yang makin meluas, juga disampaikan menggunakan layanan pos.

Begitu pentingnya peran dan layanan pos maka kerahasiaan isi surat wajib dijaga. Ziyad bin Abi Sufyan salah seorang gubernur di masa Kekhalifahan Bani Umayyah membuat sistem pemasangan segel pada semua layanan pos agar kerahasiaan surat menjadi lebih aman. Segel yang dibuat menggunakan gambar Ka’bah dan terdapat tulisan “Setiap amal ada pahalanya.”

Layanan pos yang awalnya dibentuk untuk memenuhi kepentingan negara, fungsinya makin meluas. Layanan pos dapat digunakan masyarakat untuk mengantar surat-surat pribadi mereka. Terlebih lagi, layanan pos dapat dimanfaatkan untuk pengiriman barang dan dokumen-dokumen lain.

Khatimah

Di tengah era digital, penggunaan kode pos masih sangat eksis. Bahkan, penggunaannya meluas mencakup banyak aspek. Namun, di balik itu semua, layanan pos tidak hanya sekadar pengiriman surat dan barang tetapi juga ada interpretasi komprehensif yang berkorelasi dengan kewajiban. Rasulullah menggunakan layanan pos sebagai wasilah dakwah menyebarkan Islam. Pada masa khalifah setelahnya, layanan pos makin berkembang guna melaksanakan amanah kepemimpinan negara.

Karena sejatinya, dakwah Islam pasti membutuhkan strategi, sarana, dan prasarana yang ada. Dakwah untuk menyeru manusia kembali kepada Islam dan tegaknya syariat di tengah-tengah umat adalah kewajiban yang harus dijalankan. Sebagaimana perintah Allah Swt. dalam QS. An-Nahl ayat 125,

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ

“Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik.”

Wallahu a’lam bish-shawaab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Nilma Fitri S. Si Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Bantuan Kemanusiaan Tak Hentikan Genosida di Palestina
Next
Kemampuan Analisis dalam Menajamkan Opini
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Atien
Atien
4 hours ago

Masyaallah. Ternyata kode pos sudah digunakan untuk melancarkan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia di era Kekhilafahan Islam. Barakallah mba@Nilma

Yuli Sambas
Yuli Sambas
6 hours ago

kode pos, deretan angka unik yang bermanfaat sekali.
Barakallah Mbak

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram